Transkrip:
Salam damai dan sejahtera...
Beberapa hari yang lalu kita dikejutkan dengan berita dilaporkannya Rm. Patris Allegro ke Polda NTT oleh organisasi yang menamakan dirinya NTT Bersatu dengan tuduhan penistaan agama. Ini cukup mengejutkan karena laporan penistaan agama seperti itu biasanya dilakukan oleh tetangga yang agak jauh, tapi sekarang ternyata tetangga dekat juga sudah terkena virus perusak akal sehat.
Tentu ini patut kita sayangkan, mengapa polemik iman Katolik-Protestan yang seharusnya bisa menjadi ajang saling belajar dan mengkoreksi diri harus diintervensi dengan proses hukum yang mengesankan ketidakdewasaan intelektual dari pihak pelapor.
Tapi saya tidak ingin mengulangi apa yang sudah banyak disuarakan orang tentang masalah ini.
Pada video kali ini saya hanya ingin menyoroti dua hal penting yang bisa kita tarik dari kasus polemik iman yang berujung pada masalah hukum ini.
Pertama, kasus ini adalah cermin dari kegagalan ekumenisme.
Ekumenisme yang dimaksud disini adalah upaya membangun persatuan Kristen dengan mengedepankan proses dialog untuk mencapai titik temu dan kesamaan yang dapat digunakan sebagai landasan persatuan. Proses ini dipelopori oleh gereja-gereja Protestan pada tahun 1910. Sementara itu Gereja Katolik melalui Paus Pius XI dalam ensiklik Mortalium Animos pada tahun 1928 menolak gagasan persatuan Kristen melalui ekumenisme dan melarang orang Katolik terlibat di dalamnya.
Tahun 1948 Gereja-gereja Ortodoks ikut bergabung dalam gerakan persatuan ekumenisme Kristen ini melalui Dewan Gereja-Gereja Dunia (WCC). Dan akhirnya setelah Konsili Vatikan II, Gereja Katolik berubah haluan dengan ikut terlibat dan mendorong persatuan Kristen melalui ekumenisme ini.
Tapi bagaimanapun tidak mungkin ada persatuan antara kebenaran dan kesesatan. Akibatnya upaya ekumenisme dialogis ini hanya memunculkan persatuan semu berdasarkan toleransi berbagai kebenaran relatif dan subyektif yang dipupuk melalui dialog iman yang dangkal dan penuh basa-basi. Dalam hal ini kebenaran obyektif bahkan harus dijauhi dan dipinggirkan dari ruang dialog karena dapat merusak semangat ekumenisme.
Kasus Rm. Patris Allegro yang bersikap kritis dan vokal untuk menyuarakan kebenaran obyektif dari iman Katolik menunjukkan bahwa upaya ekumenisme untuk membangun persatuan Kristen melalui dialog yang dangkal dan toleransi palsu, tidak dapat bertahan dan pasti cepat atau lambat akan gagal. Selalu akan ada orang-orang yang menolak upaya pembungkaman terus-menerus terhadap kebenaran obyektif yang dilakukan demi mempertahankan persatuan semu.
Kalau persatuan melalui ekumenisme sudah terbukti gagal, maka alternatif persatuan Kristen tinggal satu: yaitu mengikuti apa yang diajarkan Gereja Katolik tentang persatuan Kristen. Menurut Gereja Katolik, persatuan Kristen sejati harus diwujudkan dengan mendorong semua orang Kristen yang terpisah untuk kembali ke dalam Gereja Katolik dengan meninggalkan semua hal yang telah memisahkan mereka dari Gereja Katolik. Itulah cara terbaik untuk membangun persatuan Kristen sejati, yaitu suatu persatuan yang didasarkan pada kebenaran obyektif ajaran iman para Rasul.
Sekarang kita masuk pada persoalan yang kedua: jika dialog iman yang dilakukan oleh Rm. Patris Allegro dimaksudkan untuk membangun persatuan Kristen sejati maka pendekatannya harus diperbaiki dengan menambahkan satu unsur penting: yaitu INTROSPEKSI.
Apa yang dilakukan Rm. Patris Allegro mengingatkan kita pada perkataan Tuhan di Injil:
"Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." (Mat.7:3-5)
Kritik-kritik tajam Rm. Patris Allegro terhadap berbagai penyimpangan Protestan sebenarnya sudah sangat bagus. Sayangnya itu tidak akan efektif untuk mengajak mereka kembali bersatu di dalam Gereja Katolik selama Rm. Patris Allegro tidak mau melakukan introspeksi dengan menyoroti berbagai kesalahan dan penyimpangan Gereja Katolik setelah Konsili Vatikan II. Mungkinkah orang-orang Protestan tertarik kembali bersatu dengan Gereja Katolik yang Pausnya mencium Quran tanpa rasa bersalah, mengadakan doa bersama semua agama termasuk dengan agama-agama yang menolak ketuhanan Yesus, menghormati berhala Pachamama di Basilika St. Petrus, membenarkan pemberkatan pasangan LGBT, dan bahkan mengatakan semua agama tanpa kecuali adalah jalan menuju pada Tuhan? Mungkinkah orang-orang Protestan tertarik untuk kembali ke Gereja Katolik yang mendorong Devosi Kerahiman Ilahi yang sesat? Dan banyak lagi....
Itu semua adalah buah-buah dari Konsili Vatikan II yang bermasalah. Itulah 'balok di mata' yang perlu dikeluarkan sebelum kita berbicara tentang kekurangan dan kesalahan di gereja-gereja Protestan untuk menyadarkan mereka. Kalau saja Rm. Patris Allegro menambahkan elemen INTROSPEKSI DIRI ini dalam dialognya dengan cara berani mengkritisi berbagai kesalahan Konsili Vatikan II, itu akan menciptakan rasa hormat dan akan menjadi contoh bagi gereja-gereja Protestan untuk melakukan hal yang sama. Dengan masing-masing gereja atau komunitas Kristen berani melakukan koreksi diri maka akan tercipta dialog iman yang sehat dan dapat berujung pada persatuan Kristen sejati.
Terima kasih atas perhatian anda...
Viva Christo Rey!
0 Komentar