Pax vobis, salam damai dan sejahtera...
Perpecahan tidak hanya menimpa Gereja Ortodoks yang berpisah dengan Gereja Katolik karena skisma dan kaum Protestan yang tercerai-berai akibat semangat reformasi. Pada akhirnya Gereja Katolik juga menjadi korban dari perpecahan internal akibat Konsili Vatikan II.
Untuk memahami ini kita perlu mengingat kembali proto-evangelion atau nubuat di Taman Eden, dimana Tuhan akan mengadakan permusuhan antara perempuan dan keturunannya melawan ular dan keturunannya (Kej.3:15). Nubuat ini digenapi pada amanat agung dimana Tuhan memerintahkan Gereja untuk melakukan penginjilan kepada seluruh bangsa. Itulah awal dari peperangan total yang akan berlangsung sampai seluruh bangsa menerima pewartaan Injil dan iblis dikalahkan.
Jadi penginjilan pada dasarnya adalah peperangan antara Gereja melawan dunia yang dikuasai oleh kegelapan dan ajaran-ajaran palsu. Penginjilan akan mengusir kegelapan dari dunia dan menjadikannya Kerajaan Allah untuk memenuhi harapan yang selalu diucapkan dalam Doa Bapa Kami! Dengan demikian Gereja Katolik sebagai Gereja Kristus diutus untuk terus berperang dengan cara mewartakan Injil ke segala bangsa sampai akhir jaman.
Dan yang harus diingat, dalam peperangan ini tidak ada kata damai!
Sayang sekali ini semua harus berubah setelah pada tahun 1959, hanya beberapa hari setelah terpilih, Paus Yohanes XXIII mengumumkan akan mengadakan konsili ekumenis. Tujuannya adalah, sebagaimana diungkapkan Paus Yohanes XXIII, untuk membuka jendela Gereja Katolik agar angin segar masuk dan membersihkan debu-debu yang menumpuk sejak abad ke empat! Dengan kata lain Gereja Katolik akan melakukan pembaharuan mengikuti perkembangan jaman.
Paus Yohanes XXIII tidak sendiri dalam melakukan pembaharuan ini. Dia dibantu oleh kaum progresif di dalam tubuh Gereja Katolik yang sebelumnya dinyatakan sebagai kaum pembangkang. Mereka adalah penganut bidaah modernisme yang sudah dikutuk oleh Paus Pius X dalam ensiklik "Pascendi Dominici Gregis" tahun 1907. Bidaah modernisme ini disebut juga sebagai perpaduan semua bidaah karena dipengaruhi oleh banyak gagasan sesat seperti subyetivisme, relativisme, liberalisme, dan humanisme yang tumbuh subur akibat semangat reformasi Protestan di abad 16. Kaum modernis inilah yang dirangkul oleh Paus Yohanes XXIII dan juga Paus Paulus VI dalam Konsili Vatikan II untuk melakukan pembaharuan Gereja Katolik.
Konsili Vatikan II yang berlangsung dari tahun 1962 dan berakhir pada tahun 1965 tidak menghasilkan dogma baru apapun. Juga konsili ini tidak menghasilkan pengutukan atau kecaman terhadap berbagai kesesatan seperti yang biasa dilakukan pada setiap konsili Gereja. Namun yang dihasilkan oleh konsili ini adalah semangat baru Gereja Katolik yang berbeda dari sebelumnya.
Inilah yang menjadi masalah besar!
Belum pernah dalam sejarahnya sebuah konsili Gereja Katolik membawa semangat baru, sekalipun konsili-konsili tersebut menghasilkan berbagai keputusan dan dogma yang penting. Tidak pernah kita dengar ada "semangat Nikea", "semangat Konstantinopel", "semangat Ferrara-Florence", ataupun "semangat Trente". Penyebabnya karena Gereja Katolik sebelum dan setelah konsili-konsili tersebut tetaplah Gereja Katolik yang sama dengan semangat yang sama.
Tapi Konsili Vatikan II berbeda! Sekalipun konsili tersebut hanyalah konsili pastoral yang tidak menghasilkan dogma baru apapun, namun membawa perubahan semangat yang membuat Gereja Katolik paska konsili memiliki karakter dan semangat yang berbeda dari Gereja Katolik sebelumnya. Artinya, Gereja Katolik paska konsili tidak hanya berbeda dengan Gereja Katolik tahun 1950-an, tapi juga berbeda dengan Gereja Katolik pada saat terjadi gerakan reformasi Martin Luther, berbeda juga dengan Gereja Katolik pada saat terjadi skisma 1054, dan bahkan berbeda dengan Gereja Katolik pada jaman para Rasul!
Dengan kata lain, Gereja Katolik paska konsili adalah Gereja Katolik Orde Baru (Gereja Novus Ordo) yang berbeda dari Gereja Katolik yang didirikan Kristus dua milenium yang lalu! Itulah yang secara tidak langsung ingin disampaikan oleh para hirarki Gereja Katolik penggagas dan pendukung Konsili Vatikan II dengan istilah 'semangat Konsili'.
Lalu apa itu semangat konsili?
Tidak ada definisi resmi yang menjelaskannya, namun dari apa yang terjadi pada Gereja Katolik selama 50 tahun terakhir kita bisa merumuskan semangat konsili dalam tiga karakter ini:
1. Kebencian terhadap sejarah dan tradisi Gereja
2. Dihentikannya karakter Gereja yang berjuang atau karakter militan Gereja, yang berarti juga berhentinya semangat penginjilan.
3. Dimulainya semangat ekumenis global.
Ini bisa dilihat dari diubahnya Misa Latin yang sakral menjadi Misa Novus Ordo yang terbuka pada berbagai perubahan dan sakrilegi, diubahnya rumusan sakramen-sakramen Gereja, sikap penyesalan berlebihan terhadap Perang Salib dan sejarah masa lalu Gereja, semangat inkulturasi yang berlebihan, diubahnya Doa Rosario dari 3 misteri menjadi 4 misteri, dan semangat toleransi berlebihan yang berbuah skandal doa bersama di Asisi tahun 1986, skandal Paus yang mencium Quran, deklarasi "Human Fraternity" di Abu Dhabi, dan terakhir skandal Pachamama.
Banyak yang berdalih itu hanya ekses atau penerapan yang salah dari dokumen-dokumen Konsili Vatikan II, padahal itu memang bagian dari semangat konsili! Tepatnya, itulah buah-buah dari semangat konsili!
Jika kita melihat Amanat Agung untuk mewartakan Injil adalah sebuah pernyataan perang terhadap dunia yang menggenapi nubuat di Taman Eden dan tidak ada perintah untuk berdamai, maka Konsili Vatikan II yang membuat Gereja Katolik berdamai dengan dunia adalah pengkhianatan terang-terangan terhadap Amanat Agung! Berdamai dengan musuh saat perang masih berlangsung adalah tindakan desersi! Itu tindakan pengkhianatan berat dan pelakunya layak mendapat hukuman mati!
Tuhan kita yang menetapkan peperangan tidak pernah memerintahkan siapapun untuk berdamai dalam peperangan ini. Sebab Tuhan kita tahu bahwa musuh Gereja, yaitu iblis dan para pengikutnya tidak pernah mau berdamai. Tujuan iblis dan para pengikutnya tetap sama sejak dulu, yaitu ingin menghancurkan Gereja agar mereka yang sebenarnya sudah dikalahkan karena penyaliban Kristus dapat tetap berkuasa. Lalu mengapa pula Paus Yohanes XXIII dan Paus Paulus VI membuat pedamaian dengan dunia yang tidak ingin berdamai?
Itu sama saja dengan menyerahkan Gereja Katolik pada musuh-musuhnya untuk dibantai dan dihabisi! Dan tepat seperti itulah yang sekarang terjadi akibat semangat konsili!
Tapi Tuhan kita sejak semula sudah berjanji, "...Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya." (Mat.16:18). Apapun yang terjadi, Gereja Katolik tidak akan pernah terkalahkan. Maka sekalipun para gembala upahan telah mengkhianatinya, Gereja Katolik yang lama tetap eksis pada kaum tradisionalis, yaitu mereka yang menolak semangat konsili dan tetap setia pada ajaran-ajaran tradisional Gereja! Inilah yang mengakibatkan perpecahan internal Gereja Katolik sejak berakhirnya Konsili Vatikan II. Dengan semakin terbukanya informasi, perpecahan itu sekarang makin terbuka!
Sejak berakhirnya Konsili Vatikan II, posisi kaum tradisionalis ini diwakili oleh sikap Mgr. Marcel Lefebvre yang menolak mengakui Konsili Vatikan II. Sekarang posisi kaum tradisionalis ini diwakili oleh Uskup Agung Vigano dan juga Uskup Athanasius Schneider. Pada kaum tradisionalis inilah kesinambungan Gereja Katolik sejak jaman para rasul sampai hari ini tetap terjaga utuh dan akan terus terjaga sampai kedatangan Tuhan!
Semangat Gereja Katolik di dalam kaum tradisionalis ini tetap sama dengan semangat Gereja Katolik sebelumnya, tidak ada yang berubah. Mereka selalu bangga pada tradisi dan sejarah Gereja, mereka bangga pada Perang Salib, mereka tetap mengikuti Misa Latin tradisional, Rosario mereka tetap tiga misteri, mereka tetap menentang dunia, mereka tetap percaya tidak ada keselamatan di luar Gereja, dan terus bersemangat mewartakan Injil. Mereka adalah 'suatu sisa' umat yang setia sebagaimana disebut oleh Rasul Paulus dalam Roma 11:5. Pada merekalah janji Tuhan bahwa Gereja-Nya tidak akan dikuasai alam maut tergenapi sempurna.
Jadi sekarang kita dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa semua golongan Kristen, baik Gereja Ortodoks, Protestan, maupun Gereja Katolik mengalami masalah yang sama. Semuanya telah menjadi korban akibat upaya iblis yang memecah belah Gereja Kristus untuk menghancurkannya. Gereja Ortodoks terpisah dari Gereja Kritus akibat skisma, orang-orang Protestan terpisah dari Gereja Kristus karena reformasi, dan Gereja Katolik mengalami perpecahan internal akibat Konsili Vatikan II!
Ini membuat Gereja menjadi lemah dan orang Kristen dianiaya dimana-mana. Tidak hanya di negara-negara non Kristen, bahkan di negara-negara Kristen mereka terus ditekan oleh kaum liberal, marxis dan atheis, gereja-gereja banyak yang dialih fungsikan karena berbagai alasan, gereja-gereja dibakar, dan banyak lagi.
Tidak cukup kita menyikapinya dengan penyesalan, sedih, atau marah. Orang Kristen harus menyadari kelemahan yang terjadi akibat perpecahan dan segera membangun kembali persatuan Krsten sebagaimana yang dikehendaki Tuhan, yaitu kembali menjadi satu kawanan dengan satu gembala!
Apakah itu berarti membangun persatuan ekumenis yang sudah dipelopori sejak tahun 1910 oleh berbagai denominasi Protestan dan sekarang sedang diupayakan oleh seluruh gereja Kristen? Sama sekali tidak!
Persatuan ekumenis adalah karya iblis! Itu bukan persatuan yang dikehendaki Tuhan kita. Dengan membangun persatuan secara ekumenis kita akan dijebak untuk masuk dalam rencana iblis, yaitu membangun Gereja Antikristus! Karenanya kita harus menolak persatuan ekumenis!
Saya akan menjelaskan masalah ini di video berikutnya.
Viva Christo Rey!
0 Komentar