Adakah Keterakaitan Antara Skisma, Reformasi,Ekumenisme, Dan Antikristus?


Pax vobis, salam damai dan sejahtera...

Salah satu komentar meminta saya untuk membahas soal perpecahan Gereja, mulai dari skisma hingga reformasi. Maksudnya baik, agar kita mengetahui apa yang menyababkan perpecahan sehingga dengan demikian kita bisa mendapatkan gagasan yang lebih baik untuk memulihkan Gereja Kristus dari perpecahan yang terjadi.

Tapi saya tidak akan membahas detail sebab-sebab perpecahan tersebut, baik itu skisma atau reformasi. Membahas detail masalah itu hanya akan membuat kita terpancing melakukan polemik berkepanjangan yang tidak produktif dan menghambat upaya persatuan melalui metanoia yang sedang kita bangun. Ingatlah, perpecahan itu sudah dibahas berabad-abad dan tidak menghasilkan solusi kongkrit. Tidak ada gunanya dilanjutkan lagi.

Posisi saya dalam masalah skisma ataupun reformasi jelas, semua pihak memiliki andil terhadap perpecahan tersebut. Ini sudah saya sebutkan dalam video sebelumnya. Maka solusi terbaik adalah saling memaafkan dan melupakan. Selanjutnya jadikan itu sebagai sejarah masa lalu dan bersama-sama kita move-on untuk membangun kembali persatuan melalui metanoia. Itu yang saya percaya sejalan dengan kehendak Tuhan karena persatuan dengan metanoia PASTI akan mengembalikan kita semua ke tempat dimana kita pernah bersatu sebelumnya, yaitu di dalam Gereja Kristus yang satu, kudus, katolik, dan apostolik.

Ini berbeda dengan upaya persatuan melalui ekumenisme dimana kita PASTI bersatu di dalam wadah "gereja baru" yang disepakati bersama oleh semua kelompok yang ingin bersatu. Apakah gereja baru itu sama dengan Gereja Kristus? Sudah PASTI tidak sama. Gereja baru yang dibentuk dari ekumenisme tidak lain adalah Menara Babel baru yang dibangun dengan tangan manusia untuk mencapai surga. Tentunya dengen bantuan inspirasi dari bapa segala dusta.

Maka dari itu ketimbang saya membahas detail sebab-sebab perpecahan, saya akan membahas makna apa yang ada di balik perpecahan itu. Dengan demikian kita dapat memahami perpecahan tersebut dalam konteks yang lebih luas dan tahu apa yang harus kita lakukan sejalan dengan kehendak Tuhan.

Untuk memahami makna dari perpecahan Gereja yang terjadi akibat skisma dan reformasi, saya ingin mengajak kita melihat ujungnya dulu. Ini akan mudah karena itu sudah dinubuatkan dalam Kitab Suci sehingga pasti bisa kita sepakati.

Dalam Surat Tesalonika yang kedua Rasul Paulus menyebutkan soal terjadinya murtad dan datangnya manusia durhaka sebelum kedatangan Kristus yang kedua. Apa itu murtad? Murtad dalam konteks ini adalah menyangkal Tuhan dan menggantikannya dengan humanisme atau nilai-nilai kemanusiaan. Jadi kemurtadan terwujud ketika nilai-nilai humanisme menggantikan ajaran Tuhan.

Jika seruan pertobatan oleh Yohanes Pembaptis dikumandangkan untuk mempersiapkan kedatangan Yesus Kristus, maka kemurtadan adalah upaya yang dipersiapkan para nabi palsu untuk menyambut kedatangan manusia durhaka, yaitu Antikristus. Selanjutnya Antikristus ini akan memimpin seluruh manusia yang sudah murtad untuk menyembah iblis, bapa segala dusta.

Pertanyaannya, bagaimana orang-orang Kristen yang semula percaya Tuhan bisa menjadi murtad? 
Jawabannya adalah melalui ekumenisme! Sejak awal ekumenisme adalah upaya membangun persatuan dengan jalan dialog dan semangat persaudaraan. Itu bahasa halusnya. Apa yang terjadi dalam ekumenisme adalah mengkompromikan kebenaran demi persatuan.

Ketika kelompok yang ingin dipersatukan semakin banyak dan beragam, maka nilai kebenaran yang harus dikompromikan juga semakin banyak. Akhirnya ekumenisme ini akan sampai pada keadaan dimana kebenaran Tuhan disingkirkan seluruhnya dan digantikan dengan humanisme. Itulah kemurtadan yang dihasilkan dari ekumenisme untuk mempersiapkan kedatangan Antikristus.

Lalu mengapa ekumenisme bisa terjadi? 

Ekumenisme bisa terjadi karena ada perpecahan Kristen! Jika tidak ada perpecahan Kristen maka ekumenisme juga tidak ada dan kemurtadanpun tidak akan terjadi. Jadi perpecahan Kristen, ekumenisme, dan kemurtadan untuk menyambut kedatangan Antikristus merupakan satu rangkaian sebab-akibat yang tidak bisa dipisahkan. Karena menurut Rasul Paulus kedatangan Antikristus adalah pekerjaan iblis, maka perpecahan Kristen, ekumenisme, dan kemurtadan adalah pekerjaan iblis.

Dengan demikian suka atau tidak suka perpecahan akibat skisma dan reformasi adalah pekerjaan iblis juga. Tapi kembali saya tegaskan, sikap saya dalam hal ini semua pihak yang terlibat memiliki andil dalam perpecahan. Baik Katolik, Ortodoks, dan Protestan, semua berkontribusi. Jadi apapun penyebabnya satu hal yang pasti, perpecahan akibat skisma dan reformasi adalah pekerjaan dari bapa segala dusta. 

Sekarang mari kita lihat apa dampak skisma dan reformasi pada Gereja Kristus yang satu, kudus, katolik, dan apostolik...

Setelah pengakuan Petrus bahwa Yesus adalah Mesias, Tuhan berkata,
"...Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Mat.16:18-19)

Selanjutnya setelah kebangkitan dan sebelum kenaikan-Nya ke surga Tuhan menegaskan kembali tugas Petrus, "Gembalakanlah domba-domba-Ku!" hingga tiga kali berturut-turut (Yoh.21:15-17).

Jelas bahwa Gereja yang didirikan Tuhan kita diserahkan kepemimpinannya kepada Petrus dan para penggantinya. Itu yang dikehendaki Tuhan.

Orang bisa saja berdalih yang memimpin Gereja adalah Yesus Kristus, itu benar. Tapi harus diingat bahwa Yesus sendiri yang telah menyerahkan kepemimpinan Gereja pada Petrus sebagai wakil-Nya (lihat kembali Yoh.21:15-17). Dengan demikian barang siapa menyangkal Petrus dan para penggantinya sebagai kepala Gereja sama dengan menyangkal Kristus juga.

Maka ketika Patriark Konstantinopel Michael Cerularius melakukan skisma pada tahun 1054 dengan menolak kepemimpinan Paus dan memisahkan diri menjadi Gereja Ortodoks, pada dasarnya Gereja Ortodoks telah menolak Wakil Kristus sebagai pemimpin Gereja. Itu otomatis berarti menolak Kristus juga.

Beberapa kali upaya untuk mempersatukan kembali Gereja Ortodoks ke dalam Gereja Katolik gagal, dan Gereja Ortodoks tetap menolak kepemimpinan Wakil Kristus. Ketimbang menerima model Gereja Kristus yang satu kawanan dengan satu gembala, Gereja Ortodoks memilih konsep gereja yang baru yaitu banyak kawanan dengan banyak gembala.

Selanjutnya Martin Luther yang melakukan protes terhadap Gereja pada tahun 1517 dan melakukan gerakan reformasi, memecah belah Gereja lebih lanjut. Karena Martin Luther hanyalah seorang imam maka dia tidak hanya menolak kepemimpinan Wakil Kristus tapi juga sekaligus menolak otoritas Gereja apostolik. Akibatnya setiap orang bebas menafsirkan Kitab Suci menurut pikirannya sendiri dengan mengatasnamakan Roh Kudus. Otoritas penafsiran Sabda Tuhan tidak lagi ada pada institusi Gereja apostolik tapi pada setiap individu. Dengan demikian gerakan reformasi menandai gagasan penafsiran Sabda Tuhan yang bersifat subyektif dan relatif. Ini yang kelak langsung atau tidak langsung mendorong lahirnya humanisme dimana manusia menjadi pusat dan penentu kebenaran.

Buah-buah buruk dari gerakan reformasi berupa perpecahan sebenaranya sudah mulai muncul ketika Martin Luther masih hidup. Tapi ini tidak menyurutkan tekad Martin Luther dan pendukungnya untuk terus melanjutkan gerakan reformasi ini.

Sampai akhirnya perpecahan yang menjadi karakter merusak dari gerakan reformasi ini semakin parah dan mulai muncul keinginan untuk membangun persatuan. Tapi karena tidak mungkin bersatu kembali ke dalam Gereja Katolik, mereka memilih bersatu secara ekumenis melalui jalan dialog alias kompromi. Pada tahun 1910 Konres Misionaris Edinburg menjadi awal dari dimulainya gerakan ekumenisme untuk mempersatuakan Kristen.

Selanjutnya kita tahu, gerakan ekumenisme yang pada prinsipnya mengkompromikan kebenaran demi persatuan ini berkembang makin luas. Tidak hanya mempersatukan berbagai denominasi Protestan saja tapi juga melibatkan Gereja Ortodoks dan juga Gereja Katolik pasca Konsili Vatikan II. Selanjutnya dengan alasan demi perdamaian dunia, ekumenisme ini makin diperluas dan melibatkan juga semua agama-agama lain. Konsekuensinya jelas, kebenaran Tuhan yang makin disingkirkan dan digantikan humanisme pada akhirnya akan berujung pada kemurtadan yang akan mendahului kedatangan Antikristus, tepat seperti yang sudah dinubuatkan oleh Kitab Suci!

Pernyataan Rasul Paulus sangat jelas, kedatangan Antikristus adalah pekerjaan iblis. Dengan demikian bukan hanya kemurtadan tapi juga ekumenisme yang menyebabkan kemurtadan juga pekerjaan iblis. Karena ekumenisme muncul akibat adanya perpecahan Gereja, maka skisma dan reformasipun merupakan campur tangan iblis.

Ini menjadi masuk akal jika kita memahami strategi klasik iblis, yaitu 'solve et coagula' atau 'ordo ab chao'. Iblis memecah belah Gereja dengan maksud untuk mempersatukannya kembali melalui ekumenisme di dalam gereja baru yang tidak lain adalah Menara Babel baru atau agama global Antikristus. Jadi seluruhnya, mulai dari skisma, reformasi, ekumenisme, Konsili Vatikan II, dan kemurtadan menjelang kedatangan Antikristus adalah pekerjaan bapa segala dusta.

Sesuai nubuat, kemurtadan dan kedatangan Antikristus itu pasti terjadi. Itu tidak bisa dihindari. Yang kita bisa lakukan adalah menolak untuk menjadi bagian dari kemurtadan itu dan memilih menjadi sisa umat yang setia seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam Roma 11:5. 

Memang itu berat karena kita akan menentang mainstream, tapi itulah pilihan yang benar. Ingatlah bahwa jalan menuju kebinasaan itu lebar dan luas, sedangkan jalan menuju keselamatan itu sempit. Tuhan menghendaki kita memilih jalan yang sempit itu demi keselamatan jiwa kita.

Caranya dengan menolak ikut terlibat dalam ekumenisme dan kembali bersatu dalam Gereja Kristus melalui metanoia. Dengan demikian mereka yang Ortodoks menolak skisma, yang Protestan menolak reformasi, dan yang Katolik menolak Konsili Vatikan II. Sisanya, Tuhan yang akan menyelesaikan.

Posting Komentar

0 Komentar