DEI VERBUM 8 - Teks Dari NERAKA


 Transkrip video:


Salam damai dan sejahtera bagi kita semua...

Pada tanggal 28 Juni 1961, Paus Yohanes XXIII mengatakan demikian tentang Konsili Vatikan II yang digagasnya: 

"Konsili ekumenis akan menjangkau dan merangkul di bawah sayap Gereja Katolik yang lebar, seluruh warisan Tuhan kita Yesus Kristus. Tugas utamanya akan berkaitan dengan kondisi dan pembaharuan (aggiornamento) Gereja setelah 20 abad kehidupannya."

Sesuai dengan rencana Paus Yohanes XXIII, Konsili Vatikan II menghadirkan semangat aggiornamento atau pembaharuan di Gereja Katolik untuk mengimbangi perkembangan jaman yang terjadi begitu cepat. Tapi sayang sekali, berbagai pembaharuan Konsili Vatikan II yang diharapkan menjadi musim semi dan pentakosta kedua bagi Gereja Katolik gagal terwujud.

Sebaliknya, berbagai perubahan yang terjadi akibat konsili terbukti membuat Gereja Katolik semakin menyimpang dari ajaran iman para Rasul dan tercabut dari akar tradisinya. Menurut Mgr. Marcel Lefebvre, pembaharuan yang menyimpang dari Konsili Vatikan II antara lain adalah hadirnya ekumenisme, kebebasan beragama, dan kolegialitas. Sekarang kita bisa melihat buah-buah buruk perubahan tersebut dari adanya kegiatan doa bersama semua agama, kekacauan liturgi, berhala dan ritual pagan yang masuk dalam liturgi Gereja, pergeseran nilai-nilai moral, dan proses sinodalitas yang akan digunakan sebagai sarana bagi perubahan terus-menerus dalam Gereja Katolik. Itu semua adalah tanda-tanda tak terbantahkan dari proses kemurtadan besar yang sedang terjadi di Gereja Katolik sesuai nubuat Kitab Suci.

Pertanyaannya, apa yang salah dengan upaya pembaharuan Konsili Vatikan II? Apakah Gereja Katolik tidak boleh memperbaharui diri untuk menghadapi jaman yang berubah?

Gereja Katolik sama sekali tidak anti pembaharuan! 
Sejak jaman para Rasul hingga Paus Pius XII, Gereja Katolik terus mengalami berbagai pembaharuan yang membuatnya selalu menjadi sarana pewartaan Sabda Tuhan yang aktual dan relevan di segala jaman. Bahkan ungkapan terkenal dari St. Agustinus, "Ecclesia semper reformanda est" yang artinya kurang lebih "Gereja selalu memperbaharui diri" sudah cukup menjadi bukti bahwa Gereja Katolik selalu terbuka pada pembaharuan.

Tapi apa yang membedakan pembaharuan Gereja Katolik sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II?

St. Vincent dari Lerins, seorang teolog dan biarawan suci abad 5, memberikan penjelasan yang baik bagaimana Gereja harus memperbaharui dirinya, “Pertumbuhan dan pembaharuan Gereja bukanlah dalam mengubah iman atau ajarannya, tetapi dalam memperdalam pemahaman kita tentangnya.” St. Vincent dari Lerins juga mengatakan ini, "Gereja Kristus, yang satu dan sama di seluruh dunia, tidak mengubah iman atau doktrinnya sejak awal."

Jadi semua pembaharuan Gereja tidak pernah mengubah substansi ajaran iman, tapi  memperdalam dan memperjelas pengertiannya sehingga seluruh ajaran Tuhan yang dipercayakan pada Gereja Katolik dapat dipahami dalam makna dan maksud yang sama di setiap jaman. Ajaran Gereja Katolik tidak berubah sejak jaman para Rasul sampai selama-lamanya karena Gereja Katolik sejak semula sudah menerima seluruh kebenaran ilahi secara penuh. Ajaran iman para Rasul yang sempurna inilah yang harus ditransmisikan secara utuh tanpa berubah dari jaman ke jaman. 

Lalu bagaimana dengan Roh Kudus yang diutus Tuhan kita Yesus Kristus untuk membimbing Gereja-Nya?

Ini kata Tuhan Yesus: 

"...tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yoh.14:26).

Ternyata Roh Kudus tidak diutus untuk membawa ajaran baru, tapi untuk mengingatkan atau menjelaskan apa yang sudah diajarkan Tuhan Yesus kepada para Rasul-Nya. Bahkan peran Roh Kudus ini juga dipertegas dalam Konsili Vatikan I:

Karena Roh Kudus dijanjikan kepada penerus Petrus bukan agar mereka, melalui wahyu-Nya, dapat mengumumkan beberapa ajaran baru, tetapi agar, dengan bantuan-Nya, mereka dapat secara religius menjaga dan dengan setia menguraikan wahyu atau deposit iman yang disampaikan oleh para Rasul.

Jadi ajaran iman para Rasul adalah seluruh kebenaran ilahi yang penuh dan tak dapat diubah, bahkan oleh Roh Kudus sekalipun. Itu sebabnya Rasul Paulus mengutuk siapapun yang berani mengubah ajaran iman para Rasul dan mengajarkannya:

Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari surga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia (Gal.1:8-9). 

Dengan demikian semua pembaharuan yang terjadi di Gereja Katolik selama hampir dua milenium sebelum Konsili Vatikan II hanyalah memperdalam dan memperjelas apa yang sudah terkandung dalam ajaran iman para Rasul.

Inilah yang berbeda dari aggiornamento atau pembaharuan Konsili Vatikan II!

Aggiornamento atau semangat pembaharuan dalam Konsili Vatikan II bukanlah semangat pembaharuan Gereja sebagaimana yang dipahami oleh St. Agustinus atau St. Vincent dari Lerins. Aggiornamento Konsili Vatikan II tidak lain adalah bidat modernisme yang sudah dikutuk oleh Paus St. Pius X dalam "Pascendi Dominici Gregis." Paus St. Pius X menyebut modernisme ini sebagai "gabungan semua bidat." Pada dasarnya modernisme tidak mengakui adanya kebenaran absolut dan berasumsi bahwa kebenaran selalu berubah mengikuti perkembangan jaman.

Nah, pembaharuan dalam arti modernisme inilah yang membuat Konsili Vatikan II semakin menjauhkan Gereja Katolik dari ajaran iman para Rasul.

Tapi bagaimana mungkin pembaharuan tanpa mengubah iman seperti yang dipahami oleh St. Agustinus, St. Vincent dari Lerins, dan semua orang kudus lain dilupakan begitu saja dan digantikan dengan bidat modernisme yang mengubah ajaran iman?

Kuncinya ada pada teks Dei Verbum 8:

Tradisi yang berasal dari para rasul itu BERKAT BANTUAN ROH KUDUS BERKEMBANG DALAM GEREJA.... Sebab dalam perkembangan sejarah, GEREJA TIADA HENTINYA MENUJU KEPENUHAN KEBENARAN ILAHI, sampai TERPENUHILAH PADANYA SABDA ALLAH.

Sepintas terkesan teks ini hanya berbicara tentang pertolongan Roh Kudus yang membantu Gereja memahami ajaran iman para Rasul di sepanjang jaman. Terutama karena dalam catatan kakinya teks tersebut merujuk pada ajaran Konsili Vatikan I. Namun jika kita teliti lebih lanjut, bukan itu maksudnya!

Perhatikan teks ini: 
Tradisi yang berasal dari para rasul itu berkat bantuan Roh Kudus berkembang dalam Gereja.

Pernyataan ini menyesatkan! Ajaran iman para Rasul itu sudah sempurna, tetap, dan tidak perlu berkembang lagi. Jadi Roh Kudus tidak akan membantu ajaran iman para Rasul untuk berkembang! Tapi para pendukung konsili mungkin berdalih bahwa yang dimaksud 'berkembang' dalam teks tersebut adalah pengertiannya yang diperdalam dan diperjelas sebagaimana yang sudah dipahami Gereja Katolik sebelumnya. 

Sayangnya argumen ini dengan mudah dipatahkan oleh teks berikutnya:
Sebab dalam perkembangan sejarah, Gereja tiada hentinya menuju kepenuhan kebenaran ilahi, sampai terpenuhilah padanya sabda Allah.

Teks ini jelas mengatakan bahwa Gereja BELUM memiliki kepenuhan kebenaran ilahi dan belum menerima Sabda Allah yang utuh! Artinya, Konsili Vatikan II memang berasumsi bahwa para Rasul belum menerima seluruh kebenaran. Dengan demikian dalam perjalanan sejarah Roh Kudus membimbing Gereja agar ajaran iman para Rasul tersebut terus berkembang sehingga Gereja pada akhirnya memperoleh kebenaran ilahi yang penuh, entah kapan itu akan terwujud!

Ini teks Konsili Vatikan II paling berbahaya yang memberikan fondasi kokoh bagi suburnya bidat modernisme untuk terus mengubah ajaran Gereja Katolik. Inilah teks Konsili Vatikan II yang terang-terangan memberi dasar bagi kemurtadan besar seperti yang sedang terjadi sekarang di Gereja Katolik!

Teks ini meyakinkan kita bahwa buah-buah buruk yang terjadi di Gereja Katolik saat ini bukanlah akibat penyimpangan terhadap Konsili Vatikan II, tetapi justru karena mengikuti prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Konsili Vatikan II. Jadi kita tidak perlu heran jika penyimpangan-penyimpangan terhadap ajaran iman para Rasul terus terjadi tanpa terbendung, bahkan dari pucuk pimpinan yang tertinggi.

Pertanyaan besarnya, masihkah anda terus mendukung Konsili Vatikan II?

Silahkan tulis komentar dan tanggapan anda di kolom komentar!

Akan sangat baik jika channel-channel Katolik lain berkenan membahas kesesatan Dei Verbum 8 ini supaya menjadi pembelajaran yang baik bagi kita semua.

Terima kasih atas perhatian anda...

Viva Christo Rey!

Posting Komentar

0 Komentar