Transkrip:
Salam damai dan sejahtera...
Sebentar lagi kita akan menyambut Natal, hari penuh sukacita yang menandai kedatangan Yesus Kristus Sang Juru Selamat dunia. Hari yang menandai era baru sejarah dimana Tuhan hadir bukan untuk menghakimi dunia melainkan untuk menyelamatkannya. Bahkan peristiwa Natal itu sendiri begitu simbolik sehingga menegaskan peran keselamatan yang dibawa Sang Mesias adalah untuk semua orang.
Injil Lukas mencatat para gembala datang menyambut kelahiran Yesus. Sementara Injil Matius mencatat tiga orang majus datang menyambut kelahiran Tuhan. Gembala adalah lambang orang-orang kecil dan sederhana, sementara orang majus adalah lambang orang-orang bijak dan pandai. Jadi Yesus datang untuk mereka yang sederhana dan juga bagi mereka yang bijak dan pandai.
Dalam tradisi Gereja seringkali tiga orang majus ini disebut juga sebagai tiga raja karena dikaitkan dengan nubuat mesianik dalam Kitab Mazmur dan Yesaya. Dengan demikian melalui peristiwa Natal Yesus datang untuk rakyat biasa yang diwakili para gembala, dan juga kepada para pemimpin dunia yang diwakili oleh tiga raja.
Kelahiran Yesus juga memenuhi nubuat para nabi dan sekaligus dikenali oleh bangsa-bangsa lain yang diwakili orang majus. Itu menunjukkan bahwa Yesus akan menggenapi kebenaran yang dinyatakan oleh para nabi Israel dan memanggil orang-orang yang tidak mengenal Tuhan untuk datang menerima kepenuhan Kebenaran yang dinyatakan-Nya.
Jadi Yesus datang sebagai keselamatan dan kepenuhan kebenaran untuk semua orang: untuk mereka yang sederhana dan yang bijak, untuk para rakyat jelata dan para pemimpin, untuk mereka yang sudah mengenal Tuhan maupun bagi mereka yang belum mengenal-Nya.
Tapi ada satu yang belum masuk dalam skenario Natal...
Dimanakah tempat Islam dalam rencana kedatangan Tuhan?
Apakah Tuhan datang terlalu cepat sehingga Islam yang muncul kemudian tidak tercakup dalam rancangan keselamatan? Tentu tidak, Tuhan Yesus sendiri mengatakan kedatangan-Nya pada waktu yang sudah tepat (Markus 1:15). Juga Rasul Paulus menegaskan kedatangan Yesus terjadi pada kepenuhan waktu (Galatia 4:4).
Dengan demikian kedatangan Tuhan pasti sudah terjadi pada waktu yang tepat!
Dalam konteks Islam, yang layak dipertanyakan bukanlah soal kedatangan Yesus, tetapi justru kemunculan Islam. Untuk apa Islam datang setelah Yesus Kristus menyatakan seluruh kebenaran?
Untuk menambahkan kebenaran yang sudah dinyatakan seluruhnya oleh Yesus Kristus? Atau untuk meluruskan penyimpangan dari kebenaran penuh yang sudah dinyatakan?
Bagi mereka yang percaya Yesus adalah Tuhan, maka kedua alasan itu sama-sama mustahil.
Pertama...
Jika Yesus adalah Tuhan maka kehadiran-Nya di dunia berarti seluruh kebenaran sudah dinyatakan pada manusia. Selanjutnya jika seluruh kebenaran sudah dinyatakan, maka mustahil bagi Tuhan menambahkan kebenaran baru dalam bentuk apapun.
Kedua...
Juga mustahil kebenaran yang penuh itu menjadi rusak atau hilang sebagian, karena Tuhan sendiri sudah berjanji kebenaran itu akan tetap utuh sampai akhir jaman. Jika kebenaran iman Kristen berhasil dirusak, maka itu berarti Tuhan tidak dapat memenuhi janji-Nya sendiri. Dan Tuhan yang tak dapat menjaga kebenaran-Nya mustahil dapat memberikan agama apapun.
Karenanya, tak ada satu alasan masuk akal yang dapat membenarkan kehadiran Islam dalam rencana keselamatan.
Satu-satunya alasan yang dapat menjelaskan kehadiran Islam di luar kepenuhan waktu yang sudah ditetapkan Tuhan adalah: Islam hadir untuk menggantikan kebenaran Kristus dengan kebenaran palsu. Maka selamanya Islam akan berusaha menghancurkan kekristenan dan menggantikannya.
Bandingkan dengan agama-agama lainnya...
Agama-agama pagan penyembah berhala yang tidak mengenal Tuhan? Sama seperti bintang Betlehem yang menuntun orang Majus pada Bayi Yesus, Roh Kudus juga akan membimbing mereka pada kebenaran iman Kristen.
Orang-orang Ortodoks dan Protestan yang memisahkan diri dari Gereja Kristus? Mereka adalah domba-domba Tuhan yang ada di luar kandang dan pada waktunya akan disatukan menjadi satu kawanan dengan satu gembala (Yohanes 10:16).
Orang-orang Yahudi yang menolak Kristus? Pada akhirnya mereka seperti cabang pohon zaitun asli yang pernah terpisah namun dicangkokkan kembali pada pohon yang semula sehingga seluruh Israel akan diselamatkan (Roma 11:23-26).
Lalu bagaimana dengan Islam? Kehadiran Islam yang di luar kepenuhan waktu membuat rencana keselamatan bagi Islam memang tidak tertulis dalam Kitab Suci. Satu-satunya yang cocok untuk Islam adalah golongan yang dalam Kitab Wahyu disebut sebagai orang-orang yang namanya tidak tertulis di dalam Kitab Kehidupan (Wahyu 13:8, Wahyu 17:8, Wahyu 20:15). Santo Thomas Aquinas mengkaitkan Kitab Kehidupan ini dengan kebenaran Tuhan. Maka istilah orang-orang yang namanya tidak tercatat dalam Kitab Kehidupan ditujukan kepada golongan yang sejak semula kehadirannya bertujuan untuk melawan atau menghancurkan kebenaran Tuhan. Dalam konteks ini, Islam adalah salah satu diantaranya.
Jadi Islam yang sengaja datang untuk menolak kebenaran Kristus, sudah dinubuatkan akan terus melawan Gereja-Nya sampai akhir. Kebencian Islam terhadap kekristenan ini sudah menjadi bagian dari DNA Islam yang tertanam sejak kehadirannya di dunia.
Celakanya, kebencian itu tidak hanya berhenti pada kekristenan, tapi juga pada semua kelompok yang dipanggil untuk bersatu di dalam kekristenan. Dengan demikian Islam juga membenci kaum pagan dan Yahudi yang nantinya akan diselamatkan dalam iman Kristen.
Itu sebabnya penghancuran masif situs-situs budhisme yang bersejarah di Afganistan, pemboman terhadap Candi Borobudur beberapa puluh tahun lalu, konflik agama di India dan Pakistan, kebencian terhadap negara Israel dan kaum Yahudi, kekerasan dan genosida terhadap umat Kristen di berbagai negara Afrika, gerakan terorisme global yang mengatasnamakan Islam, bangkitnya radikalisme kaum imigran muslim di negara-negara Eropa, bukanlah kejadian yang terpisah. Itu semua bagian dari karakter alamiah Islam untuk menguasai dunia dan menggantikan kekristenan.
Sayangnya, sejak Konsili Vatikan II Gereja Katolik mengubah pandangannya terhadap Islam. Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa Islam dan Kristen menyembah Tuhan yang sama. Otomatis secara implisit itu juga berarti bahwa dalam Islam ada keselamatan.
Jelas perubahan sikap ini adalah suatu pengkhianatan terhadap ajaran iman para Rasul yang selama hampir dua milienium meyakini Gereja sebagai satu-satunya sarana keselamatan. Suatu ajaran yang dipertahankan dengan pengorbanan para martir dan perjuangan banyak orang kudus. Salah satu pengkhianatan paling mencolok dari hirarki konsili dilakukan oleh Paus Yohanes Paulus II yang mencium Alquran, seolah kitab kebenaran palsu yang menentang iman Kristen itu layak dihormati. Sikap lunak Gereja Katolik ini seperti mengundang serigala ke dalam kandang domba dan menganggapnya sebagai sahabat. Cukup dengan akal sehat kita tahu pada waktunya serigala tersebut akan mengobrak-abrik kandang domba dan memangsa mereka.
Lalu apa yang kita lakukan dengan kondisi Gereja yang dipimpin para hirarki pengkhianat seperti ini?
Mari kita belajar dari sejarah. Ketika Islam dengan semangat jihadnya berhasil menguasai seluruh Kekristenan Timur, hanya Gereja Roma yang tetap bertahan. Keberhasilan Gereja Roma bertahan dari serangan invasi jihad Islam adalah pemenuhan dari nubuat Tuhan bahwa Gereja-Nya tak akan terkalahkan. Bandingkan ini dengan Gereja Timur yang berkali-kali jatuh dalam berbagai kesesatan, mulai dari arianisme, nestorianisme, ikonoklasme, penolakan filioque, dan juga penolakan terhadap primat Paus. Ketidaksetiaan iman telah membuat Kekristenan Timur jatuh seluruhnya ke tangan Islam. Yang paling tragis adalah jatuhnya Konstantinopel tepat di hari Pentakosta pada tanggal 29 Mei 1453. Itu terjadi hanya beberapa tahun setelah Gereja Ortodoks menolak hasil Konsili Florence yang mengakui filioque, primat Paus, dan mempersatukan kembali Gereja Ortodoks ke dalam Gereja Katolik.
Belajar dari keberhasilan Gereja Roma bertahan dari invasi jihad Islam, ada dua kunci penting:
1. Kesetiaan tanpa kompromi pada ajaran iman para Rasul.
Janji Tuhan bahwa Gereja-Nya tak akan terkalahkan pasti tergenapi. Dan janji itu tergenapi pada mereka yang setia pada ajaran iman para Rasul, bukan pada mereka yang berkompromi pada kesesatan. Maka konsekuensinya, mereka yang setia pada ajaran iman para Rasul akan tetap bertahan sampai akhir jaman. Termasuk dalam menghadapi Islam.
2. Tidak ragu menempatkan Islam sebagai golongan yang sejak semula hadir untuk menghancurkan kekristenan.
Islam bagaimanapun didirikan sebagai antitesis terhadap kekristenan. Karenanya, sikap kebencian Islam terhadap kekristenan ini tidak akan berubah sampai kapanpun. Meski secara resmi kekalifahan Islam sudah berakhir tahun 1924, semangat untuk membangkitkannya kembali tidak pernah padam. Islam itu seperti binatang yang terluka parah namun tetap hidup (Wahyu 13), ia tetap berbahaya meski dalam keadaan yang terluka.
Maka seperti Gereja Roma yang mencanangkan perang salib untuk melawan invasi Islam di masa lalu, kita harus tetap siap untuk melawan invasi Islam di masa sekarang. Tentu yang dimaksud bukan dalam konteks sosial, politik, ataupun militer, tapi dalam konteks teologis. Apalagi bagi kita di Indonesia hidup di tengah umat Islam yang mayoritas, perlawanan paling masuk akal yang dapat kita lakukan adalah secara teologis. Kita melakukannya dengan berani menyatakan kebenaran iman Kristen sambil terus membongkar kesesatan ajaran Islam. Di era keterbukaan informasi yang sekarang dengan mudah diakses siapa saja, Islam yang mendasarkan fondasi ajarannya pada kebenaran palsu tidak akan mungkin bertahan. Pada akhirnya mereka akan kalah.
Setelah Konsili Vatikan II, Gereja Katolik justru membuang jauh-jauh kedua kunci penting ini. Mereka berkompromi dengan kesesatan demi mengikuti perkembangan jaman, dan mengubah pandangannya terhadap Islam dengan terus mengupayakan dialog omong kosong dengan mereka. Ini pengkhianatan yang akan membawa kehancuran parah bagi Gereja Katolik.
Meski kita tetap setia di dalam Gereja Katolik, kita tidak perlu mengikuti para hirarki konsili yang tersesat. Para hirarki Gereja Konsili tidak lebih dari para Yudas modern dan Petrus yang sedang menyangkal Tuhan. Kita tidak perlu mengikuti kejatuhan mereka. Sebaliknya, kita harus tetap setia pada ajaran iman para Rasul sebagai penggenapan janji Tuhan bahwa Gereja-Nya, meski harus mengalami masa-masa kehancuran, tidak akan terkalahkan. Salah satunya adalah dengan menolak Konsili Vatikan II yang menjadi pangkal perubahan merusak di dalam Gereja Katolik.
Terima kasih atas perhatian anda...
Viva Christo Rey!









Kindle Unlimited Membership Plans
0 Komentar