Benarkah Apollinaris Darmawan Menghina Islam?


Pax vobis, salam damai bagi kita semua...

Beberapa hari ini kita dihebohkan dengan berita ditangkapnya Apollinaris Darmawan karena dituduh menghina Islam. Halaman twitternya memang penuh kata-kata keras yang mempertanyakan dan mengkritisi klaim-klaim kebenaran Islam.

Tapi apakah karena kata-katanya yang keras dan tidak menyenangkan bagi sebagian muslim lantas itu harus disebut penghinaan? Tunggu dulu... tidak segampang itu. Bisa kacau negara ini kalau setiap pernyataan yang tidak menyenangkan bagi kelompok tertentu dianggap penghinaan dan harus dikriminalisasi!

Dua ribu tahun lalu juga ada orang yang menyebut kelompok lain 'ular biludak', 'kuburan yang berlabur putih', 'keturunan iblis', dan kata-kata menyakitkan lainnya. Orang yang mengatakan kata-kata keras itu tidak lain dan tidak bukan adalah Yesus Kristus!

Apakah perkataan Yesus merupakan penghinaan? 
Tentu tidak!

Penghinaan adalah perbuatan atau perkataan yang merendahkan orang lain. Tapi apa yang dikatakan Yesus kepada orang-orang farisi tidak dapat disebut merendahkan mereka karena kata-kata-Nya memang benar dan sesuai dengan fakta. 

Demikian juga dengan kasus Apollinaris Darmawan. Harus jelas apakah kata-kata keras yang diucapkannya itu sesuai fakta atau tidak. Walau kata-katanya keras dan menyakitkan, kalau sesuai dengan fakta tentu tidak bisa dikatakan penghinaan. Sama seperti menyebut orang tak berambut dengan julukan 'si botak' bukanlah penghinaan karena sudah sesuai fakta.

Dalam kasus ini muslim punya banyak kesempatan untuk membantah pernyataan-pernyataan Apollinaris Darmawan, atau menuntut bukti dari semua pernyataannya. Kenapa itu tidak dilakukan? Mengkriminalisasi masalah ini hanya menunjukkan irrasionaitas dan keterbelakangan muslim yang memperkarakannya. Itu pasti akan tercatat sebagai tindakan reaktif yang mempermalukan kaum muslim sendiri.

Ironisnya beberapa waktu yang lalu ada ustad terkenal yang di depan publik mengatakan kalau di salib ada jin. Bukti-bukti videonya banyak beredar. Saya jamin ustad tersebut tidak akan mampu membuktikan kata-katanya. Itu jelas penghinaan karena tidak sesuai fakta dan merendahkan! Walau itu dikatakannya dalam lingkungan tertutup, pernyataan itu tetap sebuah kebohongan dan fitnah. Mengapa kasus itu tidak tersentuh hukum meski sudah banyak yang menuntut?

Apakah di negeri ini penghinaan hanya berlaku bagi pernyataan yang merugikan Islam tapi tidak berlaku bagi pernyataan yang merugikan agama lain? Seperti inikah keadilan di Indonesia?

Seharusnya muslim malu!

Selain itu ada hal yang lebih penting!

Kemajuan teknologi internet membuat dunia masuk ke era keterbukaan informasi yang belum pernah ada sebelumnya. Berkat keterbukaan informasi ini dengan mudah setiap orang memperoleh nyaris semua informasi yang dibutuhkan sehingga apa yang tidak benar akan terbongkar dan apa yang benar akan bersinar. 

Keadaan ini membutuhkan tidak hanya adaptasi kebiasaan baru tapi juga adaptasi budaya baru. Sudah bukan jamannya lagi kita percaya buta pada narasi kebenaran yang disuarakan oleh mereka yang mengaku ulama atau pemuka agama. Dengan keterbukaan informasi semua narasi-narasi kebenaran dari berbagai agama dan kepercayaan  harus bersedia duji oleh keterbukaan informasi dan proses intelektual yang jujur. 

Karenanya keberanian dan kebebasan untuk mempertanyakan setiap narasi kebenaran harus menjadi bagian dari budaya baru jaman ini. Kebenaran sejati yang lolos ujian akan bersinar, sedangkan klaim kebenaran palsu yang tidak lolos uji akan dicampakkan. Cepat atau lambat, suka atau tidak suka, proses seperti ini memang sedang terjadi dan harus dialami oleh semua agama.

Contohnya, beberapa tahun lalu nyaris semua muslim percaya bahwa di dunia ini hanya ada satu versi Quran yang terjaga utuh keasliannya sejak jaman Muhamad. Ini narasi tradisional yang mungkin sudah dipegang teguh selama berabad-abad lamanya.

Tapi sekarang narasi itu tidak bisa dipertahankan lagi karena berkat keterbukaan informasi kini orang tahu adanya banyak versi Quran di dunia, adanya berbagai perubahan dan upaya penyeragaman Quran dalam sejarah Islam, dan lain-lain. Akibatnya, suka atau tidak suka muslim harus melepaskan narasi lama tentang keterjagaan Quran dan membangun kembali narasi yang lebih realistis.

Hal seperti ini tidak hanya dialami Islam, tapi juga semua agama lain. Keterbukaan informasi memang menuntut semua agama tanpa kecuali harus bersedia diuji validitas seluruh narasi kebenarannya. Dengan demikian orang-orang seperti Apollinaris Darmawan yang dengan cuitan atau postingan-postingannya mengkritik dan mempertanyakan validitas kebenaran Islam atau agama-agama lain, pasti akan muncul sebagai bagian yang niscaya dari era keterbukaan informasi.

Membungkam dan menangkapi orang-orang seperi Apollinaris Darmawan dengan berbagai alasan akan sia-sia dan memalukan. Mereka akan selalu muncul dan akan makin banyak karena keterbukaan informasi, akal sehat, dan kerinduan manusia untuk mencari kebenaran cenderung akan memunculkan orang-orang seperti itu. Mengkriminalisasi mereka sama dengan menahan gelombang tsunami dengan tumpukan karung pasir, itu usaha yang sia-sia dan terlihat bodoh.

Mari kita sikapi dengan bijak kehadiran orang-orang seperti itu sebagai bagian dari proses seleksi kebenaran yang tidak mungkin kita hindari. Mengkriminalisasi mereka bukan solusi, mengubah sikap kita untuk beradaptasi dengan budaya baru adalah solusinya!

Kecuali yang kita cari adalah pembenaran, bukan kebenaran!

Terima kasih atas perhatian anda, salam akal sehat....

Posting Komentar

0 Komentar