Inilah LUCE, Maskot Gereja Sinodal Untuk Tahun Yobel 2025 Yang LUCU Tapi BERBAHAYA


 

Transkrip:

Salam damai dan sejahtera...

Beberapa hari yang lalu Vatikan memperkenalkan sebuah maskot bergaya anime untuk tahun Yobel 2025, yang bernama LUCE. Dalam bahasa itali LUCE berarti cahaya.

Banyak orang yang menyambut baik langkah ini sebagai upaya cerdik untuk menarik perhatian kaum muda, terutama gen-z yang tergila-gila dengan dunia anime. Diharapkan dengan maskot LUCE ini banyak kaum muda kembali memperhatikan kehidupan religius Katolik di tengah budaya pop yang mengepung mereka.

Dari sisi ekonomi, langkah ini diperkirakan akan menghasilkan keuntungan jutaan dollar bagi Vatikan dari penjualan merchandise LUCE dan teman-temannya, yang tahun depan dipastikan akan menyerbu toko-toko paroki di seluruh dunia. Semoga hasilnya cukup untuk menutupi kerugian akibat tuntutan hukum dari berbagai kasus pelecehan seksual kaum klerus di banyak keuskupan.

Tapi, mari kita tidak bersikap naif dan terjebak pada eforia positif dari kehadiran maskot LUCE ini...

Baru saja Uskup Agung Vigano menyatakan Gereja Sinodal yang sedang dibangun oleh Paus Fransiskus adalah pelacur babel, yaitu Gereja Katolik palsu yang melayani agenda globalis. Jika pernyataan tersebut dikeluarkan oleh awam, atau bahkan teolog sekalipun, tentu hal itu tidak lebih dari sekedar opini. Tapi kalau pernyataan tersebut keluar dari seorang Uskup Agung, yang adalah penerus para Rasul, tentu tidak bisa diabaikan begitu saja.

Tak ada buah yang baik dihasilkan dari pohon yang buruk. Maka tidak ada sesuatu yang baik dihasilkan dari Gereja Sinodal dan semua agendanya. Termasuk maskot LUCE yang dimaksudkan untuk menarik minat kaum muda gen-z pada kekatolikan!

Dengan kata lain, kita perlu menyikapi kritis kehadiran maskot LUCE! Ingatlah bahwa iblis dapat memberikan 99% kebaikan untuk menutupi 1% kesesatan berbahaya yang ditawarkannya.

Maskot LUCE diproduksi oleh perusahaan itali bernama Tokidoki, dan dirancang oleh seorang Katolik pro-LGBT bernama Simone Legno. Maskot LUCE menggambarkan seorang perempuan yang masih muda (mungkin gen-z), dengan rambut dicat biru yang menggambarkan sikap progresif dan liberal. Tidak lupa LUCE memakai kalung rosario untuk menunjukkan ciri kekatolikannya. Dan LUCE juga membawa tongkat yang menunjukkan bahwa dia sedang melakukan perjalanan ziarah. Raincoat kuning yang dipakainya diselaraskan dengan warna bendera Vatikan.

Jika maskot LUCE ini dimaksudkan untuk menarik minat kaum muda pada kekatolikan, maka perlu kita cermati kekatolikan macam apa yang ditawarkan oleh LUCE ini....

Ciri khas kekatolikan paling jelas pada maskot LUCE ada pada kalung rosario yang dipakainya. Rosario tersebut memiliki warna yang berbeda untuk tiap dekadenya. Itu adalah rosario misioner yang pada tahun 1951 diperkenalkan oleh Uskup Agung Fulton Sheen. 

Tentu saja Uskup Agung Fulton Sheen tidak bermaksud mengkaitkan rosario warna-warni gagasannya dengan lambang gerakan pro-LGBT. Tapi sekarang kaum pro-LGBT menggunakan warna-warni pelangi sebagai lambang dari gerakan mereka. Maka penggunaan rosario warna-warni pada maskot LUCE secara langsung atau tidak langsung akan dikaitkan pada gerakan LGBT ini. Apalagi melalui dokumen Fiducia Supplicans secara bertahap Vatikan memang sedang menerima dan menormalkan perilaku sesat ini. Tidak bisa tidak orang-orang muda yang menjadi tujuan dari maskot LUCE akan melihat keterkaitannya, yang kebetulan juga menjadi agenda Vatikan dan sekaligus agenda globalis!

Satu lagi yang menarik untuk dicermati adalah tongkat yang digunakan LUCE. Tongkat seperti itu secara tradisional digunakan oleh para pendeta pagan ilmu sihir (atau witchcraft). Penggunaan tongkat witchcraft pada LUCE seolah ingin menggambarkan kekatolikan yang inklusif dan siap menerima semua tradisi spiritual, termasuk tradisi pagan dan satanik sekalipun. Ini seperti mencoba membenarkan skandal pachamama sebagai bagian yang wajar dari kekatolikan Gereja sinodal di masa depan, yang disediakan bagi kaum muda.

Kesimpulannya, maskot LUCE yang lucu ini menyimpan bahaya besar bagi iman, terutama bagi kaum muda. Di balik tujuannya yang baik, yaitu berupaya meraih kaum muda gen-z di tengah budaya pop untuk kembali pada semangat kekatolikan, LUCE menawarkan kekatolikan palsu yang inklusif. Yaitu kekatolikan yang siap menerima semua nilai, baik itu moralitas dunia maupun spiritualitas sesat.

Pohon yang buruk memang tidak mungkin menghasilkan buah yang baik. Maka Gereja sinodal yang buruk memang hanya dapat menawarkan kekatolikan palsu yang menyesatkan.

Seharusnya Gereja Katolik menawarkan apa yang dibutuhkan kaum muda, bukan apa yang diinginkan mereka. Orang muda membutuhkan apa yang tidak mereka dapat dari dunia, yaitu iman Katolik yang benar dan diwariskan oleh para Rasul serta dijaga dengan setia oleh Gereja. Jadi jangan tawarkan mereka LUCE, tapi tawarkan kekayaan tradisi Gereja Katolik yang sesungguhnya. Itu akan menyelamatkan jiwa mereka dari semangat dunia.

Terima kasih atas perhatian anda...

Viva Christo Rey!


Posting Komentar

0 Komentar