Uskup Athanasius Schneider: Keberagaman Agama Tidak Dikehendaki Tuhan




Pax vobis, damai sertamu...

Pada tanggal 1 Juni lifesitenews mempublikasikan tulisan Uskup Athanasius Schneider yang mengatakan 'Tidak ada kehendak positif ilahi ataupun hak kodrati bagi keberagaman agama'.

Ini menarik...

Baru saja lifesitenews mempublikasikan surat Uskup Agung Vigano yang menyebut KVII sebagai kanker penyebab krisis, sekarang Uskup Athanasius Schneider kembali mengkritisi dokumen KVII tentang kebebasan agama, Dignitatis Humanae.

Seolah-olah TUHAN menghendaki kita semua mendengarkan dengan penuh perhatian seruan-seruan keras dari gembala-gembalanya yang tulus agar kita semua kritis terhadap dokumen-dokumen KVII yang terbukti berbahaya dan telah menghasilkan buah-buah buruk.

Dalam tulisannya, Uskup Schneider mengatakan demikian:

Ada cukup alasan untuk menyatakan ada hubungan sebab-akibat antara Deklarasi KVII tentang Kebebasan Beragama, Dignitatis Humanae, dan Dokumen 'Human Fraternity', yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Sheik Ahmed el-Tayeb di Abu Dhabi, pada 4 Februari 2019. Dalam perjalanan pulang ke Roma dari Uni Emirat Arab, Paus Francis sendiri mengatakan kepada wartawan: "Ada satu hal ... yang saya ingin katakan. Saya secara terbuka menegaskan kembali hal ini: dari sudut pandang Katolik, Dokumen itu tidak bergeser satu milimeterpun dari KVII. Bahkan dikutip beberapa kali. Dokumen itu dibuat dalam semangat KVVII. ”

Dari apa yang ditulis Uskup Schneider ini amat jelas bahwa dokumen sesat 'Human Fraternity' memang berakar pada dokumen KVII. Dapatkah buah yang buruk dihasilkan dari pohon yang baik? Tentu tidak. Dengan demikian sudah pasti kesesatan dokumen 'Human Fraternity' berasal dari kesesatan yang ada dalam dokumen KVII, Dignitatis Humanae!

Mengapa dokumen 'Human Fraternity' saya katakan sesat? Karena dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa keberagaman agama seperti juga keberagaman ras dan gender, dikehendaki Tuhan dalam kebijaksanaan-Nya. Dengan demikian dokumen tersebut menganggap TUHAN sendirilah yang menghendaki adanya keberagaman agama.

Jika benar demikian, apa gunanya TUHAN memberikan amanat untuk menjadikan seluruh bangsa murid-Nya? Tentu bertentangan! Jelas perintah Injil mengandaikan bahwa TUHAN tidak menghendaki keberagaman agama.

Karena pernyataan dalam dokumen "Human Fraternity" bertentangan dengan pernyataan Injil, maka pernyataan dokumen tersebut saya katakan sesat.

Mengenai dokumen KVII Dignitatis Humanae yang menjadi dasar dari dokumen "Human Fraternity", Uskup Scneider menulis demikian:

Dignitatis Humanae menegaskan kembali doktrin tradisional Gereja, dengan menyatakan: "Kami percaya bahwa satu agama yang benar ini ada di dalam Gereja Katolik dan Apostolik," dan menegaskan kembali "kewajiban moral manusia dan masyarakat untuk terarah pada agama yang benar dan pada Gereja Kristus yang satu". 

Sayangnya, hanya beberapa kalimat kemudian, Konsili merongrong kebenaran ini dengan mengemukakan teori yang belum pernah diajarkan oleh Magisterium Gereja, yaitu bahwa manusia memiliki hak yang ada dalam sifat kodratinya untuk, “tidak dihalangi bertindak dalam masalah-masalah keagamaan menurut hati nuraninya sendiri, baik secara pribadi maupun publik, baik sendiri atau bersama-sama dengan orang lain, dalam batas-batas yang wajar.” 

Menurut pernyataan ini, manusia memiliki hak, berdasarkan sifat kodratnya (dengan demikian itu kehendak positif dari Tuhan) untuk memilih, mempraktekkan dan menyebarkan, juga secara bersama, penyembahan berhala, dan bahkan penyembahan Setan, karena ada agama yang menyembah Setan, misalnya, "Gereja Setan."

Jadi inilah kekeliruan dalam dokumen Diginitatis Humanae menurut Uskup Athanasius Schneider: dokumen tersebut menyatakan TUHAN secara positif memberikan kebebasan bagi manusia untuk memilih agama apapun sesuai keinginannya sendiri, termasuk memilih agama yang keliru dan membahayakan jiwa.

Uskup Schenider menuliskan lagi:

Ambiguitas berbahaya dari pernyataan ini disembunyikan oleh fakta bahwa pernyataan tersebut adalah bagian dari satu kalimat, dimana bagian pertamanya jelas sesuai dengan doktrin tradisional dan tetap dari Gereja. Bagian pertama ini mengatakan: "Dalam hal agama, tidak ada yang boleh dipaksa untuk bertindak melawan nuraninya", yaitu tidak ada yang boleh dipaksa melawan kehendaknya untuk percaya pada Tuhan dan menerima agama, bahkan termasuk untuk menerima satu-satunya agama yang benar, yaitu agama Kristen.

Kebenaran dan kekeliruan dinyatakan dalam satu kalimat yang sama! Keberadaan dan pelaksanaan kehendak bebas dan, sebagai akibatnya, kebebasan dari paksaan eksternal, ada di dalam kodrat manusia itu sendiri, dan karenanya dikehendaki oleh Tuhan. Kemampuan untuk memilih antara yang baik dan yang jahat, kebenaran dan kesalahan, antara satu-satunya dan agama yang benar dan agama-agama lain, juga ada dalam kodrat  manusia. 

Namun, kita tidak dapat menyimpulkan dari adanya kemampuan untuk memilih antara yang baik dan yang jahat, antara kebenaran dan kesalahan, diikuti juga oleh hak kodrati untuk memilih, melaksanakan dan menyebarkan kesalahan, yaitu agama palsu.

Singkatnya, Uskup SchneIder mangatakan hak kodrati manusia untuk bebas dari paksaan beragama (termasuk beragama yang benar sekalipun) berasal dari TUHAN.  Tapi kedua hal tersebut tidak berarti manusia juga memiliki hak untuk memilih agama apa saja, termasuk agama palsu.

Gampangnya, kita perlu membedakan antara membiarkan dan menginginkan. Karena kita tidak boleh dipaksa memeluk agama tertentu, maka Tuhan memang membiarkan kita memilih agama menurut keinginan kita. Tapi pembiaran itu tidak boleh diartikan sebagai Tuhan mengingnkan kita memilih agama menurut keinginan kita. Tuhan menginginkan kita memilih hanya agama yang benar saja. Dengan demikian Tuhan tidak menghendaki keberagaman agama.

Itu sebabnya sebelum naik ke surga Tuhan memberikan amanat ini, "Pergilah dan jadikan semua bangsa murid-Ku. Baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus."

Perintah ini hanya masuk akal jika Tuhan tidak menghendaki keberagaman agama seperti yang secara sesat dinyatakan dalam dokumen 'Human Fraternity', yang menurut Paus Fransiskus sudah sejalan dengan dokumen KVII.....

Selanjutnya Uskup Schneider mengusulkan agar kekeliruan dalam dokumen Dignitatis Humanae tersebut segera diperbaiki oleh Paus atau Konsili Ekumenis yang akan datang.

Dengan demikian saat ini setidaknya ada dua Gembala yang sudah mengkritisi dokumen Konsili Vatkan II secara terbuka. Selain Uskup Athanasius Schneider, tentu saja Uskup Agung Carlo Maria Vigano.

Bahkan Uskup Agung Vigano tidak berbicara soal koreksi lagi. Dia menyebut dokumen Konsili Vatikan II sebagai kanker yang merusak Gereja dan menghasilkan krisis yang sekarang kita alami. Dengan kata lain dokumen-dokumen KVII harus dibuang dan dilupakan.. sama seperti yang pernah terjadi pada dokumen-dokumen yang dihasilkan pada Sinode Pistoria tahun 1786.

Teks lengkap dari tulisan Uskup Athanasius Scneider dapat dilihat di situs lifesite news.

Terima kasih atas perhatian anda..
Viva Christ Rey.


Posting Komentar

0 Komentar