Transkrip:
Akhirnya hari Rabu pagi tanggal 27 November 2024, jam 04.00 waktu setempat, IDF dan Hezbollah resmi melakukan gencatan senjata selama 60 hari. Sehari sebelumnya PM Netanyahu yang dijuluki banyak orang sebagai Winston Churchill dari Israel, di depan TV nasional mengumumkan akan mengajukan usulan gencatan senjata tersebut ke parlemen. Ada tiga alasan penting mengapa Netanyahu menyetujui gencatan senjata yang diusulkan oleh AS.
1. Israel perlu fokus menghadapi musuh yang lebih penting mengingat adanya kemungkinan ancaman serangan nuklir, yaitu Iran.
2. Bukan rahasia bahwa tekanan dari pemerintahan Joe Biden membuat Israel mengalami hambatan dalam pasokan senjata dan amunisi yang dibutuhkan. Akibatnya Israel membutuhkan waktu untuk mengisi ulang amunisi dan melengkapi senjata dalam menghadapi peperangan. Selain itu tentara IDF juga memerlukan waktu untuk memulihkan kekuatan setelah menjalani pertempuran berat di dua front dari keseluruhan tujuh front yang dihadapi Israel.
3. Gencatan senjata dengan Hezbollah akan mengisolasi Hamas yang selama ini berkoordinasi dengan Hezbollah. Di Gaza, sekarang Hamas terpaksa harus berjuang sendiri sehingga akan lebih mudah untuk dikalahkan dan sandera bisa segera dibebaskan.
Sebagian orang menolak rencana tersebut karena menganggapnya terlalu dini. Menurut mereka IDF sedang dalam posisi ofensif yang menguntungkan, dan Hezbollah sudah babak belur. Seharusnya IDF meneruskan tekanannya untuk menghabisi Hezbollah seperti mereka menghabisi Hamas di Gaza.
Sebagian lagi setuju dengan gencatan senjata 60 hari tersebut. Menurut mereka ini stategi yang tepat untuk meraih kemenangan yang besar dengan resiko yang lebih kecil, yaitu dapat kembali melanjutkan peperangan setelah gencatan senjata berakhir, ketika Donald Trump resmi menjadi presiden AS. Dengan cara demikian Israel dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan Hezbollah secara maksimal dengan dukungan penuh dari AS di bawah pemerintahan Trump.
Mereka yang menolak gencatan senjata mengacu pendapatnya pada sejarah masa lalu di mana setiap gencatan senjata dengan teroris, baik Hamas maupun Hezbollah selalu dimanfaatkan oleh mereka untuk konsolidasi, mengumpulkan kekuatan militer, dan membangun berbagai infrastruktur untuk melakukan teror terhadap Israel. Gencatan senjata dengan teroris di masa lalu terbukti selalu merugikan Israel.
Tapi yang mereka lupa adalah, kini Israel dipimpin oleh PM Benyamin Netanyahu. Sebagai veteran Sayeret Matkal, pasukan khusus ring-1 Israel, best of the best dari seluruh pasukan elit IDF, ia tahu betul bagaimana menghadapi teroris dan sudah belajar banyak dari kegagalannya pada tanggal 7 Oktober tahun lalu.
Sebenarnya pilihan Netanyahu bukanlah antara meneruskan serangan terhadap Hezbollah atau gencatan senjata, tapi antara mengikuti gencatan senjata usulan AS atau dipaksa untuk melakukan gencatan senjata oleh resolusi Dewan Keamanan PBB. Pilihan kedua jelas sangat buruk karena pasti merugikan Israel dan AS di bawah pemerintahan Joe Biden kemungkinan akan berkhianat dengan menolak melakukan veto. Sama seperti yang pernah dilakukan pemerintahan Obama tahun 2016 di akhir pemerintahannya. Dengan alasan itu maka Netanyahu memilih untuk setuju pada gencatan senjata usulan AS.
Ini kejeniusan Netanyahu...
Sebelum gencatan senjata diberlakukan, Israel terlebih dahulu membuat MOU dengan PBB yang isinya menuntut Israel berhak ikut serta menegakkan resolusi PBB nomor 1701 yang selama ini gagal diimplementasikan oleh PBB. Malah pasukan UNIFIL sudah terbukti berkolaborasi dengan Hezbollah untuk membangun kekuatan teror mereka melawan Israel. PBB yang terpojok mau tidak mau menyetujui memorandum ini.
Berdasarkan MOU dengan PBB, Israel bernegosiasi dengan AS untuk menekan Lebanon agar Isael berhak mengawasi langsung penegakkan resolusi 1701 yang isinya antara lain memastikan Hezbollah berada di Utara Sungai Litani dan tidak diperkenankan memiliki senjata yang membahayakan Israel. Jika diketahui Hezbollah berupaya membangun kekuatan bersenjata, membangun infrastruktur teror, atau melakukan gerakan ofensif yang dipandang mengancam keamanan Israel, maka IDF berhak masuk ke wilayah Lebanon untuk menyerang mereka tanpa perlu konsultasi apapun dengan Lebanon. Israel juga selama 60 hari berhak tetap berada di wilayah Lebanon yang sudah didudukinya dan melakukan pengintaian melalui drone maupun pesawat tempur untuk memastikan penegakan resolusi 1701.
Langkah jenius Netanyahu ini membuat Hezbollah mati kutu dan dapat dikatakan sudah kalah dalam peperangan mereka.
Sejak serangan bom pager dan walkie-talkie yang spektakuler, Hezbollah sudah mengalami kehancuran hebat. Seluruh jajaran pemimpinnya, termasuh Hasan Nasrallah sudah ditewaskan. Sudah lebih dari 4000 orang teroris Hezbollah ditewaskan dan belasan ribu lainnya terluka selama 2 bulan peperangan. Delapan puluh persen kekuatan roket dan drone mereka sudah dihancurkan. Seluruh terowongan teror mereka di wilayah Lebanon Selatan sudah dihancurkan, jaringan pasokan senjata dari Iran melalui Suriah juga sudah diputuskan, dan pusat-pusat finansial mereka sudah hancur.
Berdasarkan persetujuan gencatan senjata, Hezbollah yang sudah hancur lebur ini dilarang membangun kembali kekuatan militer mereka. Berani melanggar, maka IDF akan segera melakukan serangan tanpa menunggu persetujuan pemerintah Lebanon. Ini sudah terbukti ketika belum dua hari gencatan senjata berlangsung, Israel mencurigai adanya gerakan dari sekelompok teroris Hezbollah untuk kembali ke Lebanon Selatan. IDF langsung melakukan serangan untuk menghentikan upaya tersebut.
Jadi selama 60 hari gencatan senjata, Hezbollah praktis tidak dapat melakukan apapun selain meratapi kebodohan dan nasib buruk mereka.
Selanjutnya, jika setelah gencatan senjata 60 hari berakhir Hezbollah nekat kembali membangun kekuatan dan menyerang Israel, maka IDF akan melancarkan serangan dengan kekuatan penuh yang didukung oleh pasokan senjata dan dukungan politik yang maksimal dari pemerintahan AS di bawah Donald Trump yang sangat bersahabat dengan Israel.
Jadi kesimpulannya, gencatan senjata ini adalah kemenangan besar untuk Israel karena ancaman teror dari Hezbollah sudah berakhir dan selanjutnya penduduk Israel di bagian utara sudah bisa kembali ke kota-kota mereka. Sementara itu bagi Hezbollah, gencatan senjata ini adalah kekalahan besar karena mereka sudah tidak bisa lagi membangun kekuatan untuk melawan Israel. Selain itu bagi Iran, ini pukulan yang sangat besar karena proxy andalan yang dibangun selama puluhan tahun dengan biaya miliaran dollar harus hancur lebur dalam waktu sekitar dua bulan saja...
Silahkan berikan komentar anda tentang situasi ini.
Terima kasih...
0 Komentar