Benteng Terakhir #5 - Penglihatan Paus Leo XIII Dan Serangan Iblis Terhadap Gereja


Transkrip:

Merosotnya penghayatan iman di kalangan umat dan berbagai skandal memalukan di kalangan hirarki menjadi warna yang khas dari Gereja Katolik modern. Ini tidak lepas dari perubahan yang terjadi di Gereja Katolik setelah Konsili Vatikan II yang diadakan setengah abad yang lalu.

Melihat buah-buahnya, terutama dengan skandal pachamama yang begitu mencolok dan berbagai skandal moral di kalangan hirarki, banyak orang setuju bahwa Konsili Vatikan II telah membawa Gereja Katolik pada krisis yang terbesar sepanjang sejarahnya. Bahkan lebih besar dari krisis arianisme di abad 4 yang hampir memusnahkan kekristenan.

Tapi krisis ini tidak muncul begitu saja seolah Gereja Katolik kecolongan. Krisis iman tersebut sudah diberitahukan sebelumnya melalui berbagai peringatan pada beberapa penampakan adikodrati/supranatural. Roh Kudus yang selalu membimbing Gereja Katolik hingga akhir jaman, telah memberikan peringatan sebelum krisis iman ini terjadi!

Itulah yeng membedakan Gereja Katolik dari gereja-gereja lainnya, yang sekaligus juga menjadi peneguhan dari Roh Kudus bahwa Gereja Katolik adalah Gereja Kristus yang benar!

Bagi mereka yang dapat membaca tanda-tanda jaman, krisis iman yang luar biasa ini menjadi penanda bahwa kita sedang memasuki babak akhir dari sejarah keselamatan. Kita sedang masuk ke era akhir jaman yang sudah dinubuatkan dalam Kitab Suci!

Salah satu yang peringatan TUHAN paling terkenal adalah penampakan yang diterima oleh Paus Leo XIII pada tanggal 13 Oktober 1884, tepat 33 tahun sebelum mujizat besar di Fatima, Portugal. Saat itu Paus Leo XIII baru saja selesai mempersembahkan Misa di kapel pribadinya di Vatikan. Tiba-tiba Paus Leo XIII berdiri di kaki altar dalam keadaan setengah sadar selama 10 menit lamanya.

Saat itu dia mendengarkan pembicaraan antara Tuhan kita dengan iblis. Dia mendengar iblis menghampiri Tuhan dan berkata dengan sombong, "Aku dapat menghancurkan Gereja-Mu!"

Dengan lembut Tuhan menjawab, "Kamu bisa? Lakukanlah..."
Iblis berkata lagi, "Untuk itu aku butuh waktu dan kekuatan yang lebih besar.."
Tuhan bertanya, "Berapa lama waktunya dan berapa besar kekuasaan yang dibutuhkan?"
Iblis menjawab, "75 sampai 100 tahun dan kekuasaan yang lebih besar pada orang-orang yang akan mengabdi padaku.."

Tuhan berkata, "Kau dapatkan waktu dan kekuasaan yang kau minta. Lakukanlah sesuai kehendakmu."

Ini mirip dengan kisah di Kitab Suci ketika iblis mendapatkan ijin dari TUHAN untuk mencobai Ayub. Dengan kata lain, Gereja Katolik akan menjadi Ayub yang diuji kesetiaan imannya....

Kemudian Paus Leo XIII mendapat penglihatan kehancuran Gereja yang sangat hebat sehingga membuatnya hampir pingsan. Tidak lama setelah itu dia menyusun Doa Kepada St. Mikhael Malaikat Agung yang selalu dibacakan setelah Misa biasa. Tradisi ini berlangsung terus sampai akhirnya dihapuskan oleh Paus Paulus VI pada tahun 1964.

Karena penampakan yang diterima oleh Paus Leo XIII diakui secara resmi maka pesannya tentu layak untuk diperhatikan oleh setiap umat beriman. Iblis membutuhkan waktu antara 75 sampai 100 tahun untuk menghancurkan Gereja Katolik. Jika itu dihitung sejak tahun 1884 maka tentunya iblis telah melancarkan serangannya yang terberat untuk menghancurkan Gereja Katolik. Dan apa yang terjadi setelah itu adalah buah-buah yang dihasilkan dari serangan iblis terhadap Gereja!

Pertanyaannya, berhasilkah iblis menghancurkan Gereja Katolik seperti yang dikatakannya?

Jika kita melihat keadaan Gereja Katolik sekarang ini.. dimana panggilan imamat dan hidup religius menurun drastis, sakrilegi dan pelanggaran-pelanggaran liturgi terjadi dimana-mana, skandal homoseksual di kalangan hirarki begitu parah, dan indiferentisme serta pluralisme menjangkiti bahkan hingga hirarki tertinggi, maka cukup alasan bagi kita untuk mengatakan serangan iblis di periode tersebut memang berhasil memberikan pukulan berat bagi Gereja Katolik. 

Tapi jika disebut berhasil menghancurkan, tentu tidak karena masih ada sisa-sisa hirarki dan umat yang tetap setia pada tradisi dan ajaran Gereja. Masih ada para penjaga Benteng Terakhir yang setia dan berjuang habis-habisan! Selain itu dalam Injil Tuhan sudah menjamin bahwa gerbang alam maut tak akan sanggup mengalahkan Gereja-Nya (Mat.16:18).

Singkatnya, iblis memang berhasil memberikan pukulan berat pada Gereja namun tidak akan pernah berhasil menghancurkannya sama sekali.

Pertanyaan berikutnya, kapankah iblis berhasil melancarkan serangan terbaiknya?

Jika kita menghitung 75 tahun sampai 100 tahun dari tahun 1884, maka serangan terbaik iblis pasti terjadi diantara tahun 1959 sampai dengan tahun 1984. Diantara tahun itu hanya ada satu event penting di dalam Gereja Katolik yang telah terbukti menghasilkan buah-buah yang sangat buruk, Konsili Vatikan II!

Ini secara tidak langsung diakui sendiri oleh Paus Paulus VI pada tahun 1972. Ia adalah seorang Paus yang terlibat langsung dalam Konsili Vatikan II dan menutup konsili tersebut di tahun 1965. Paus Paulus VI ikut andil memberikan pukulan terberat bagi Gereja berupa Misa Novus Ordo. Demikian katanya, "Dapat kita katakan, melalui suatu celah misterius - tidak, itu tidak misterius - asap setan telah masuk ke dalam Gereja Tuhan." Karena tidak ada kemungkinan lainnya, dapat kita simpulkan Konsili Vatikan II adalah celah yang dimaksud oleh Paus Paulus VI. Itulah celah yang membuat asap setan masuk ke dalam Gereja dan merusaknya dari dalam! Dengan demikian Konsili Vatikan II adalah serangan iblis yang dimaksud dalam penglihatan yang diterima oleh Paus Leo XIII pada tahun 1884!

Tidak ada kemungkinan lain lagi!

Jika iblis berhasil memberikan pukulan terberat pada Gereja melalui Konsili Vatikan II, apakah yang menjadi tujuannya? Tentu tidak lain adalah menciptakan kemurtadan besar di dalam Gereja, yaitu suatu keadaan dimana di Gereja Katolik terjadi penyangkalan terhadap iman yang benar secara TSM, terstruktur - sistematis - dan masif!

Ini sesuai dengan nubuat Rasul Paulus tentang tanda-tanda menjelang kedatangan TUHAN:

Tentang kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus dan terhimpunnya kita dengan Dia kami minta kepadamu, saudara-saudara, supaya kamu jangan lekas bingung dan gelisah, baik oleh ilham roh, maupun oleh pemberitaan atau surat yang dikatakan dari kami, seolah-olah hari Tuhan telah tiba. Janganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun juga! Sebab sebelum Hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa, yaitu lawan yang meninggikan diri di atas segala yang disebut atau yang disembah sebagai Allah. Bahkan ia duduk di Bait Allah dan mau menyatakan diri sebagai Allah. (2 Tes.2:1-4)

Ini juga sejalan dengan nubuat dari Tuhan kita di Injil, "Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?" (Luk.18:8).

Jelas dalam Kitab Suci sudah dinubuatkan terjadinya kemurtadan besar-besaran sebelum kedatangan Tuhan. Tapi sekali lagi, sebesar apapun kemurtadan yang terjadi tidak mungkin membatalkan janji Tuhan yang menyatakan Gereja-Nya tidak akan dapat dikalahkan. Tuhan pasti akan menyisakan umat-Nya yang setia sebagaimana Tuhan tetap menjaga Ayub dalam imannya. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan Rasul Paulus dalam Rm. 11:5. Pada sisa umat-Nya yang setia itulah Gereja-Nya tidak akan terkalahkan dan akan kembali dipulihkan pada kejayaan-Nya yang semula. Sama seperti Ayub yang dipulihkan keadaannya.

Jika kemurtadan besar terjadi di Gereja-Nya seperti yang sudah dinubuatkan, itu tidak mungkin terjadi begitu saja dalam semalam, atau dalam satu-dua tahun. Pasti itu merupakan hasil dari suatu proses bertahap yang panjang. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa serangan terberat iblis seperti yang dinubuatkan dalam penglihatan Paus Leo XIII, yaitu Konsili Vatikan II, telah mengakibatkan dimulainya berbagai perubahan bertahap di Gereja Katolik yang kelak akan membawanya ke dalam kemurtadan besar sesuai nubuat Kitab Suci!

Cukup dengan melihat skandal Pachamama yang terjadi pada Oktober 2019 kita tahu Gereja Katolik saat ini tengah berada di jalan yang membawanya pada kemurtadan besar. Melihat tidak adanya ungkapan penyesalan atas kejadian tersebut dan semangat ekumenisme global yang digagas dokumen "Human Fraternity" terus didorong oleh Gereja Katolik hingga hari ini, maka tahap kemurtadan yang lebih buruk dari skandal Pachamama masih mungkin terjadi!

Ketika mengungkapkan rencananya untuk mengadakan Konsili Vatikan II, Paus Yohanes XXIII mengatakan bahwa ia akan membuka jendela Gereja agar angin segar masuk dan membersihkan debu-debu yang sudah menumpuk berabad-abad. Tapi sekarang kita tahu jendela Gereja yang dibuka melalui Konsili Vatikan II sama sekali tidak membawa angin segar, melainkan justru angin berracun yang merusak Gereja begitu parah!

Celakanya, kerusakan parah yang terjadi di Gereja Katolik, termasuk skandal pachamama dan berbagai skandal moral yang terjadi di hirarki Gereja, tidak juga menyadarkan sebagian besar umat, kaum religius, maupun hirarki akan adanya masalah dengan Konsili Vatikan II. Mereka masih percaya pada janji-janji palsu 'aggiornamento' yang akan membawa perubahan dan angin segar di Gereja Katolik!

Bagaikan sejumlah kodok yang direbus di panci dengan api kecil. Hanya ada satu atau dua kodok yang sadar ada bahaya ketika suhu air mulai naik sedikit, sebagian besar kodok merasa nyaman dengan perubahan itu. Sampai akhirnya air begitu panas dan menyakitkan tapi para kodok yang malang itu sudah tidak mampu lagi keluar dari panci dan harus menerima nasib. Seperti itulah kira-kira keadaan orang-orang Katolik para pendukung Konsili Vatikan II! Biasanya mereka yang terus mendukung Konsili Vatikan II berdalih, Gereja tidak mungkin tersesat atau dikalahkan iblis sesuai janji Tuhan. Tapi mereka lupa bahwa kemurtadan Gereja juga dinubuatkan dalam Kitab Suci, dan dengan mendukung KVII mereka ikut di dalamnya. 

Dalam Injil Tuhan sudah mengatakan , "..dari buahnya pohon itu dikenal!"
Demikian juga kita dapat mengetahui roh yang menginsprasi KVII dari buah-buahnya!

Pada saat Konsili Vatikan II berjalan yang ada adalah eforia semangat pembaharuan Gereja! Akibatnya, kekeliruan yang masuk tidak disadari oleh sebagian besar bapa-bapa konsili. Hanya sedikit bapa-bapa konsili yang menyadari adanya masalah dan menolak menandatangani dokumen-dokumen KVII. Salah satunya adalah Mgr. Marcel Lefebvre, pendiri SSPX.

Demikian juga di masa-masa awal munculnya berbagai perubahan di Gereja Katolik akibat penerapan dokumen KVII. Buah-buahnya yang buruk masih belum terlihat jelas. Tapi sekarang buah-buah dari Konsili Vatikan II sudah banyak bermunculan dan semuanya busuk. Maka dengan melihat buah-buahnya yang ada sekarang ini sudah seharusnya kita tahu roh seperti apakah yang menginspirasi Konsili Vatikan II! Kita tidak bisa berdalih!

Lalu apa solusinya? 
Tentu saja keluar dari panci sebelum terlambat!

Apakah itu berarti keluar dari Gereja Katolik? Tentu tidak. Yang dimaksud adalah keluar dari semangat KVII dan semua perubahan yang diakibatkannya! Harus dipahami bahwa KVII hanya menghasilkan dokumen-dokumen pastoral yang sifatnya tidak infallible dan tidak mengikat. Tidak ada satu dogma barupun yang dinyatakan dalam Konsili Vatikan II. Ini dinyatakan sendiri oleh Paus Paulus VI. Artinya tidak ada kewajiban bagi umat maupun hirarki untuk taat pada dokumen-dokumen KVII! Dengan demikian, menolak Konsili Vatikan II dan semua dokumennya tidak akan membuat seseorang dinyatakan keluar dari Gereja Katolik!

Kita menolak KVII dan kembali pada ajaran tradisional Gereja Katolik yang kebenaran-Nya dijamin 100% oleh Roh Kudus! 

Jangan takut berbeda dengan mainstream! 

Ingat, bahwa yang dimaksud sisa umat yang setia dalam nubuat Rasul Paulus sudah pasti bukan golongan mainstream. Justru golongan mainstream sebagaimana keadaannya sekarang, akan terarah pada kemurtadan! Bukankah Tuhan sendiri bertanya, "Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?" Dengan demikian memilih ikut mainstream dalam situasi dimana kita tahu Gereja Katolik sedang ada dalam proses pemurtadannya, adalah suatu pilihan konyol! 

Doa bersama di Asisi, skandal Pachamama, dan berbagai penyimpangan lain yang tidak dianggap sebagai kesalahan adalah tanda yang pasti bahwa Gereja Katolik memang ada di jalan menuju kemurtadan besar. Dengan demikian, tidak mengikuti mainstream dan memilih setia pada ajaran Gereja Katolik tradisional adalah pilihan paling bijak!

Tapi ada masalah! 

Kekatolikan tradisional di Indonesia adalah barang langka. Itu harus diakui! Sejauh yang saya tahu hanya ada dua kota yang menyelenggarakan Misa Latin, yaitu Jakarta dan Bandung. Lalu bagaimana kita dapat keluar dari semangat KVII dan kembali pada ajaran Gereja Katolik tradisional sementara Misa Latin Tradisional tidak tersedia?

Cara terbaik adalah mengusahakan adanya Misa Latin di keuskupan masing-masing. Berdasarkan Motu Proprio Summorum Pontificum yang dikeluarkan oleh Paus Benediktus XVI, Misa Latin Tradisional tidak pernah dilarang dan setiap imam boleh menyelenggarakannya tanpa perlu ijin dari Uskup. Ini kartu truf kita! Jadi kita bisa mencari imam yang bersimpati pada ajaran tradisional Gereja Katolik dan meminta kesediaannya untuk mengadakan Misa Latin. Ini tentu butuh waktu yang tidak singkat karena tidak banyak imam yang mengenal Misa Latin Tradisional atau bersedia meluangkan waktu untuk mempelajarinya.

Sementara itu, selama Misa Latin belum tersedia kita bisa mengambil solusi yang tersedia di Kitab Suci, yaitu meneladani Nabi Daniel! Keadaan Daniel yang harus hidup di Kerajaan Babel dapat menjadi 'type' atau simbol dari keadaan sisa umat yang setia di jaman ini. Yaitu sisa umat yang berusaha setia pada iman Katolik tradisional tapi mereka terpaksa berada di tengah situasi yang tidak kondusif bagi iman.

Meski harus hidup di lingkungan orang-orang Babel yang tidak mengenal Tuhan, Daniel dan kawan-kawannya bertekad untuk setia pada iman nenek moyang mereka. Mereka tidak mau berkompromi dengan budaya dan kebiasaan orang-orang Babel. Mereka menolak untuk menyembah dewa-dewa Babel, tetap setia dalam iman mereka, dan berani membongkar ajaran-ajaran palsu. Meski untuk itu ketiga teman Daniel harus dimasukkan ke dalam perapian dan Daniel juga harus dimasukkan ke kandang singa hingga dua kali. Tapi Tuhan selalu menyelamatkan mereka.

Tempatkan Kerajaan Babel sebagai 'type' bagi lingkungan Gereja paska konsili yang saat ini terpaksa harus menjadi habitus kita. Daniel tidak memberontak, bahkan dia mengabdi pada raja-raja Babel, Demikian juga kita dapat menyatu dengan paroki tempat kita tinggal, tetap nenghormati otoritas hirarki, dan ikut aktif di dalamnya. Justru keadaan itu menjadi kesempatan besar bagi kita untuk menjadi garam di tengah umat lainnya. 

Daniel setia pada imannya dan menolak berkompromi, demikian juga kita setia pada iman Katolik tradisional dan menolak berkompromi dengan semangat konsili yang merusak iman kita. Misalkan, menolak menerima komuni di tangan dan hanya menerimanya langsung di lidah sambil berlutut. Kemudian juga menolak sikap ekumenis dan relativis yang menyangkal Gereja Katolik sebagai satu-satunya sarana keselamatan. Dan banyak lagi.

Dan kita hanya dapat tetap setia dalam iman jika kita mengandalkan TUHAN dengan menjalani hidup doa yang tekun setiap hari.

Jadi keterbatasan akses pada Misa Latin Tradisional bukan menjadi halangan bagi kita untuk dapat menjadi bagian dari sisa umat yang setia! Kitab Suci sudah memberikan kita Nabi Daniel sebagai contoh yang dapat kita teladani!

Bagi mereka yang masih setia dengan ajaran konsili yang penuh semangat ekumenis dan kompromis, bukalah mata untuk meihat buah-buah buruknya yang terus bermunculan. Sadarlah bahwa saat ini air di panci sudah mulai panas dan menyakitkan. Jangan menyia-nyiiakan jiwa kita dengan menjadi kodok konsili yang bebal dan mati sia-sia dalam panci Gereja konsili! Keluarlah selagi masih ada kesempatan!

Ingatlah nubuat Kitab Suci yang tidak mungkin salah, masa depan Gereja Katolik bukan pada kaum mainstream karena menurut nubuat mereka akan jatuh pada kemurtadan yang membinasakan. Masa depan Gereja Katolik ada pada sisa umat yang setia, yang tidak pernah menyembah dan menghormati allah-allah lain selain Allah Tritunggal! Seperti kata St. Athanasius, Gereja Katolik ada pada mereka yang setia dengan ajarannya!

Sekarang saatnya untuk mengambil pilihan bijak dengan menjadi sisa-sisa umat yang setia, yaitu para prajurit Kristus yang berjuang mempertahankan Benteng Terakhir hingga kedatangan Tuhan kita!

Viva Christo Rey!

Hidup Kristus Raja!

Posting Komentar

0 Komentar