Kontroversi yang terjadi akibat keputusan Presiden Turki Erdogan untuk menjadikan Hagia Sophia sebagai masjid masih belum mereda. Berbagai protes, keberatan, dan kesedihan terhadap keputusan itu masih terus bermunculan. Tapi terlalu naif kalau kita menganggap segala desakan dan tuntutan itu akan mengubah keputusan pemerintah Turki. Itu semua hanya akan memperkuat ego keislaman Erdogan dan kaum muslim pada umumnya, sementara kita membuang-buang waktu dan energi secara percuma jika terus terobsesi memperjuangkan Hagia Sophia dengan cara seperti itu.
Jauh lebih baik kita menjadikan konversi Hagia Sophia menjadi masjid sebagai kesempatan untuk merenungkan kembali apa yang dikehendaki Tuhan dengan ini semua. Kita merenungkan jauh ke belakang saat Konstantinopel, pusat Gereja Ortodoks Bizantium harus jatuh ke tangan Kekalifahan Islam di tahun 1453.
Menjadi pertanyaan besar, mengapa Tuhan membiarkan kaum penghujat-Nya menguasai salah satu pusat Kekristenan dan menjadikan Hagia Sophia sebagai tempat pemujaan allah palsu?
Mungkin dengan memahami kehendak Tuhan atas lembaran sejarah kelam itu kita akan tahu juga bagaimana kita dapat memulihkan kembali Hagia Sophia sebagai rumah Tuhan.
Seperti Nabi Yeremia yang menyesali kejatuhan Yerusalem, demikian pula para Patriark dan Uskup Gereja Ortodoks menyesali segala dosa-dosa yang mungkin telah mereka perbuat sehingga Konstantinopel harus jatuh ke tangan bani penyangkal Kristus!
Sampai sekarang kalangan Gereja Ortodoks masih menyesalkan sikap Gereja Katolik yang memberikan bantuan setengah hati sebagai penyebab kejatuhan Konstantinopel. Menanggapi permintaan Gereja Ortodoks di saat yang kritis, Gereja Katolik hanya menggalang bantuan seadanya dengan mengirimkan beberapa ratus orang pasukan perang salib dan beberapa kapal untuk membantu 7000 pasukan Bizantium. Sementara mereka harus mempertahankan kota menghadapi serbuan 80 ribu pasukan Ottoman Turki bersenjata lengkap yang dipimpin oleh Sultan Mehmed II.
Tentu saja bantuan setengah hati itu tidak berarti apa-apa dan Konstantinopel akhirnya harus jatuh pada tahun 1453. Selanjutnya Hagia Sophia dirampas, kekayaannya dijarah, ikon-ikonya yang indah dirusak, dan bangunan tersebut djadikan masjid.
Seharusnya kejatuhan Konstantinopel tidak perlu terjadi!
Pada Konsili ekumenis Ferrara-Florence tahun 1438-1445, delegasi Gereja Ortodoks diundang untuk membicarakan persatuan Gereja Ortodoks dengan Gereja Katolik. Salah satu agendanya tentu juga membahas kebutuhan bantuan pasukan untuk menghadapi ancaman Kekalifahan Ottoman Turki yang berambisi ingin menguasai Bizantium. Dalam konsili tersebut akhirnya disepakati Gereja Ortodoks menerima rumusan filioque dalam Sahadat Iman, menerima posisi Paus sebagai kepala Gereja universal, dan juga menerima doktrin purgatori. Dengan kata lain, secara praktis semua hambatan besar yang menghalangi persatuan Gereja Ortodoks ke dalam Gereja Katolik sudah tidak ada lagi. Persatuan Gereja yang akan memulihkan skisma pada tahun 1054 sudah di depan mata.
Namun sebelum kesepakatan itu ditandatangani secara resmi Patriakh Konstantinopel meninggal dunia. Situasi ini menyebabkan Gereja Ortodoks Yunani akhirnya berubah pikiran dan menolak kesepakatan. Ini tentu sangat mengecewakan. Bagaimana mungkin Gereja Katolik dapat menggalang dukungan yang penuh kepada Kekaisaran Bizantium sementara Gereja Ortodoks Yunani menolak kesepakatan untuk bersatu kembali? Sedikit atau banyak itu pasti ada pengaruhnya.
Jadi upaya persatuan yang gagal pada Konsili Ferrara-Florence ikut andil dalam kejatuhan Konstantinopel dan diubahnya Hagia Sophia menjadi masjid! Lebih jauh lagi kegagalam persatuan tersebut tidak perlu terjadi apabila beberapa abad sebelumnya, yaitu tahun 1054, skisma yang memisahkan Gereja Ortodoks dari Gereja Katolik tidak pernah terjadi!
Dengan kata lain, perpecahan Gereja yang terjadi akibat skisma tahun 1054 telah melemahkan Kekristenan. Tuhan pasti tidak menghendaki perpecahan itu terjadi. Sebagai akibatnya, Tuhan membiarkan Konstantinopel jatuh ke tangan kaum muslim karena Kekristenan gagal kembali bersatu!
Jika kita percaya kehancuran Bait Allah tahun 70 oleh gempuran terntara Romawi terjadi akibat hukuman Tuhan pada bangsa Israel karena mereka telah menolak Mesias, maka dengan logika yang sama kita juga bisa percaya bahwa kejatuhan Konstatinopel tahun 1453 adalah hukuman Tuhan akibat perpecahan Gereja yang terjadi sebelumnya! Ini juga logika yang sama dengan penyesalan Nabi Yeremia atas dosa-dosa bangsa Israel yang telah mengakibatkan kejatuhan Yerusalem oleh bangsa Babel.
Sekedar berandai-andai, jika skisma tahun 1054 tidak pernah terjadi dan Gereja Timur seluruhnya masih menjadi bagian tak terpisahkan dari Gereja Katolik maka Perang Salib yang dilancarkan tahun 1096 pasti akan berhasil dengan gilang-gemilang. Karena salah satu kendala dalam perang salib adalah adanya friksi antara pasukan perang salib dengan orang-orang Ortodoks. Jika friksi ini tidak ada maka sejarah perang salib pasti akan jauh berbeda. Perang salib tersebut tidak hanya berhasil merebut Yerusalem secara permanen tapi juga akan meruntuhkan seluruh kekuatan militer Islam. Selanjutnya Islam akan terdesak ke daerah-daerah terpencil dan hari ini masyarakat muslim harus dilindungi dari kepunahan oleh UNESCO.
Dengan kata lain jika skisma tahun 1054 tidak pernah terjadi, Islam tidak pernah menjadi ancaman bagi kemanusiaan!
Tapi bagaimanapun perpecahan Gereja akibat skisma tahun 1054 adalah fakta sejarah yang sudah terjadi dan tidak bisa dibatalkan. Dan sekarang kita harus menerima semua konsekuensinya, termasuk menerima kekecewaan akibat Hagia Sophia yang kini harus kembali menjadi tempat pemujaan allah palsu.
Keputusan Presiden Erdogan untuk mengubah Hagia Sophia menjadi masjid dapat menjadi kesempatan berharga bagi kita sebagai Kristen untuk merenungkan kembali mahalnya akibat yang harus kita tanggung akibat perpecahan Gereja. Sekaligus itu dapat menjadi momen berharga untuk kembali menyadari perlunya membangun semangat persatuan Kristen.
Dalam iman kita percaya dengan persatuan Kristen sebagaimana yang dikehendaki Tuhan, maka akan banyak persoalan di dunia ini yang dapat diselesaikan. Termasuk menjadikan kembali Hagia Sophia sebagai rumah Tuhan. Dengan pertolongan Tuhan itu bukan hal yang mustahil...
Tapi perpecahan Gereja tidak hanya antara Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks. Perpecahan itu juga terjadi dengan golongan Protestan yang sekarang sudah membelah diri menjadi puluhan ribu denominasi kecil.
Kita akan membahas masalah ini pada bagian yang kedua.
Viva Christo Rey!
0 Komentar