PALESTINA Tidak Pantas Untuk MERDEKA | Membongkar Konflik Israel-Palestina #3


 
Transkrip:

Sebuah pertanyaan kritis yang menarik: kapan pernah ada dalam sejarah sebuah kerajaan atau negara bernama Palestina? Jawabannya... TIDAK PERNAH ADA. Palestina adalah nama yang diberikan pada wilayah Yudea oleh Kekaisaran Romawi pada abad 2 setelah mereka berhasil mengalahkan pemberontakan bangsa Yahudi. Nama itu sengaja diberikan dengan maksud untuk menghapuskan keterkaitan bangsa Yahudi pada tanah nenek moyang mereka.

Jadi Palestina bukanlah nama suatu bangsa atau etnis dengan ciri budaya dan bahasa tertentu, melainkan nama suatu wilayah. Dan selama berabad-abad lamanya wilayah tersebut dikuasai oleh berbagai kekuatan kolonial, mulai dari bangsa Romawi, berbagai kekalifahan Islam, tentara Perang Salib, hingga kekalifahan Ottoman Turki. Dan akhirnya pada tahun 1917 Inggris memegang mandat wilayah tersebut setelah berhasil mengalahkan Kekalifahan Ottoman Turki pada Perang Dunia I.

Sampai dengan berakhirnya mandat Inggris atas Palestina, tidak pernah ada yang namanya bangsa Palestina atau negara Palestina. Kalaupun ada paspor Palestina, itu hanyalah identitas administratif kependudukan yang dikeluarkan penguasa kolonial Inggris pada masa itu bagi orang-orang yang tinggal di wilayah mandat Inggris di Palestina. Bahkan PM Israel Golda Meir termasuk orang yang mendapatkan paspor Palestina karena ia memang tinggal di wilayah tersebut. Tapi jelas ia bukan bagian dari bangsa Palestina.

Itu sebabnya ketika pada tahun 1947 PBB mengeluarkan resolusi 181 yang membagi wilayah Palestina yang tersisa setelah kemerdekaan Yordania, hanya dua kelompok yang disebut dalam dokumen resmi: Yahudi dan Arab. Tidak ada nama Palestina sebagai entitas bangsa, budaya, atau etnis tertentu. 

Tapi realitanya, sekarang orang berbicara tentang bangsa Palestina yang tertindas dan ingin merdeka. Karena tahun 1947 belum ada 'bangsa Palestina' dan sekarang ada, maka kesimpulannya 'bangsa Palestina' adalah sebuah inovasi yang baru diciptakan setelah tahun 1947. Faktanya, dunia baru mengenal nama "Palestina" sebagai suatu entitas bangsa pada tahun 1964 ketika PLO (atau Organisasi Pembebasan Palestina) didirikan.

Perlu dicatat, tujuan utama pendirian PLO adalah menghapuskan negara Israel dan mendirikan di atasnya sebuah negara baru bagi orang-orang Palestina. Gagasan ini tercermin dengan jelas dalam logo organisasi PLO yang memperlihatkan seluruh wilayah Israel sebagai negara Palestina merdeka. Jadi bagi bangsa Palestina, penghapusan negara Israel adalah prasyarat bagi pendirian negara Palestina. Atau dengan kata lain, bangsa Palestina dibentuk berdasarkan tujuan jahat untuk memusnahkan negara Israel sebelum mereka dapat merdeka sebagai bangsa.

Ini menjelaskan mengapa pada tahun 1947 mereka menolak partisi dua negara yang diusulkan PBB padahal itu adalah kesempatan terbaik yang pernah ada untuk memiliki sebuah negara merdeka. Ini juga menjelaskan mengapa mereka selalu menolak tawaran kemerdekaan yang diberikan dalam perundingan dengan Israel, baik pada Perjanjian Oslo tahun 1993 maupun di Camp David tahun 2000. 

Bahkan Israel sudah memberikan kesempatan penuh bagi Palestina untuk merdeka ketika pada tahun 2005 Israel menarik diri secara total dari Gaza. Tapi kesempatan itu tidak digunakan untuk membangun sebuah negara yang sejahtera dan makmur, namun malah mengubahnya menjadi pusat kekuatan teroris lengkap dengan infrastruktur terowongan bawah tanah untuk menyerang Israel. 

Ini semua menunjukkan bahwa bangsa Palestina tidak benar-benar menginginkan sebuah negara merdeka. Yang sebenarnya menjadi tujuan dari berdirinya bangsa Palestina adalah pemusnahan negara Israel dari peta Timur Tengah dan terusirnya bangsa Yahudi dari tanah nenek-moyang mereka. Pendirian negara Palestina merdeka hanyalah bonus setelah tujuan utama itu tercapai. Itu sebabnya ketika Gaza dan wilayah Yudea-Samaria atau Tepi Barat diduduki oleh Mesir dan Yordania sejak tahun 1949 - 1967, mereka tidak pernah sekalipun menuntut kemerdekaan. Tapi kini mereka menuntutnya dari Israel karena tuntutan kemerdekaan tersebut adalah dalih untuk berperang dan menghancurkan negara Israel.

Fakta ini mengarahkan kita pada kesimpulan penting...

Bangsa Palestina tidak dibentuk karena ikatan kesamaan ras, etnis, bahasa, atau budaya tertentu melainkan dibentuk karena sebuah ideologi yang destruktif, yaitu pemusnahan negara Israel! Kita menyebut ideologi jahat ini sebagai palestinaisme. Palestina adalah satu-satunya bangsa di dunia ini yang dibangun berdasarkan tujuan desrtruktif, yaitu penghancuran bangsa lain.

Pertanyaannya pentingnya: layakkah bangsa Palestina yang destruktif ini memiliki sebuah negara merdeka?

Menurut Plato, tujuan sebuah negara didirikan adalah untuk menciptakan harmoni dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Sementara itu menurut St. Thomas Aquinas, sebuah negara didirikan untuk mencapai kesejahtaraan bagi rakyatnya dan mewujudkan kemuliaan Tuhan. Itu semua adalah tujuan pendirian negara yang sifatnya KONSTRUKTIF dan layak kita dukung.

Sebaliknya cita-cita negara Palestina tidak dibangun atas dasar tujuan-tujuan yang konstruktif. Tujuan dari keberadaan bangsa Palestina sejak awal bersifat DESTRUKTIF, yaitu penghancuran negara Israel. Secara moral kita tidak dapat mendukung negara yang didirikan dengan tujuan untuk menghancurkan negara lain. Tidak ada negara di dunia ini yang didirikan dengan tujuan destruktif seperti itu. Bukan hanya tidak ada, tapi negara semacam itu tidak pantas ada. Itu sebabnya solusi dua negara bagi krisis Israel-Palestina adalah absurd dan tidak masuk akal, karena tidak mungkin ada sebuah negara dapat hidup berdampingan secara damai dengan negara yang ingin menghancurkannya.

Dengan demikian selama bangsa Palestina masih tetap melekat pada tujuan aslinya yang destruktif untuk menghancurkan bangsa Israel, maka bangsa ini tidak pantas mendapatkan sebuah negara merdeka!

Terima kasih atas perhatian anda...

Viva Christo Rey!


Posting Komentar

0 Komentar