Jika kita melakukan flash-back sejarah dengan melihat kembali foto-foto nostalgia awal tahun 80-an dan sebelumnya, kita akan melihat wajah Indonesia yang sangat berbeda. Pada masa itu amat jarang, atau mungkim tidak ada perempuan di tempat umum yang mengenakan hijab. Bahkan di lembaga pendidikan islam terkenal seperti Sekolah Al Azhar di Jakarta, Sekolah Harapan di Medan, atau di kampus-kampus IAIN di manapun di seluruh Indonesia, di masa itu hampir tidak ada siswi atau mahasiswi yang menggunakan hijab.
Demikian juga istri-istri ulama besar seperti Buya Hamka dan Gus Dur, mereka tidak menggunakan hijab. Jika kita melihat lebih jauh lagi ke belakang, bahkan pahlawan-pahlawan perempuan seperti Cut Nyak Dhien dan Laksamana Malahayati dari Aceh, atau juga Rohana Kudus dari Minang, dan tentu saja RA Kartini dan Dewi Sartika, semuanya tidak menggunakan hijab meskipun mereka semua muslimah.
Keadaan itu memberikan dua pilihan kemungkinan:
Yang pertama, ulama-ulama besar dan pahlawan-pahlawan perempuan itu sengaja melanggar kewajiban syariah islam secara terang-terangan. Atau yang kedua, memang sesungguhnya tidak ada kewajiban mutlak untuk berhijab!
Tentu saja pilihan kedua lebih masuk akal! Artinya, memang sebelum tahun 80-an selama berabad-abad di Indonesia hijab tidak pernah dipandang sebagai kewajiban mutlak!
Ini didukung pandangan ulama seperti Prof. Dr. Quraish Shihab...
[video klip]
Tapi sekarang keadaan berubah drastis, nyaris semua siswi atau mahasiswi muslim di negeri ini mengenakan hijab. Demikian juga di tempat-tempat umum di berbagai kota di Indonesia, perempuan muslim berhijab sudah menjadi pemandangan umum dan menjadi trend cara berpakaian. Bisa kita katakan sejak tahun 80-an berangsur-angsur muncul sebuah kesadaran baru bahwa hijab adalah kewajiban syariah bagi para muslimah.
Dasar yang digunakan untuk mewajibkan hijab antara lain Surah An-Nuur (Q24:31) dan Al Ahzab (Q33:59).
Dengan merujuk pendapat Prof. Dr. Quraish Shihab dan fakta sejarah tak terbantahkan bahwa kesadaran untuk menggunakan hijab itu baru muncul setelah tahun 80-an, kita bisa menyimpulkan bahwa kewajiban berhijab itu sendiri tidaklah mutlak, karena masalah tersebut masih menjadi pertentangan di antara para ulama.
Maka gagasan tentang kewajiban berhijab yang sekarang menjadi trend mainstream pasti dipengaruhi oleh faktor lain!
Nah, jika kita melihat waktunya yang terjadi hampir serentak di semua negara islam, maka kemungkinan besar fenomena kewajibam berhijab ini dipengaruhi oleh keberhasilan Revolusi Islam Iran tahun 1979!
Momen keberhasilan Revolusi Iran ini dimanfaatkan oleh organisasi islam global seperti Ikhwanul Muslimin (Muslim Brotherhood) dan juga Hizbut Tahrir sebagai momentum untuk membangkitkan kembali sistem khilafah yang sebenarnya sudah dilikuidasi pada tahun 1924. Mereka ingin semua negara islam mengadopsi keberhasilan Iran yang dalam waktu singkat berubah menjadi negara berdasarkan syariah islam. Caranya adalah dengan membangkitkan kecintaan umat islam terhadap syariah. Dan itu dimulai dari hal kecil, yaitu kewajiban penggunaan hijab bagi perempuan muslim!
Maka sejak awal tahun 80-an di berbagai kota-kota besar terutama di kampus-kampus, para ulama binaan Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir secara bertahap tapi pasti mulai melancarkan propaganda penggunaan hijab dengan mengklaimnya sebagai kewajiban syariah! Kalau anda hidup di jaman itu, anda akan merasakan pergeseran atmosfer yang begitu kental. Dimana-mana muncul kegiatan pengajian yang ustadnya getol sekali mempropagandakan penggunaan hijab yang pada waktu itu istilah populernya adalah jilbab.
Suatu kebohongan yang diulang terus-menerus akhirnya akan diterima sebagai kebenaran, demikianlah setelah bertahun-tahun propaganda tersebut berlangsung secara terstruktur, sistematis, dan masif, sekarang banyak muslim percaya bahwa penggunaan hijab itu memang kewajiban bagi setiap muslimah....
Itulah yang terjadi sekarang ini....
Jadi bisa disimpulkan bahwa kewajiban berhijab ini sebenarnya bagian dari propaganda politik yang baru dimulai tahun 80-an. Bukan sebelumnya! Tujuannya tidak lain untuk menjerumuskan kaum muslim indonesia pada agenda politik islam global yang bertujuan ingin menegakkan kembali sistem khilafah yang sudah terbukti bangkrut.
Dengan demikian tanpa mereka sadari perempuan-perempuan muslim yang berhijab ini sebenarnya telah masuk dalam perangkap agenda politik islam global untuk ikut berpartisipasi menegakkan sistem syariah di seluruh dunia. Dalam konteks negeri kita, secara tidak langsung mereka yang berhijab telah ikut melemahkan NKRI.
Ironisnya, sistem syariah yang mereka dukung pada prakteknya terbukti merendahkan martabat perempuan dan menindas hak-hak kemanusiaan mereka.
Ini bukan sekedar opini...
Setidaknya hal itu mulai disadari oleh perempuan-perempuan Iran yang sejak keberhasilan Revolusi Iran telah menjadi pelopor dan inspirator penerapan kewajiban berhijab di seluruh dunia. Mereka sudah merasakan langsung apa yang terjadi ketika penggunaan hijab dijadikan sebagai kewajiban selama puluhan tahun.
Akhirnya sekarang mereka mulai sadar bahwa penerapan hukum syariah yang ditandai dengan kewajiban berhijab itu telah menekan martabat dan kebebasan mereka sebagai perempuan merdeka. Maka dalam beberapa tahun terakhir mulai muncul pembangkangan kaum perempuan Iran terhadap penerapan hukum syariah.
[ video klip -----------
Mereka mengungkapkan perlawanan ini dengan melepas hijab di depan umum, melambai-lambaikan hijab bagaikan bendera kemenangan dan mempublikasikan foto-foto atau video aksi mereka di berbagai media sosial.
Perlawanan ini mereka lakukan dengan bangga dan berani meski untuk itu mereka harus berhadapan dengan aparat penegak hukum di Iran! Bagi mereka dihukum penjara masih lebih baik dari pada direndahkan dan ditindas oleh kewajiban berhijab!
---------------- ]
Bagi Masih Alinejad yang mempelopori gerakan perlawanan terhadap kewajiban berhijab para perempuan Iran, melawan kewajiban berhijab bukanlah sekedar memperjuangkan kebebasan dari sepotong kain yang menutup kepala dan rambut seorang perempuan muslim, tapi perjuangan terhadap martabat dan kebebasan perempuan Iran dan perempuan muslim di seluruh dunia. Baginya kewajiban berhijab adalah simbol yang terlihat dari penindasan terhadap kaum perempuan!
Pandangan seperti ini tentunya sulit kita temukan diantara perempuan muslim Indonesia yang umumnya masih mengalami mabuk kepayang oleh berbagai janji surga, puji-pujian dan mimpi-mimpi tentang mulianya muslimah yang berhijab. Kalaupun ada yang berani melepaskan hijab secara terang-terangan, mereka akan di-bully, dipermalukan, dituduh murtad, dan mengalami perlakuan-perlakuan tidak menyenangkan lainnya.
Lalu manakah yang benar, apakah hijab memang memuliakan perempuan seperti yang dipropagandakan para ulama dan dimimpikan perempuan-perempuan muslim di indonesia atau hijab justru merupakan penindasan terhadap martabat perempuan seperti yang telah dialami oleh Masih Alinejad dan banyak perempuan Iran?
Untuk memahami itu tentu kita perlu mengetahui apa yang diajarkan islam tentang hijab!
Tidak banyak muslim yang tahu bahwa ayat tentang hijab baru turun atas permintaan Umar Bin Khatab sebagaimana tercatat dalam Hadis Sahih Bukhari. Dikisahkan oleh Aisha bahwa istri-istri muhamad sering ke luar ke tempat yang bernama Al Manasi untuk membuang hajat di waktu malam agar tidak dilihat orang. Sementara itu Umar bin Khatab sudah sering meminta muhamad agar istri-istrinya mengenakan kerudung tapi muhamad selalu menolaknya. Suatu malam Saodah, salah satu istri muhamad, pergi untuk buang hajat. Di tengah jalan Umar bin Khatab sengaja memergokinya dan berkata, "Aku mengenalimu, Saodah!"
Di rumah Saodah melaporkan masalah itu kepada muhamad. Mungkin karena merasa malu dengan kejadian tersebut, tak lama kemudian turunlah ayat yang mewajibkan perempuan muslim untuk berhijab. Jadi ayat alquran yang memerintahkan perempuan muslim untuk berhijab ternyata hanyalah ayat permintaan manusia yang tentunya sarat dengan motif-motif duniawi. Catat ini baik-baik....
Beberapa ayat alquran yang mewajibkan perempuan berhijab antara lain An-Nuur (Q24:31) dan Al Ahzab (Q33:59). Dari ayat-ayat tersebut bisa kita simpulkan bahwa fungsi utama dari hijab menurut alquran adalah sebagai penutup aurat, kemudian fungsi lainnya adalah sebagai identitas perempuan muslim dan juga untuk mencegah gangguan atau pelecehan seksual. Seluruhnya tidak lain hanyalah motif-motif yang bersifat duniawi atau profan.
Mari kita bahas fungsi utama hijab sebagai penutup aurat....
Aurat bagi perempuan muslim berarti bagian tubuh yang dapat membangkitkan hawa nafsu birahi kaum lelaki. Aurat juga dapat berarti kemaluan.
Melihat fungsi utama hijab sebagai penutup aurat, mau tidak mau ini mengingatkan kita pada ciri khas ajaran islam yang lagi-lagi tidak jauh dari soal selangkangan! Penggunaan hijab menegaskan pandangan islam yang melihat perempuan sebagai obyek seksual, yang jika berada di luar rumah harus ditutupi sedemikian rupa agar tidak menimbulkan fitnah bagi laki-laki, atau tidak membangkitkan hawa nafsu birahi laki-laki yang dapat mengarah pada perzinahan.
Dengan kata lain, di luar rumah dengan hijabnya perempuan muslim tidak lebih hanyalah aurat (obyek seksual) berjalan yang ditutupi kain demi menjaga laki-laki agar tidak jatuh ke dalam dosa perziahan... Disinipun sebenarnya sudah ada unsur ketidakadilan, bukan laki-laki yang diminta untuk menahan diri dari hawa nafsu mereka tapi perempuan yang dituntut harus menutupi tubuhnya demi menjaga agar laki-laki tidak terjatuh ke dalam dosa.
Nah, status sebagai aurat berjalan itulah yang sekarang dibanggakan perempuan-perempuan muslim di indonesia dengan hijabnya!
Tidak peduli mereka memiliki kedudukan terhormat atau punya gelar akademis yang berderet, ketika mereka menggunakan hijab maka perempuan-perempuan muslim ini telah menempatkan diri mereka tidak lebih sebagai aurat berjalan atau obyek seksual!
Apakah hijab meningkatkan martabat wanita? Tentu saja status sebagai aurat berjalan itu sama sekali tidak terhormat.. itu penghinaan terhadap martabat perempuan. Tapi sayangnya ini tidak disadari karena kebanyakan perempuan muslim di indonesia masih menganggap hijab sebagai pernyataan identitas perempuan muslim yang membedakan mereka dengan perempuan non-muslim. Mereka lupa bahwa fungsi utama hijab adalah penutup aurat yang menegaskan martabat mereka sebagai obyek seksual!
Sangat berbeda keadaannya dengan di Iran dimana hijab adalah kewajiban bagi semua perempuan tanpa kecuali. Dengan demikian di iran hijab bukan lagi pernyataan identitas perempuan muslim. Akibatnya perempuan iran mulai sadar pada tujuan utama dari penggunaan hijab yang ternyata merendahkan martabat mereka sebagai perempuan!
Maka tidak heran, ketika di indonesia perempuan muslim tengah merasa bangga berhijab sebagai pernyataan identitas, Masih Alinejad dan banyak perempuan iran sudah mulai memberontak terhadap kewajiban berhijab. Mereka sadar bahwa martabat perempuan seharusnya lebih tinggi dari pada sekedar obyek seks. Dengan pemberontakan tersebut mereka seolah berkata, "Kami bukan aurat berjalan, kami perempuan yang punya kebebasan dan martabat manusiawi setara dengan laki-laki!"
Untuk memahami masalah ini dengan lebih jelas, mari kita bandingkan apa pandangan Kristen tentang penutup kepala perempuan yang ternyata juga menjadi bagian tak terpisahkan dari ajaran Kristen.
Bunda Maria, sosok perempuan suci yang paling dihormati dalam Kristen, terutama di Gereja Katolik dan Ortodoks, selalu digambarkan sebagai perempuan anggun yang mengenakan pakaian tertutup yang hampir mirip dengan hijab perempuan muslim.
Penggunaan pakaian yang tertutup ini bukan sekedar budaya Yahudi pada masa itu, tapi memiliki makna teologis yang dalam. Karenanya pakaian tertutup ini juga menjadi tradisi para biarawati-biarawati Katolik dan Ortodoks dimanapun sampai sekarang.
Makna teologisnya berakar pada tradisi penggunaan tabir atau kain penutup yang memisahkan tempat atau benda maha kudus dari yang lain. Ini ayatnya:
Haruslah tabir itu kaugantungkan pada kaitan penyambung tenda itu dan haruslah kaubawa tabut hukum ke sana, ke belakang tabir itu, sehingga tabir itu menjadi pemisah bagimu antara tempat kudus dan tempat maha kudus. (Kel.26:33)
Dengan makna tabir atau kain penutup sebagai selubung sesuatu yang kudus inilah Bunda Maria menggunakan pakaian yang tertutup. Sebagai ibu dari Yesus maka tubuh Bunda Maria adalah tempat dimana TUHAN pernah bersemayam didalamnya selama 9 bulan. Karenanya tubuh Bunda Maria bagaikan Tabut Perjanjian yang disucikan lebih dari semua manusia lain. Pakaian tertutup yang membungkus tubuh Bunda Maria adalah simbol tabir pemisah, bukan untuk menutupi aurat, tapi untuk menandakan kesuciannya.
Makna itu pula yang menjadi dasar bagi para biarawati menggunakan pakaian yang tertutup. Pakaian tersebut menjadi simbol dari kaul kemurnian yang dijalani oleh para biarawati. Dengan menggunakan pakaian tertutup mereka ingin menguduskan tubuh mereka hanya bagi TUHAN.
Jadi dalam Kristen pakaian tertutup tidak berkaitan dengan masalah aurat, tapi pada masalah kekudusan. Mereka yang mengenakannya menunjukkan martabat manusia yang amat luhur, yaitu manusia yang dikuduskan Tuhan atau yang terarah pada kekudusan!
Sementara itu Kitab Suci juga menyebutkan soal berpakaian bagi perempuan:
Demikian juga hendaknya perempuan. Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana...(1Tim.2:9)
Maka penggunaan pakaian tertutup pada Bunda Maria dan para biarawati juga mengungkapkan semangat kesederhanaan dan sekaligus kerendahan hati sebagaimana yang dituntut oleh Kitab Suci.
Ada lagi tradisi perempuan Krsten yang mengenakan kerudung atau mantila saat berdoa di Gereja. Dasar dari tradisi ini adalah mengikuti apa yang tertulis pada Surat Rasul Paulus tentang perlunya perempuan menggunakan tutup kepala sewaktu berdoa (1Kor.11:5-15).
Sebagian orang Kristen memang menganggap penggunaan tutup kepala pada perempuan adalah tradisi budaya, tapi sesungguhnya ada makna teologis di balik itu sehingga sampai hari ini kebiasaan itu masih ditemukan di Gereja Ortodoks dan di Gereja Katolik pada Misa Latin Tradisional.
Makna yang pertama adalah sebagai bagian dari sikap untuk merendahkan diri di hadapan TUHAN. Setiap orang laki-laki, tidak peduli dia seorang raja ataupun rakyat jelata, harus menanggalkan mahkota atau topinya saat berdoa di gereja sebagai ungkapan sikap untuk merendahkan diri di hadapan TUHAN. Tapi mahkota perempuan adalah rambutnya. Karena tidak mungkin menanggalkan rambut, maka ungkapan untuk merendahkan diri di hadapan TUHAN ditunjukkan perempuan Kristen dengan cara menutup mahkota mereka, yaitu dengan mengenakan kerudung atau mantila.
Makna yang kedua adalah sebagai ungkapan martabat kesucian perempuan yang telah dipilih sebagai sarana Tuhan untuk menciptakan kehidupan manusia. Makna yang ketiga adalah ungkapan martabat kesucian perempuan sebagai simbol Gereja yang tidak lain adalah Mempelai Kristus.
Dengan demikian, penggunaan pakaian tertutup oleh Bunda Maria maupun para biarawati dan penggunaan kerudung atau mantila oleh perempuan-perempuan Kristen saat mereka berdoa di Gereja sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah aurat ataupun motif-motif duniawi lainnya, tapi merupakan perlambang kerendahan hati, kemurnian, dan kesucian.
Dibandingkan dengan makna penggunaan hijab perempuan muslim yang fungsi utamanya menegaskan martabat perempuan sebagai obyek seksual atau aurat berjalan, tentu bedanya bagaikan langit dan bumi. Maka tidak heran jika akhirnya perempuan Iran yang dulu menjadi pemberi inspirasi kewajiban berhijab di seluruh dunia justru mulai memberontak dan menolak kewajiban berhijab! Setelah bertahun-tahun terjebak pada kewajiban berhijab kini mereka sadar bahwa penggunaan hijab hanya merendahkan martabat mereka dan harus mereka campakkan selamanya!
Selain itu, seperti yang diungkapkan oleh Masih Alinejad, hijab telah menjadi alat kontrol sosial terhadap kaum perempuan....
[video klip]
Kewajiban berhijab membuat kaum perempuan muslim kehilangan kekuatannya untuk melawan semua prinsip-prinsip syariah yang menekan dan menindas kaum perempuan.
Dengan menggunakan hijab seorang muslimah menyatakan dirinya taat pada tuntutan syariah. Selanjutnya ketaatan tersebut akan menjadi dasar bagi kaum laki-laki untuk menuntut ketaatan pada prinsip-prinsip syariah lain yang menindas perempuan, seperti kesediaan untuk dipoligami, diceraikan secara sepihak, menerima kekerasan dalam rumah tangga, menerima diskriminasi terhadap hak-hak sipil perempuan, dan bentuk-bentuk penindasan serta ketidakadilan lain atas nama syariah.
Adalah sebuah konsekuensi logis bahwa perempuan yang sudah mengenakan hijab akan cenderung lebih mudah dipoligami dibandingkan perempuan muslim yang menolak berhijab. Jika suaminya punya kemampuan finansial dan menyatakan siap untuk berlaku adil terhadap semua istri, mereka yang berhijab tidak punya alasan lagi untuk menolak dipoligami karena mereka sudah menempatkan diri mereka sebagai perempuan yang taat pada syariah! Apalagi ditambah dengan janji palsu bahwa perempuan yang rela dipoligami telah melakukan jihad dan akan masuk surga!
[video klip]
Akhirnya penggunaan hijab pada perempuan muslim tidak hanya merendahkan martabat mereka tapi juga menjadi gerbang pembuka bagi segala bentuk penindasan dan ketidakadilan terhadap perempuan atas nama syariah!
Saudara-saudaraku kaum muslim, terutama kaum muslimah...
Jika di masa lalu Iran telah menjadi inspirasi kewajiban berhijab di seluruh dunia, semoga penolakan perempuan iran atas kewajiban berhijab juga dapat menginspirasi kalian yang masih berakal sehat.
Selama ini kalian hanya dicuci otak oleh kaum Islam radikal yang bernafsu ingin menegakkan ideologi khilafah yang sudah bangkrut!
Apa bagusnya menjadi aurat berjalan yang hanya menegaskan martabat perempuan muslim sebagai obyek seksual? Apa bagusnya terpaksa tunduk pada semua tuntutan syariah yang menindas kaum perempuan hanya karena kalian sudah terlanjur berhijab?
Tidak seharusnya martabat kalian serendah itu!
Ini martabat kalian yang sesungguhnya menurut iman Kristen:
Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. (Kej.1:27)
Kalian adalah manusia yang diciptakan serupa dengan gambar TUHAN sendiri. Dan yang jelas kalian diciptakan setara dengan laki-laki. Yang membedakan kalian dengan kaum laki-laki bukanlah martabat tapi tugas...
Oleh karena itu beranilah mengambil sikap sebagai perempuan indonesia yang merdeka!
Tinggalkan hijab, tinggalkan syariah, tinggalkan islam, dan raihlah kembali martabat kalian yang sesungguhnya sebagai citra TUHAN sebagaimana TUHAN telah menciptakan kita semua pada mulanya...