Transkrip:
Salam damai dan sejahtera...
Setiap tanggal 15 Agustus semua orang Katolik memperingati pesta diangkatnya Bunda Maria ke surga. Meski kisah diangkatnya Bunda Maria ke surga tidak tercatat dalam Kitab Suci, kepercayaan ini sudah dikenal sejak jaman bapa-bapa Gereja. Keyakinan tentang Diangkatnya Bunda Maria ke surga terlihat dalam tulisan-tulisan apokrifa sekitar abad ke-4 dan ke-5, seperti Transitus Mariae (Kisah Kematian Maria). Meskipun teks-teks tersebut tidak dianggap sebagai bagian dari Kitab Suci, bagaimanapun mencerminkan adanya kepercayaan populer bahwa Maria tidak mengalami kerusakan tubuh setelah kematian, melainkan diangkat ke surga.
Dalam tradisi populer dikatakan bahwa pada saat Bunda Maria wafat, para Rasul kecuali Thomas yang saat itu kemungkinan sedang berada di India, ikut mengantar Bunda Maria ke peristirahatan terakhirnya. Rasul Thomas yang akhirnya datang, minta diantar ke makam Bunda Maria untuk melihat Sang Bunda Tuhan terakhir kalinya. Namun ia ternyata melihat makam sudah kosong dan hanya menyisakan kain kafan serta aroma wangi bunga. Beberapa kisah juga menyebutkan bahwa Rasul Thomas mendapatkan penglihatan Bunda Maria diangkat ke surga. Dari situlah mulai muncul benih-benih keyakinan bahwa tubuh Bunda Maria yang suci diangkat ke surga. Kisah ini, yang populer di Gereja Timur, memperkaya devosi kita kepada Bunda Maria.
Meski tidak merayakannya sebagai pesta diangkatnya Bunda Maria ke surga, Gereja Timur juga menghormati momen yang sama sebagai perayaan "tertidurnya Bunda Maria" atau Dormitio Mariae. Pada abad 6, Kaisar Mauritius dari Bizantium menetapkan tradisi iman ini untuk dirayakan setiap tanggal 15 Agustus. Sementara itu Gereja Barat merayakan pesta diangkatnya Bunda Maria ke surga ini mulai abad ke 7 ketika Paus Sergius memasukkan perayaan tersebut pada kalender resmi Gereja.
Pada 1 November 1950, Paus Pius XII akhirnya mengukuhkan tradisi iman diangkatnya Bunda Maria kesurga ini dalam dogma Gereja. Melalui dokumen Munificentissimus Deus, dengan penuh wibawa kuasa infalibilitasnya, Paus Pius XII menyatakan: “Bunda Allah yang Tak Bernoda, Maria yang selalu perawan, setelah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, diangkat dengan jiwa dan tubuhnya ke dalam kemuliaan surga.” (Munificentissimus Deus, paragraf 44). Sekalipun baru ditetapkan pada abad 20, Paus Pius XII menegaskan akar sejarah yang panjang dari keyakinan tersebut, "Sejak zaman kuno, umat beriman telah mempercayai dan merayakan Diangkatnya Bunda Allah yang Tak Bernoda ke dalam surga, baik dalam liturgi maupun dalam kesalehan populer.” (paragraf 11). Misalnya saja St. Yohanes dari Damaskus di abad 8 yang mengatakan, "Adalah pantas bahwa dia yang melahirkan Kristus tanpa noda dosa, juga dilindungi dari kerusakan tubuh, dan setelah kematian, tubuh dan jiwanya diangkat ke surga." Atau juga St. Ambrosius di abad 4 yang mengatakan, "Maria adalah bait suci Tuhan, yang tidak layak ditinggalkan dalam kerusakan, karena ia melahirkan Sang Juruselamat."
Dogma Asumsi atau diangkatnya Bunda Maria ke surga ini bukan dogma yang berdiri sendiri. Dogma ini adalah kelanjutan dari Dogma Bunda Maria Dikandung Tanpa Noda, yang dinyatakan pada 1854. Dalam dokumen Munificentissimus Deus, keterkaitan kedua dogma itu dinyatakan demikian: "Karena Maria dikandung tanpa noda dosa, adalah wajar bahwa ia diangkat dengan jiwa dan tubuhnya ke surga." (paragraf 38).
Bagi kita umat Katolik, perayaan diangkatnya Bunda Maria ke surga bukan sekedar tanda kecintaan kita pada Bunda Tuhan, tapi juga perayaan bagi harapan kita akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal sebagai pengikut Kristus.
Terima kasih atas perhatian anda...
Viva Christo Rey!
0 Komentar