Menanggapi Video Dari Channel "romo ndeso" - part 1


Pax vobis, salam damai dan sejahtera...

Beberapa waktu yang lalu sebuah video dari channel 'romo ndeso' berbicara soal youtuber Katolik yang bersikap kritis dan menentang Konsili Vatikan II. Meskipun tidak menyebut nama channelnya secara langsung, banyak yang maklum bahwa yang dimaksud 'mungkin' adalah channel "Crusader Network'.

Maka dari itu saya ingin memberi sedikit tanggapan agar tidak muncul kesalahpahaman yang tidak produktif untuk kita semua.

[video..]

Pada awal kemunculannya, video-video Crusader Network menampilkan konten-konten sensitif yang mengkritisi secara tajam agama lain yang kita sama-sama tahu suka sekali menggunakan kekerasan fisik aau tindakan-tindakan tidak proporsional lain dalam menanggapi kritikan dan polemik di ranah intelektual. Maka penampilan anonim diperlukan agar pemikiran-pemikiran kritis dari channel ini dapat terus disampaikan dengan bebas di ruang publik.

Penampilan anonim itu tentunya juga terus berlanjut ketika membahas masalah-masalah lain, termasuk persoalan seputar Gereja.

Seharusnya ini tidak menjadi masalah karena yang lebih penting adalah materi konten yang saya sampaikan, bukan siapa saya atau jabatan saya. Keadaan ini justru memberi kesempatan semua orang menilai materi konten secara obyektif tanpa dipengaruhi oleh sikap subyektif.

Cukuplah publik tahu bahwa saya hanyalah seorang awam yang berkarya bukan karena otoritas tapi karena keinginan dan panggilan untuk menyuarakan kebenaran. 

[video..]

Ketika Gereja sedang mengalami krisis, ketika suster-suster menyanyikan lagu selamat lebaran, romo-romo menyanyikan lagu yang memuji-muji sosok agama lain, romo-romo bukannya membaptis tapi malah membimbing orang mengucapkan sahadat sesat, hirarki mengakomodasi penyembahan berhala di dalam Gereja, semangat penginjilan dilupakan dan diganti dialog atau toleransi kebablasan, sakrilegi dibiarkan terus terjadi, umat dan hirarki tidak lagi percaya perlunya Gereja bagi keselamatan, dan banyak masalah lainnya.. maka sikap diam dan membiarkan itu semua terjadi adalah sikap yang pasti ikut menghancurkan Gereja. Mengutip perkataan Paus St. Felix III, "Diam terhadap kekeliruan berarti mendukungnya."

Oleh karenanya siapapun yang mencintai Gereja, entah dia awam atau religius, tidak bisa bersikap diam ketika itu semua terjadi. Justru dengan bersikap kritis dan memberikan solusi terhadap apa yang terjadi kita ikut membangun kembali Gereja yang sedang dirusak oleh jaman.

Itulah yang saya lakukan melalui channel Crusader Network, bersikap kristis dan memberi solusi. Tentunya dalam kapasitas sebagai awam, tidak lebih.

[video..]

Benar sekali, ketaatan pada hirarki itu perlu. Dan ujung semua itu adalah ketaatan pada Tuhan. 

Tapi Gereja tidak pernah mengajarkan dan meminta kita bersikap taat secara buta. Di Kitab Suci kita membaca bagaimana Rasul Paulus menkritik secara terbuka Rasul Petrus, pemimpin para rasul, karena dia melakukan kesalahan. Rasul Paulus juga mengkritik Barnabas yang karena sikap ketaatan butanya mengikuti begitu saja kesalahan yang dilakukan oleh Rasul Petrus. Disini Kitab Suci mengajarkan kita tidak perlu taat pada hirarki yang tidak taat pada Tuhan dan ajaran-Nya.

Juga dari sejarah Gereja kita bisa belajar dari sikap St. Athanasius yang menolak taat pada Paus Liberius yang saat itu mendukung arianisme. St. Athanasius bahkan terkena ekskomunikasi karena sikapnya. Tapi sejarah membuktikan sikap pembangkangan St. Athanasius justru dibenarkan. Dia menjadi orang kudus dan Paus Liberius menjad Paus pertama yang tidak bergelar santo. Bisa dibayangkan apabila ketaatan buta menjadi keharusan, maka sejak abad keempat kita sudah tidak lagi percaya pada Allah Tritunggal yang Maha Kudus.

Kita harus lebih taat kepada Tuhan dari pada kepada manusia. Itulah yang diajarkan Kitab Suci pada kita.

Maka sekali lagi saya tegaskan, saya menghargai dan menjunjung tinggi ketaatan pada hirarki, tapi tidak untuk ketaatan buta. Kita harus menolak taat ketika diminta untuk melakukan apapun yang bertentangan dengan iman Katolik.

Oleh karenanya saya mengambil type bagi sikap kita dalam hidup menggereja saat ini pada teladan Nabi Daniel. Sekalipun hidup di tanah pembuangan Daniel tidak membangkang dan memberontak. Dia justru taat dan mengabdi pada raja-raja Babel. Tapi di atas semua itu dia tetap setia pada imannya dan menolak taat ketika diminta untuk melanggar ketetapan-ketetapan Tuhan. Meski untuk itu dia harus menerima hukuman dimasukkan ke dalam kandang singa.

Sikap dan teladan Nabi Daniel adalah sikap yang saya ambil dan selalu saya dorong untuk menjadi pilihan sikap kita di masa krisis yang sedang dialami Gereja saat ini.

[video..]

Disini harus kita bedakan, bertentangan dengan ajaran iman Katolik atau bertentangan dengan semangat Konsili Vatikan II?

Jika ada pernyataan saya dalam video manapun yang bertentangan dengan ajaran iman Katolik, silahkan beritahu saya maka dengan senang hati saya akan mengkoreksinya. Dalam hal ini sayapun masih terus belajar dan siap menerima koreksi atau masukan dari siapa saja.

Tapi kalau bertentangan dengan semangat konsili Vatikan II, itu tidak bisa terhindarkan. Ketaatan pada iman Katolik tidak bisa didamaikan dengan semangat konsili. "Hermeneutic of Continuity' yang ingin menyelaraskan semangat Konsili dengan ajaran iman Katolik tradisional sudah gagal. Kita harus menerima kenyataan keduanya memang tidak bisa disatukan.

Dalam hal ini saya memilih untuk taat pada ajaran iman Katolik meski untuk itu harus menentang semangat dan ajaran konsili.

[video..]

Untuk masalah ini saya hanya berkomentar, "Siapakah yang bisa menilai isi hati manusia?"

Apakah saya melakukan ini semua karena kebencian atau kecintaan pada Gereja, tidak bisa dihakimi oleh manusia. Biarlah Tuhan yang menjadi hakim bagi intensi-intensi saya.

Adalah bijak jika penilaian itu dibatasi pada pernyataan-pernyataan atau konten video, bukan intensinya.

Masih ada satu lagi yang ingin saya sampaikan, yaitu tentang pernyataan bahwa konsili Vatikan II sesat. Tanggapan untuk masalah ini akan saya sampaikan di video bagian kedua.

Viva Christo Rey.

Posting Komentar

0 Komentar