Hijrah Dari Kegelaoan #1 - Hijarnya Sang Kalifah



Ini adalah video yang pertama seri "HIJRAH DARI KEGELAPAN". Berbeda dengan seri "Islam Dan Akal Sehat" dimana saya mengkonfrontasi dan membongkar kekeliruan ajaran Islam, seri ini dimaksudkan untuk mengajak saudara-saudara kaum muslim untuk mengenal, menerima, dan mencintai Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Penyelamat. Maka pada seri ini saya tidak menggunakan tokoh Albert Einstein sebagai narator, tapi salah satu orang kudus Kristen yaitu St. Athanasius.

Membongkar kekeliruan ajaran Islam itu baik karena akan membantu saudara-saudara kaum muslim untuk lepas dari jerat kesesatan ajaran yang keliru. Namun mewartakan kebenaran Kristus jauh lebih penting dari itu karena pada kebenaran Kristus itulah terletak kunci keselamatan kekal yang dibutuhkan semua orang, termasuk muslim.

Dalam Islam, Yesus atau Isa hanyalah seorang nabi diantara banyak nabi lainnya. Akibatnya pesan penting yang dibawa Yesus yaitu Tuhan yang mengasihi dan menyelamatkan manusia menjadi hilang. Muslim hanya mengenal Tuhan yang maha pengasih dan penyayang dalam teori atau klaim saja, tapi tidak pernah dalam sejarah nyata. 

Di manakah dalam sejarah Allah SWT yang disembah muslim menunjukkan kasihnya pada manusia secara nyata? Tidak pernah, yang ada hanya asumsi dan klaim. Hanya dengan percaya Yesus sebagai Tuhan saja maka manusia bisa mengenal Tuhan yang sungguh-sungguh mengasihi manusia, bukan dalam teori atau klaim tapi dalam tindakan nyata yang tercatat dalam sejarah.

Juga muslim tidak mungkin memeperoleh keselamatan dengan mengandalkan usahanya sendiri. Akibat dosa, manusia di dunia itu ibarat orang-orang yang terjatuh dari kapal dan berusaha naik ke atas kapal. Mereka berusaha berpegangan pada apapun yang tampak mengapung di laut dan berusaha untuk naik ke kapal, tapi sudah pasti tidak akan bisa. 

Hanya ada satu cara untuk selamat, yaitu menerima pelampung penyelamat yang dilemparkan dari kapal. Yesus adalah satu-satunya pelampung penyelamat yang dilemparkan dari kapal untuk menolong setiap manusia agar bisa naik ke kapal. Yesus adalah Tuhan yang berinkarnasi menjadi manusia untuk menyelamatkan seluruh manusia, sekali dalam sejarah untuk selamanya. Hanya dengan melepaskan segala yang lain dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Penyelamat saja manusia dapat diselamatkan. Tidak ada jalan lain.

Tapi meskipun tahu bahwa Islam tidak menyelamatkan dan hanya Yesus saja yang dapat menyelamatkan, ada banyak kendala yang menghalangi seorang muslim untuk meninggalkan Islam dan menerima Yesus. Ada tekanan sosial, ekonomi, atau bahkan juga ancaman nyawa bagi mereka yang berani meninggalkan Islam.

Kembali pada analogi pelampung penyelamat satu-satunya tadi. Apakah kita masih ragu melepaskan segala sesuatu yang menghalangi kita meraih pelampung tersebut? Seharusnya tidak! Mereka yang bijak dan berakal sehat akan melepaskan apapun demi meraih satu-satunya pelampung penyelamat tersebut. Apa gunanya kita memiliki segala sesuatu di dunia tapi kehilangan keselamatan kekal? Bahkan ancaman nyawa tidak layak jadi penghalang bagi keselamatan kekal.

Itulah yang dicontohkan oleh seorang Kalifah dan sekaligus Imam Islam yang terkenal bernama Al-Muizz li-Dinallah. Dia adalah Kalifah Fatimiyah yang keempat dan berkuasa dari tahun 953 - 975 M. Di masa kekalifahannya dia menaklukkan Mesir dan memindahkan pusat Kekalifahan dari Tunisia ke Mesir. Kalifah Al-Muizz mendirikan Kota Al-Kahirah (Kairo) sebagai ibukota Kekalifahan Fatimiyah yang baru pada tahun 969, membangun Masjid Al-Azhar dan juga sekaligus mendirikan Universitas Al-Azhar. Keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari sejarah Mesir hingga hari ini dan namanya masih diabadikan sebagai salah satu nama jalan di Kairo.

Demi menjaga keamanan dan stabilitas negerinya, Kalifah Al-Muizz membangun komunikasi yang baik dengan komunitas-komunitas yang ada di Mesir, termasuk dengan orang-orang Kristen Koptik dan Yahudi. Sebagai seorang yang memiliki wawasan intelektual yang baik dan tertarik untuk mencari kebenaran, dia sering mengundang orang-orang Koptik dan Yahudi untuk berdiskusi atau berdebat soal agama secara berkala.

Pada tahun 975, Patriark Abraham Ibnu Zahra yang baru terpilih sebagai pemimpin Gereja Koptik bersama seorang uskup bernama Saverius hadir dalam diskusi dan debat antar agama tersebut. Pada suatu sesi Uskup Saverius terlibat perdebatan sengit dengan seorang rabi Yahudi dan memberikan pernyataan yang memojokkan rabi tersebut.

Merasa sakit hati karena dipermalukan di depan sang Kalifah, rabi tersebut mengadu pada sahabatnya, seorang Menteri bernama Yakub Ibnu Kilis. Ia seorang Yahudi yang menjadi mualaf demi mendapatkan jabatan. Keduanya berusaha mencari jalan untuk membalas kelakuan Uskup Saverius.

Akhirnya mereka mendapatkan sebuah ayat Injil yang berbunyi, "Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, -- maka gunung ini akan pindah.." (Mat.17:20)

Mereka berusaha membujuk Kalifah Al-Muizz agar menuntut Patriark Abraham untuk membuktikan kebenaran ayat tersebut. Setuju dengan bujukan menterinya, Kalifah Al-Muizz lalu memanggil Patriark Abraham dan menuntutnya untuk membuktikan kebenaran ayat Injil tersebut dengan memindahkan Bukit Mokattam. Jika gagal membuktikannya, Kalifah Al-Muizz memberikan tiga pilihan. Yang pertama, semua orang Kristen Koptik harus menjadi muslim. Kedua, jika tidak mau mereka harus pergi meninggalkan Mesir. Ketiga, jika tidak bersedia menjadi muslim atau pergi dari Mesir, semua orang Kristen Koptik akan dibunuh.

Kalifah Al-Muizz memberikan waktu tiga hari bagi Patriark Abraham dan semua orang Kristen Koptik untuk membukikan ayat tersebut. Dalam pikiran Patriark Abraham ini permintaan yang mustahil, tapi dia tidak punya pilihan lain. Patriark Abraham lalu kembali ke gerejanya dan memerintahkan semua uskup untuk meminta semua orang Koptik di seluruh Mesir berpuasa dan berdoa selama tiga hari. Sementara Patriark Abraham memilih mengurung diri di dalam gereja untuk berdoa dan berpuasa selama tiga hari tanpa tidur sambil memohon pertolongan Tuhan untuk menyelamatkan umat-Nya.

Pada hari ketiga puasanya, Patriark Abraham didatangi oleh Bunda Maria yang menampakkan diri kepadanya. Bunda Maria memberikan petunjuk kepada Patriark Abraham untuk pergi ke gerbang kota dan menemui seseorang yang buta sebelah matanya dan membawa tempat air. Orang itu dipilih Tuhan untuk menolong Patriark Abraham dan semua orang Kristen di Mesir.

Orang yang dimaksud adalah seorang tukan sepatu bernama Simon atau Samaan. Matanya sebelah buta karena dia mengikuti perintah Injil, "Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka..." (Mrk. 9:47). Pada waktu itu Samaan melihat betis seorang wanita pelanggan yang datang ke tokonya untuk dibuatkan sepatu. Begitu sadar matanya telah membangkitkan hawa nafsunya terhadap wanita tersebut, Samaan langsung mencungkil matanya sendiri sesuai apa yang tertulis dalam Injil. Karena imannya yang besar itulah ia dipilih Tuhan untuk membantu Patriark Abraham dan semua orang Kristen memindahkan Bukit Mokattam, sesuai teks Injil.

Sewaktu Patriark Abraham menemuinya dan meminta pertolongan, Samaan sempat menolak. Namun setelah Patriark Abraham mengatakan bahwa Bunda Maria sendiri yang memintanya, maka Samaanpun bersedia menolong.

Pada hari yang ditentukan, di pagi hari Patriark Abraham bersama semua uskupnya dan orang-orang Koptik dari seluruh Mesir datang berkumpul di kaki bukit. Samaan berdiri di belakang Patriark untuk memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan. Sementara itu Kalifah Al Muizz dan para menterinya serta rabi-rabi Yahudi juga hadir untuk menyaksikan kegagalan memalukan dari Patriark Abraham dan semua orang Kristen untuk membuktikan kebenaran Injil.

Samaan lalu memberi instruksi kepada Patriark Abraham untuk memimpin umatnya mengucapkan doa sederhana, "Kyrie Eleison!" yang artinya, "Tuhan kasihanilah" sebanyak 400 kali. Masing-masing 100 kali ke setiap arah mata angin. Setelah itu Patriark Abraham mengangkat salib ke arah Bukit Mokattam dan memerintahkannya untuk pindah.

Di luar dugaan semua orang yang hadir, Bukit Mokattam mulai bergetar dan terangkat ke atas saat Patriark Abraham mengangkat salib dan memerintahkan bukit tersebut untuk pindah. Matahari pagi terlihat oleh semua orang yang hadir melalui bagian bawah bukit yang terangkat. Tiga kali Patriark Abraham mengangkat salib dan memerintahkan bukit itu pindah, tiga kali pula Bukit Mokattam terangkat dan berpindah.

Akhirnya dalam ketakutannya yang amat sangat, Kalifah Al-Muizz memerintahkan Patriark Abraham untuk berhenti, "Cukup ya Patriark, kota Kairo bisa hancur kalau kau teruskan... kini sudah aku ketahui iman Kristenmu memang benar!" Sesuai perintah Kalifah Al Muizz, Patriark Abraham lalu berhenti dan menoleh ke arah Samaan untuk mendengarkan instruksi berikutnya. Tapi Samaan sudah menghilang entah kemana dan sejak saat itu tidak pernah ditemukan lagi.

Kalifah Al Muizz yang melihat bukti kebesaran Tuhan di hadapannya tentu saja sangat terguncang. Iman Islamnya menjadi goyah seketika itu juga. Di hadapan banyak orang dari mulutnya sendiri sudah terucap pengakuan atas kebenaran iman Kristen dan ia tidak mungkin menariknya lagi. Maka Kalifah Al Muizz meminta Patriark Abraham untuk membaptisnya menjadi pengikut Kristus keesokan harinya. Ia dibaptis oleh Patriark Abraham dengan nama baptis Stefanus. Tempat pembaptisannya masih terpelihara sampai sekarang di Gereja St. Merkurius, Kairo.

Bertobatnya Kalifah Al Muizz menjadi seorang Kristen tentu menimbulkan keguncangan besar bagi Kekalifahan Fatimiyah Mesir. Kalifah Al Muizz, atau sekarang bernama Kalifah Stefanus Al Muizz menyadari tidak mungkin ia menjadi seorang Kristen tapi sekaligus pemimpin tertinggi Islam. Tapi dia tahu apa yang harus dipilihnya. Ia menyerahkan tahta kekalifahan kepada anaknya dan melepaskan segala keduniawian yang melekat padanya, yaitu seluruh harta serta istri-istrinya. Selanjutnya Ia memilih hidup mengasingkan diri di biara sebagai seorang biarawan untuk berdoa dan melayani Tuhan sampai akhir hidupnya. Ex-Kalifah Stefanus Al-Muiz akhirnya meninggal dunia pada tanggal 19 Desember tahun 975 sebagai seorang pengikut Kristus yang sederhana. 

Seorang Kalifah dan Imam tertinggi Islam, pendiri kota Kairo, pendiri Masjid Al-Azhar, dan pendiri Universitas Al-Azhar yang terkenal, memilih meninggalkan segala-galanya demi Kristus. Dia tahu iman Islam tidak menyelamatkannya, dan sebaliknya iman Kristen menyediakan satu-satunya jalan keselamatan. Apa gunanya memiliki segala kemegahan dunia jika tidak memperoleh keselamatan kekal? Maka iapun memilih untuk hijrah dari kegelapan dengan melepaskan semua yang dimilikinya demi menerima keselamatan kekal di dalam Yesus Kristus.

Semoga kisah nyata ini bisa memberikan inspirasi bagi setiap muslim untuk berani melepaskan segala sesuatu dan berani mengambil resiko apapun, demi memperoleh keselamatan kekal di dalam satu-satunya Penyelamat, yaitu Yesus Kristus.

Dari hamba Kristus dan pelayan para prajurit Kristus...

Viva Christo Rey!


Posting Komentar

0 Komentar