Dalam video tadi kita melihat bagaimana seorang gembala Gereja Katolik yang dikenal sangat peduli dan sangat mencintai Gereja mengungkapkan kenyataan kelam, bahwa sejak 50-60 tahun terakhir Gereja sedang memasuki masa kalvari. Dalam pandangannya, Gereja Katolik saat ini tengah mengalami masa menuju puncak penganiayaannya sebelum keadaannya kelak akan dipulihkan saat Tuhan datang untuk yang kedua kali.
Tanpa perlu menyebutkannya secara detail, berbagai skandal seksual yang terjadi di kalangan hirarki Gereja Katolik, banyaknya sakrilegi dan pelecehan sakramen, pudarnya semangat penginjilan, merosotnya panggilan hidup religius, semakin suburnya berbagai pandangan bidaah dalam Gereja, dangkalnya penghayatan iman di kalangan umat Katolik, dan semakin tunduknya hirarki Gereja pada kehendak dan keinginan dunia adalah tanda-tanda yang terlihat dari masa kalvari ini. Dengan segala hal negatif yang terjadi itu bisa dikatakan saat ini Gereja tengah diserahkan pada dunia untuk dipermalukan, dirusak, dan bahkan dihancurkan, untuk kemudian akan digantikan oleh Gereja antikristus!
Gereja adalah Mempelai Kristus. Sebagaimana Yesus Kristus harus menjalani sengsara dan kematian sebelum bangkit dalam kemuliaan, demikian juga dengan Gereja sebagai mempelai-Nya akan mengalami kesengsaraan dan dihancurkan sebelum keadaannya dipulihkan kembali. Itulah gagasan yang ada dalam pandangan Uskup Athanasius Schneider....
Tapi bagaimanakah ini dapat dipahami dalam terang Kitab Suci?
Tidak sulit.
Apa yang dimaksudkan Uskup Athanasius Schneider sejalan dengan pernyataan Rasul Paulus mengenai tanda-tanda yang harus terjadi sebelum kedatangan Tuhan:
Janganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun juga! Sebab sebelum Hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa, yaitu lawan yang meninggikan diri di atas segala yang disebut atau yang disembah sebagai Allah. Bahkan ia duduk di Bait Allah dan mau menyatakan diri sebagai Allah. (2Tes.2:3-4)
Adanya kemurtadan, manusia durhaka yang duduk di Bait Allah dan mau menyatakan diri sebagai Allah seperti yang ditulis Rasul Paulus dalam Surat Tesalonika tadi, adalah gambaran dimana Gereja Kristus dalam arti tertentu berhasil dihancurkan dan dikuasai oleh musuhnya sehungga berubah menjadi Gereja antikristus!
Kemurtadan yang dimaksud Rasul Paulus sebagai tanda kedatangan Tuhan harus unik, atau tanda yang satu-satunya. Dengan demikian kemurtadan itu harus terjadi pada satu-satunya Gereja Kristus, bukan di gereja-gereja lain yang jumlahnya banyak itu. Konsekuansinya, kemurtadan yang dimaksud oleh Rasul Paulus sebagai tanda yang pasti menjelang kedatangan Tuhan harus terjadi di Gereja Katolik!
Kemurtadan yang dimaksud tentunya juga bukan kemurtadan biasa yang terjadi pada sebagian kecil umat atau hirarki. Kemurtadan kecil-kecilan seperti itu selalu terjadi berulang di sepanjang sejarah Gereja Katolik dan bukan menjadi tanda unik menjelang kedatangan TUHAN.
Oleh karenanya kemurtadan yang terjadi harus bersifat signifikan, besar-besaran dan sangat berpengaruh pada Gereja Katolik. Kemurtadan besar-besaran seperti itu hanya mungkin terjadi jika sebagian besar hirarki yang berkuasa ikut terlibat di dalamnya. Bahkan dengan disebutkan bahwa manusia durhaka itu duduk di Bait Allah, maka kemurtadan itu juga melibatkan hirarki tertinggi dan terjadi di pusat Gereja Katolik!
Tapi bagaimana Gereja yang didirikan oleh Kristus dapat dirusak dan dikuasai oleh musuh-musuhnya? Bagaimana dengan janji Tuhan bahwa gerbang alam maut tak akan menguasainya?
Memang sesuai janji Tuhan Gereja-Nya tidak mungkin dikuasai semua. Itu sebabnya tadi saya katakan bahwa dalam arti tertentu saja Gereja Katolik berhasil dikalahkan dan dikuasai musuhnya. Menurut Rasul Paulus, akan ada suatu sisa yang dipilih oleh kasih karunia (Rm.11:5). Pada sisa-sisa umat Tuhan inilah janji Tuhan bahwa Gereja-Nya akan tetap bertahan dan tidak dapat dikuasai oleh gerbang alam maut.., akan digenapi. Kelak melalui sisa-sisa ini pula Gereja-Nya akan dipulihkan kembali sehingga eksistensi Gereja Kristus tidak pernah terputus sejak awal didirikannya hingga akhir jaman!
Sebaliknya, sesuai dengan nubuat Rasul Paulus sebagian besar hirarki, termasuk juga yang terdapat di pusat Gereja Katolik akan tersesat serta jatuh ke dalam kemurtadan!
Tentu keadaan seperti itu tidak mungkin terjadi secara tiba-tiba, tapi terjadi melalui proses yang bertahap dan panjang. Nah, proses bertahap yang panjang menuju kemurtadan dan berkuasanya musuh-musuh Gereja itulah yang kemudian ditafsirkan oleh Uskup Athanasius Schneider sebagai periode jalan salib atau kalvari yang harus dilalui Gereja Katolik sebelum kedatangan Kristus yang kedua...
Jika kita mengamati apa yang terjadi di Gereja Katolik dalam beberapa tahun terakhir, proses kemurtadan itu mulai tampak jelas sejak tahun 1986 ketika Paus Yohanes Paulus II mengadakan doa bersama semua agama untuk perdamaian di Asisi. Tanda-tanda kemurtadan itu bahkan makin jelas ketika terjadi skandal Pachamama di Vatikan bulan Oktober tahun lalu. Sesuai dengan nubuat yang ditulis Rasul Paulus, tidak sulit kita menduga bahwa proses kemurtadan di Gereja Katolik masih akan terus berlanjut dan makin menjadi-jadi di masa mendatang!
Yang menarik, menurut Uskup Athanasius Schneider masa 'jalan salib' yang dialami Gereja itu dimulai 50-60 tahun yang lalu. Berarti secara tidak langsung masa jalan salib yang dimaksudkannya berkaitan erat dengan Konsili Vatikan II.
Dengan mengambil analogi kisah sengsara yang dialami Yesus Kristus dimulai dengan pengkhianatan Yudas, tentunya jalan salib yang dialami Gereja juga dimulai dengan pengkhianatan para Yudas modern. Lalu apa yang terjadi dalam Konsili Vatikan II sehingga bisa disetarakan dengan pengkhianatan Yudas?
Mari kita cermati gagasan dan perubahan yang ingin diwujudkan melalui Konsili Vatikan II...
Rencana akan diadakannya Konsili Vatikan II secara tiba-tiba diungkapkan oleh Paus Yohanes XXIII di hadapan para kardinal pada tanggal 25 Januari 1959, hanya 19 hari setelah dia menjadi Paus menggantikan Paus Pius XII yang wafat pada bulan Oktober 1958. Cepatnya muncul rencana untuk mengadakan konsili ini sangat luar biasa! Seolah-olah Paus Yohanes XXIII sudah memikirkan rencana konsili itu sejak lama sebelum dia menjadi Paus!
Ketika ditanya oleh seorang kardinal mengenai tujuan dari konsili yang direncanakannya, Paus Yohanes XXIII membuka jendela dan berkata, "Kita akan membiarkan udara segar masuk ke dalam Gereja agar membersihkan debu-debu yang menumpuk sejak jaman Konstantin..."
Yang dimaksud Paus Yohanes XXIII, melalui konsili tersebut Gereja Katolik akan memulai era aggiornamento, dimana Gereja Katolik akan melakukan pembaharuan-pembaharuan sedemikian rupa agar ajaran-ajarannya senantiasa mengikuti perkembangan jaman!
Itulah inti dari semangat Konsili Vatikan II...
Bagi sebagian besar orang, ini dipandang sebagai gagasan segar yang menggembirakan. Gereja Katolik tidak lagi hidup di masa lalu dengan doktrin-doktrinnya yang kaku tapi akan menjadi Gereja yang modern dan senantiasa menyesuaikan ajaran-ajarannya dengan perkembangan jaman. Akibatya bagi banyak orang Konsili Vatikan II ini dipandang sebagai karya Roh Kudus yang memperbaharui Gereja!
Tapi sekarang dengan melihat banyaknya buah-buah buruk yang muncul sejak Konsili Vatikan II kita bisa yakin bahwa Konsili Vatikan II bukanlah karya Roh Kudus!
Keputusan Paus Yohanes XXIII untuk mengadakan Konsili Vatikan II adalah sebuah kesalahan besar!
Harapannya dengan membuka jendela udara segar dapat masuk ke dalam Gereja tidak pernah terjadi. Apa yang terjadi justru sebaliknya, yang masuk ke dalam Gereja adalah udara berracun yang merusak kekayaan Gereja yang telah terkumpul selama 19 abad lebih! Dengan membuka diri untuk mengikuti perkembangan jaman maka Gerejapun secara bertahap mulai mengkompromikan ajaran-ajaannya dengan semangat dan keinginan-keinginan dunia. Ajaran Gereja yang benar semakin dipinggirkan untuk digantikan dengan ajaran-ajaran hasil kompromi dengan semangat dunia! Itulah buah dari semangat aggiornamento Konsili Vatilkan II!
Injil berkata, manusia tidak dapat memiliki dua tuan. Demikian juga Gereja tidak dapat memiliki dua tuan, Gereja tidak bisa mengikuti kehendak Tuhan dan sekaligus mengikuti kehendak dunia yang selalu berubah! Sayang sekali melalui Konsili Vatikan II, Paus Yohanes XXIII yang kemudian dilanjutkan oleh Paus Paulus VI memilih untuk mengikuti kehendak dunia dan meninggalkan kehendak Tuhan!
Seperti Yudas yang mengkhianati Tuhan dengan menyerahkan-Nya ke tangan para musuh-Nya, demikian pula yudas-yudas modern melalui Konsili Vatikan II telah menyerahkan Gereja kepada dunia untuk disalibkan!
Lalu apa yang dapat kita lakukan dalam situasi seperti ini?
Kita bisa melihat petunjuknya dalam Injil....
Jika kisah sengsara Tuhan menjadi 'type' atau perlambang dari apa yang terjadi sekarang maka kitapun bisa belajar dari apa yang terjadi pada kisah sengsara tersebut untuk menjadi pedoman dalam menghadapi situasi Gereja saat ini.
Dalam kisah sengsara Tuhan, setidaknya ada tiga orang murid yang menonjol perannya. Yang pertama adalah Yudas yang mengkhianati Tuhan. Kemudian ada Petrus yang menyangkal Tuhan. Dan terakhir ada Yohanes yang bersama Bunda Maria tetap setia menemani Tuhan menjalani sengsara hingga wafat.
Yudas adalah perlambang dari mereka yang mendukung Konsili Vatikan II dan terus mendoromg Gereja untuk berubah mengikuti perkembangan jaman. Di dalamnya termasuk juga mereka yang terus mendorong semangat dialog dan ekumenisme demi memenuhi tuntutan jaman untuk membangun perdamaian semu. Jelas kita tidak akan memilih untuk menjadi Yudas dan ikut aktif menghancurkan Gereja!
Petrus adalah perlambang dari mereka yang merasa terpukul dan malu dengan apa yang terjadi pada Gereja. Mereka lalu memilih keluar meninggalkan Gereja! Kita juga tidak akan memilih sikap ini. Kita tidak akan meninggalkan Gereja hanya karena saat ini keadaannya tengah menderita dan dipermalukan. Seburuk apapun keadaannya, Gereja Katolik tetaplah Gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus sendiri.
Satu-satunya pilihan kita adalah menjadi seperti Yohanes yang tetap setia menemani Yesus Kristus dalam menjalani penderitaan di kayu salib hingga wafat-Nya. Dengan memilih bersikap seperti Yohanes berarti kita memilih untuk tetap setia pada seluruh ajaran Gereja yang benar, yaitu semua ajaran Gereja Katolik sebelum ajaran-ajaran tersebut dirusak oleh semangat Konsili Vatikan II. Hanya dengan cara demikian kita dapat menjadi bagian dari sisa-sisa Gereja yang dipilih oleh Tuhan menurut kasih karunia-Nya, sebagaimana yang telah disebut oleh Rasul Paulus...
Dengan memilih menjadi sisa-sisa Gereja yang tetap setia berarti kita menempatkan diri kita sebagai musuh dari mereka yang ingin menghancurkan Gereja. Tentu bukan dalam arti fisik, tetapi dalam arti rohani.
Dengan demikian kita juga menjadi prajurit-prajurit Kristus pengawal benteng terakhir yang dengan berani dan setia akan terus mempertahankan Gereja dari serangan musuh-musuhnya hingga saat kedatangan Tuhan. Kita akan menjadi penjaga benteng terakhir yang akan menentang segala upaya untuk mengubah ajaran Gereja dan merusaknya menurut keinginan-keinginan dunia, bahkan seperti yang dikatakan oleh Uskup Athanasius Schneidr, termasuk dengan menentang Uskup atau Paus jika itu memang perlu.
Kita sebagai umat Katolik hanya wajib taat kepada hirarki yang taat kepada Kristus, bukan pada mereka yang menentang Kristus.
Terima kasih atas perhatian anda...
Viva Christo Rey...
0 Komentar