Transkrip:
Salam damai dan sejahtera...
Dari dua video sebelumnya kita sudah membahas sebuah tanggal bersejarah yang sama dengan tahun yang berbeda, 7 Oktober 1571 dan 7 Oktober 2023. Apakah kesamaan keduanya hanya suatu kebetulan belaka, atau ada makna lain yang tersembunyi dan menunggu untuk dipahami?
Video ini akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan sesederhana mungkin.
Jika kesamaan tanggal tersebut hanya suatu kebetulan, maka video bagian ketiga ini tentu tidak diperlukan. Tapi saya percaya bagi Tuhan tidak ada yang kebetulan karena segala sesuatu yang terjadi dalam sejarah, sedikit atau banyak, ikut berperan dalam seluruh rencana keselamatan.
Selain itu sejarawan Hilaire Belloc juga mengatakan bahwa semua konflik dalam sejarah selalu memiliki akar teologis. Entah itu antara kebenaran melawan kesesatan, atau kebenaran yang lebih baik melawan kebenaran yang kurang baik, atau antara kesesatan yang saling menghancurkan. Jadi ada kuasa tak terlihat yang bekerja dalam setiap momen sejarah. Bahkan saya percaya teologi adalah kacamata yang tepat untuk membaca narasi sejarah. Dengan alasan itu maka kita akan mencoba melihat kesamaan akar teologis dari kedua peristiwa bersejarah tersebut.
Apa yang terjadi pada tanggal 7 Oktober 1571 adalah upaya gagal dari Kekalifahan Islam Ottoman Turki untuk menginvasi Eropa dan menghancurkan kekristenan. Sementara tanggal 7 Oktober 2023 adalah upaya gagal kaum islamis Hamas dan sekaligus poros perlawanan Iran serta proksi-proksinya, untuk menghancurkan Israel. Jadi keduanya sama-sama berkaitan dengan semangat jihad Islam. Karenanya kita perlu memahami kehadiran Islam dalam konteks Yahudi dan Kristen.
Sebagai Katolik kita percaya bahwa Sabda Tuhan diwartakan melalui para nabi dalam rentang waktu yang panjang dan disempurnakan dengan inkarnasi Putra Allah menjadi manusia dalam Yesus Kristus. Yahudi menolak Yesus Kristus sebagai Mesias sehingga mereka hanya menerima sebagian kebenaran, sementara Gereja Katolik menerima seluruh kebenaran Sabda Tuhan dan menjaganya sampai hari ini.
Karena seluruh Sabda Tuhan sudah diterima dalam Gereja Katolik dan dijamin akan tetap utuh sampai akhir jaman, maka tidak ada nabi baru yang diutus Tuhan untuk mengajarkan wahyu baru. Akal sehat mengatakan hal itu tidak mungkin. Tapi tepat itulah yang ingin dilakukan si ular tua alias bapa segala dusta. Dia mengutus nabi palsu dan mewahyukan kebenaran palsu untuk menyembah tuhan palsu melalui sebuah agama palsu, itulah agama Islam yang muncul di Tanah Arab pada abad 6.
Agar kebenaran palsu ini dapat disebarkan ke seluruh dunia, maka kebenaran asli yang berasal dari Tuhan harus ditundukkan agar tidak menjadi penghalang. Inilah akar dari kebencian Islam yang sesungguhnya terhadap Yahudi dan Kristen.
Komunitas-komunitas Yahudi di Arab dengan mudah sudah ditaklukkan sejak jaman Muhamad. Maka fokus Islam selanjutnya adalah mengalahkan kekristenan. Sampai dengan abad 15 mereka berhasil menaklukkan seluruh kekristenan Timur, mulai dari Yerusalem, Antiokhia, Aleksandria, dan Konstantinopel. Yerusalem, Antiokhia, dan Aleksandria jatuh pada abad 7, sementara Konstantinopel jatuh pada tahun 1453. Satu-satunya pusat kekristenan yang tetap bertahan adalah Roma.
Keinginan untuk menaklukkan Roma agar melengkapi dominasi Islam atas kekristenan inilah yang menjadi latar belakang dari ambisi Kekalifahan Ottoman Turki pada abad 16 untuk menyerbu Eropa melalui armada lautnya yang kuat. Sebagaimana yang sudah diceritakan pada video bagian pertama, ambisi ini gagal total setelah Armada Liga Suci yang dipimpin Raja Don Juan secara ajaib berhasil mengalahkan armada Kekalifahan Ottoman Turki dalam perang Laut Lepanto tanggal 7 Oktober 1571.
Dengan kekalahan di Lepanto ini armada laut Kekalifahan Ottoman memang tidak lagi menjadi ancaman bagi Eropa. Pada abad 17 mereka kembali mencoba menguasai Eropa melalui daratan dengan mengepung kota Wina, namun upaya ini digagalkan oleh Raja Jan Sobieski dari Polandia.
Terlepas dari kegagalan yang terjadi, ambisi untuk menaklukkan kekristenan tidak padam. Mereka kembali berusaha menguasai Eropa dengan strategi yang baru, yaitu melalui imigrasi. Invasi Islam melalui imigrasi inilah yang sekarang menjadi ancaman terbesar bagi kekristenan di Eropa dan juga di Amerika.
Tapi sebelum ambisi itu tercapai, muncul masalah baru. Gerakan zionisme yang dipelopori oleh Theodor Herzl akhirnya berhasil mengembalikan orang-orang Yahudi yang tersebar di berbagai negara ke tanah nenek moyang mereka dan membentuk negara Israel yang merdeka pada tahun 1948. Sebelum hal itu terwujud, gagasan keberadaan negara Israel merdeka di tengah-tengah bangsa Arab ini segera menjadi batu sandungan yang harus dilenyapkan dengan segala cara. Tidak peduli apapun yang dilakukan oleh Israel, keberadaannya sudah dianggap salah di mata negara-negara Arab. Nah, keinginan untuk melenyapkan negara Israel inilah yang menjadi akar konflik dan peperangan di Timur Tengah.
Pada saat Israel merdeka tahun 1948 belum ada bangsa bernama Palestina. Yang ada adalah orang-orang Arab di Palestina. Pada waktu itu PBB sudah menawarkan solusi dua negara. Israel menerima, tapi orang-orang Arab di Palestina menolak. Selanjutnya, bersama beberapa negara Arab mereka melancarkan perang terhadap Israel. Dari sini kita bisa tahu, masalahnya bukan soal kemerdekaan Palestina, tapi keberadaan negara Israel yang tidak diinginkan.
Semua upaya militer negara-negara Arab untuk melenyapkan Israel, mulai dari perang kemerdekaan Israel 1948, perang 6 hari tahun 1967, perang Yom Kippur tahun 1973, tidak ada satu pun yang berhasil. Tapi ambisi untuk menghapus negara Israel tidak pernah hilang. Ambisi ini terus dilanjutkan melalui gerakan terorisme dengan dalih perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina. Jadi, istilah bangsa Palestina ini baru muncul tahun 60-an sebagai bagian dari strategi perlawanan untuk melenyapkan negara Israel. Itu sebabnya semboyan gerakan pro-Palestina adalah "From the river to the sea, Palestine will be free!" yang secara implisit menunjukkan keinginan untuk meniadakan negara Israel dan menggantinya dengan negara Palestina. Sekali lagi, kemerdekaan Palestina itu cuma dalih. Keinginan yang sesungguhnya adalah untuk melenyapkan negara Israel.
Selanjutnya, keberhasilan revolusi Islam di Iran pada tahun 1979 membuat upaya untuk memusnahkan negara Israel mendapatkan kekuatan baru. Negara Islam Iran yang baru ini segera membuat beberapa kekuatan proksi untuk mengepung Israel melalui kelompok teroris seperti Hamas di Gaza dan Yudea-Samaria, milisi-milisi pro-Iran di berbagai negara, dan yang terkuat adalah Hezbollah di Lebanon. Kelompok-kelompok proksi ini dimaksudkan untuk menekan Israel agar tidak menyerang Iran secara langsung, sementara mereka sedang berupaya untuk membangun bom nuklir. Jika Iran berhasil membuat bom nuklir, maka cita-cita untuk memusnahkan negara Israel dari peta Timur Tengah segera bisa diwujudkan.
Tapi sejarah berbicara lain...
Karena khawatir rencana mereka tercium dinas intelijen Israel, pada tanggal 7 Oktober 2023 kelompok Hamas melakukan serangan dari Gaza ke Israel tanpa berkoordinasi dengan kelompok-kelompok proksi lainnya. Akibatnya, serangan ini tidak hanya gagal secara militer tapi juga berakibat fatal. Israel membalas dengan dahsyat. Hanya dalam waktu dua tahun seluruh kekuatan proksi yang disiapkan Iran selama puluhan tahun menjadi hancur lebur, dan Iran sendiri juga dipermalukan dalam perang 12 hari.
Apa yang dapat kita simpulkan dari sini?
Kesamaan tanggal antara perang laut Lepanto dan perang Gaza bukanlah suatu kebetulan dan juga bukan rekayasa manusia. Bisa jadi itu adalah pesan Tuhan bahwa perang yang terjadi di Gaza memiliki karakter yang sama dengan perang Lepanto. Perang tersebut bukan sekedar perseteruan politik atau konflik militer, tapi juga memiliki akar spiritual.
Negara Israel adalah satu-satunya negara Yahudi di dunia. Sekalipun Yahudi sebagai agama tidak menerima seluruh kebenaran yang utuh karena menyangkal Yesus Kristus, bagaimanapun kebenaran yang mereka miliki juga berasal dari Tuhan yang benar. Dengan demikian upaya untuk melenyapkan negara Israel seperti yang terlihat dalam perang Gaza dan perang-perang sebelumnya, adalah upaya dari bapa segala dusta dan para pengikutnya untuk menggantikan kebenaran yang berasal dari Tuhan dengan kebenaran palsu.
Satu hal penting yang harus dicatat, tujuan dari musuh-musuh Israel ini tidak hanya terbatas memusnahkan negara Israel saja. Mereka masih menyimpan ambisi yang lebih besar, yaitu menghancurkan kekristenan untuk digantikan kebenaran palsu bernama Islam. Kesamaan tanggal perang Lepanto dan perang Gaza adalah suatu pesan simbolik bahwa Israel dan kekristenan, yang tidak lain adalah Israel rohani, sedang menghadapi musuh yang sama dalam peperangan yang bersifat eksistensial.
Ini penting karena cukup banyak orang Kristen, termasuk orang-orang Katolik, yang tertipu oleh narasi-narasi rekayasa media. Karena percaya pada narasi genosida dan kekejaman Israel, mereka dengan sukarela mendukung gerakan pro-Palestina dan ikut-ikutan mengutuk Israel. Mereka adalah para 'useful idiot' atau orang-orang idiot yang berguna. Itu istilah untuk orang-orang yang dengan senang hati membeli tali yang kelak akan digunakan untuk menggantung leher mereka sendiri. Tak ada genosida oleh Israel di Gaza! Yang ada hanyalah korban sipil yang jatuh dalam peperangan urban karena mereka digunakan sebagai tameng hidup oleh Hamas!
Kelompok pro-Palestina yang mereka dukung itu, pada waktunya nanti akan bangkit dan menghancurkan kekristenan. Lihat saja berbagai aksi yang dilakukan para imigran pro-Palestina di negara-negara Eropa dan Amerika. Saat ini jumlah mereka sudah sangat mengkhawatirkan dan akan terus bertambah. Apalagi jika mendapatkan dukungan dari orang-orang Kristen sendiri, Pada waktunya nanti, cukup dengan satu komando perintah untuk berjihad, mereka dengan mudah akan meratakan semua gereja-gereja yang ada di Eropa, Amerika, dan negara-negara lain.
Semoga apa yang dipaparkan dalam video ini dapat membantu kita melihat perang Gaza yang telah menguras perhatian dunia selama dua tahun terakhir ini, tidak hanya sebagai konflik militer atau politik, bukan pula sekedar tragedi kemanusiaan, tapi ada akar teologis yang perlu kita kenali agar kita dapat mengambil sikap yang tepat.
Terima kasih atas perhatian anda...
Viva Christo Rey!
0 Komentar