Pax vobis, salam damai bagi kita semua...
Mujizat besar yang terjadi di hadapan lebih dari 70 ribu orang pada tanggal 13 Oktober 1917 di Fatima - Portugal, begitu fenomenal sehingga banyak orang percaya itu adalah mujizat terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah Gereja Katolik setelah kebangkitan Tuhan. Sebagian orang mengkaitkan penampakan Bunda Maria di Fatima yang disertai mujizat matahari sebagai penggenapan dari Kitab Wahyu:
Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. (Why.12:1)
Mujizat tersebut mengkonfirmasi kebenaran dari tiga pesan rahasia yang disampaikan Bunda Maria pada tanggal 13 Juli 1917 kepada tiga anak gembala: Lusia, Fransisko, dan Yasinta. Seperti yang sudah dijelaskan di video sebelumnya, ketiga pesan tersebut berkaitan dengan rencana iblis untuk menghancurkan Gereja Katolik dengan membawanya pada kemurtadan melalui ekumenisme.
Sekedar untuk mengingatkan kembali, ekumenisme yang dimaksud dalam video ini adalah gerakan untuk mempersatukan Kekristenan dengan jalan dialog. Gerakan ekumenisme ini dimulai oleh denominasi-denominasi Protestan pada tahun 1910.
Sementara itu Bunda Maria datang di Fatima tahun 1917 membawa pesan agar Gereja Katolik menentang upaya persatuan ekumenisme tersebut. Ini bisa terbaca dari pesan rahasia kedua yang berbicara soal perlunya konsekrasi Rusia oleh Paus dan uskup-uskup seluruh dunia agar Rusia bertobat. Yang dimaksud dengan pertobatan Rusia tentunya adalah kembalinya Gereja Ortodoks Rusia ke dalam Gereja Katolik. Persatuan ini kelak akan mengawali bersatunya kembali semua kelompok-kelompok Kristen yang terpisah ke dalam Gereja Katolik. Itulah persatuan Kristen yang dikehendaki Tuhan.
Gerakan ekumenisme yang dimotori oleh denominasi-denominasi Protestan tahun 1910 itu pada akhirnya memang dikecam oleh Paus Pius XI dalam ensiklik Mortalium Animos pada tahun 1928. Tapi kecaman melalui ensiklik saja tidak cukup untuk menghentikan ekumensme, Bunda Maria menginginkan agar Rusia dikonsekrasi untuk melawan ekumenisme. Paus Pius XI dan Paus Pius XII memang berusaha melakukan konsekrasi Rusia. Sayangnya upaya konsekrasi tersebut belum dilakukan sesuai dengan permintaan Bunda Maria. Akibat kelalaian tersebut, Gereja Ortodoks malah ikut bergabung dengan gerakan ekumenisme ini pada tahun 1948. Dengan bergabungnya Gereja Ortodoks dan Protestan maka tinggal Gereja Katolik saja yang masih bertahan untuk menolak gerakan ekumenisme.
Pesan rahasia ketiga yang menurut Sr. Lusia diminta oleh Bunda Maria agar dibuka pada tahun 1960 kemungkinan besar berupaya memperingatkan tentang adanya upaya untuk menggiring Gereja Katolik agar ikut terjerumus ke dalam gerakan ekumeisme ini. Tapi sayang sekali oleh Paus Yohanes XXIII yang memang sudah merencanakan Konsili Vatikan II, pesan penting ini diabaikan. Tujuan utamanya tentu agar pesan tersebut tidak mengganggu rencananya untuk menjerumuskan Gereja Katolik ke dalam ekumenisme melalui Konsili Vatikan II.
Sejak wawancara terakhirnya dengan Fr. Fuentes tahun 1957, Sr. Lusia tidak lagi muncul di depan publik selama kurang lebih 10 tahun. Sampai akhinya Sr. Lusia tampil kembali ke depan publik pada peringatan 50 tahun mujizat Fatima pada tahun 1967 dengan penampilan dan sikap yang sangat berbeda! Bahkan pada beberapa wawancara yang dilakukan pada tahun 1992-1993, Sr. Lusia mengkontradiksi semua pernyataan sebelumnya. Salah satunya dia menyangkal bahwa pesan rahasia ketiga harus dibuka pada tahun 1960. Dia juga menyangkal bahwa pertobatan Rusia yang dimaksud adalah kembalinya Gereja Ortodoks ke dalam Gereja Katolik!
Dengan kata lain, Sr. Lusia menyangkal bahwa pesan Bunda Maria di Fatima bertujuan untuk menentang ekumenisme dan memperingatkan adanya konsili yang akan menjerumuskan Gereja Katolik ke dalam ekumenisme!
Bagaimana mungkin Sr. Lusia malah menyangkal pesan terpenting Bunda Maria?
Beruntung dengan keterbukaan informasi akibat teknologi internet, misteri ini mulai menunjukkan titik terang. Dengan tujuan untuk mencari jawaban atas perubahan sikap dan penampilan Sr. Lusia, orang mulai menyelidiki foto-foto Sr.Lusia sebelum tahun 1967 dan membandingkannya dengan foto-foto Sr. Lusia setelah tahun 1967. Dari perbandingan foto-foto tersebut orang mulai menduga bahwa Sr.Lusia yang tampil ke publik setelah tahun 1967 bukanlah Sr.Lusia yang menerima pesan Bunda Maria di Fatima. Keduanya kemungkinan besar orang yang berbeda!
Silahkan perhatikan foto-foto Sr. Lusia sebelum tahun 1967 dan sesudahnya.
[foto-foto]
Pada video bagian kedua saya akan mengungkapkan hasil penyelidikan dari Dr. Peter Chojnowski yang melibatkan beberapa pakar terkemuka di bidang pengenalan wajah, forensik, tulisan tangan dan lain-lain. Penyelidikan Dr. Chojnowski mengkonfirmasi bahwa Sr. Lusia yang dikenal dunia dan meninggal pada tahun 2005 adalah Sr. Lusia palsu, bukan Sr. Lusia penerima pesan Bunda Maria di Fatima!
Apabila hasil penyelidikan Dr. Chojnowski benar, maka ini akan menjadi skandal Gereja Katolik yang terburuk sepanjang sejarah! Ini akan lebih buruk dari skandal pelecehan seksual yang terjadi secara masif di kalangan hirarki Gereja Katolik selama beberapa puluh tahun terakhir. Skandal ini akan menempatkan Konsili Vatikan II sebagai sebuah konsili jahat yang di dalamnya melibatkan penipuan dan mungkin juga pembunuhan.
Jika hasil penyelidikan ini benar, apa tujuan Vatikan memalsukan Sr. Lusia?
Apabila kita memahami pesan Bunda Maria di Fatima bertujuan untuk melawan ekumenisme sedangkan Konsili Vatikan II bertujuan untuk menjerumuskan Gereja Katolik dalam ekumenisme maka arahnya menjadi sangat jelas. Pemalsuan Sr. Lusia tentunya bertujuan untuk membungkam atau mengubah pesan-pesan Bunda Maria sedemikian rupa agar tidak mengganggu agenda ekumenisme yang menjadi semangat dan tujuan sesungguhnya dari Konsili Vatikan II.
Tanpa pemalsuan Sr. Lusia maka hirarki Gereja Katolik pendukung konsili pasti kesulitan menjelaskan mengapa pesan penting dari Bunda Maria di Fatima dilanggar dengan mengadakan Konsili Vatikan II?
Untungnya upaya pemalsuan Sr. Lusia setengah abad yang lalu tidak memperhitungkan kemajuan dunia internet dan munculnya era keterbukaan informasi. Pemalsuan yang sempat berjalan mulus tanpa hambatan selama bertahun-tahun hingga Sr. Lusia meninggal dunia tahun 2005, sekarang mulai dipermasalahkan dan menimbulkan pertanyaan besar yang sangat sulit untuk dijawab oleh Vatikan.
Memang benar, sebelum ada pernyataan resmi dari Vatikan atau keputusan pengadilan, kasus pemalsuan Sr. Lusia baru sebatas dugaan. Tapi dengan keterbukaan informasi yang terjadi sekarang, bagaimanapun kasus ini akan menjadi konsumsi publik dan membuat banyak orang akan mulai bersikap kritis terhadap Konsili Vatikan II.
Ini perkembangan yang bagus!
Bukti-bukti kuat yang dihadirkan oleh Dr. Peter Chojnowski mau tidak mau akan mengundang pertanyaan, ada apa dengan Konsili Vatikan II sehingga harus melibatkan cara-cara kotor semacam itu? Dan pertanyaan besarnya, mungkinkah Konsili Vatikan II karya Roh Kudus?
Ini akan mendorong banyak orang menggali informasi lebih dalam lagi tentang Konsili Vatikan II. Saat itulah mereka akan disadarkan bahwa selama ini Konsili Vatikan II telah menghasilkan buah-buah buruk yang menghancurkan Gereja Katolik. Apalagi dengan menyadari bahwa semangat konsili adalah semangat ekumenisme dan semangat ekumenisme pada akhirnya berujung pada kemurtadan, banyak orang akan mulai menolak Konsili Vatikan II dan menuntut hirarki untuk kembali pada ajaran Gereja Katolik tradisional pra-konsili. Misa Novus Ordo yang dibangun dengan semangat ekumenis akan dijauhi dan sebaliknya umat mulai menuntut kembalinya Misa Latin Tradisional.
Sekalipun hirarki Gereja tetap akan menjalankan agenda ekumenisme sesuai amanat Konsili Vatikan II, akan semakin banyak umat yang sadar dan memilih untuk menjadi sisa umat yang setia dengan menolak semangat konsili demi keselamatan jiwa mereka sendiri. Mereka akan memilih bersikap seperti Nabi Daniel yang setia pada imannya meski harus hidup dalam pembuangan di tanah Babel.
Mereka akan mulai kritis terhadap gembala-gembala upahan yang mempropagandakan semangat konsili, yang menganggap semua agama menyembah Tuhan yang sama, dan yang mengedepankan semangat dialog dengan melupakan penginjilan. Sebaliknya mereka mulai mendengarkan dengan penuh perhatian gembala-gembala sejati yang masih setia mewartakan Sabda Tuhan dan berani menggembalakan mereka di jalan sempit menuju air kehidupan sesuai dengan kehendak Tuhan.
0 Komentar