Keajaiban 7 Oktober Dan Kegagalan Ambisi Islam - part 2


 

Transkrip:

Salam damai dan sejahtera...

Di bagian pertama sudah dikisahkan bagaimana Armada Liga Suci berhasil menghentikan upaya invasi Islam ke Eropa dalam perang laut Lepanto pada tanggal 7 Oktober 1571.

452 tahun kemudian, tanggal 7 Oktober kembali membuat sejarah. Masih ada hubungannya dengan invasi Islam. Kali ini Hamas yang didukung negara Islam Iran, pada tanggal 7 Oktober 2023 secara mendadak menyerbu Israel dari Gaza. Pada hari itu lebih dari 1200 orang Israel, sebagian besar warga sipil dibantai dengan kejam dan lebih dari 250 orang diculik untuk dijadikan sandera.

Apakah 7 Oktober kali ini justru menjadi kemenangan bagi invasi Islam?

Sayangnya tidak!

Israel yang menyatakan perang dengan Hamas segera memobilisasi pasukan untuk membalas serangan, dan menghancurkan Hamas serta menyelamatkan para sandera. Tapi Hamas tidak berjuang sendiri. Dengan menyatakan perang melawan Hamas, berarti Israel harus menghadapi seluruh "poros perlawanan" yang selama ini sudah dibentuk oleh Iran untuk menghancurkan Israel. "Poros perlawanan" itu adalah Hezbollah di Lebanon, milisi Houthi di Yaman, rezim Bashar Al-Asaad di Suriah, milisi pro-Iran di Irak, dan Iran sendiri sebagai pusat dari "poros perlawanan."

Dampak serangan balasan Israel ini ternyata jauh di atas perkiraan semua orang. Pemimpin utama Hamas, Ismael Haniyeh, yang sedang berada di Iran dihabisi dengan serangan bom. Para komandan dan pemimpin Hamas di Gaza, seperti Mohammad Deif, Yahya Sinwar, dan lain-lain ditewaskan di medan pertempuran di Gaza. 

Sementara itu, organisasi teroris terkuat di dunia, yaitu Hezbollah di Lebanon juga berhasil dikalahkan. Dimulai dengan kejutan serangan "pager" dan "walkie-talkie" yang mirip film spionase Holywood, kekuatan Hezbollah terus dihancurkan secara sistematis. Bahkan pemimpinnya yang karismatik, Sheikh Hassan Nasrallah, akhirnya tewas dibom oleh serangan presisi pesawat tempur Israel. Sekarang organisasi teroris terkuat di dunia itu menjadi macan ompong yang tidak lagi menakutkan.

Hancurnya Hezbollah berdampak besar. Rezim Bashar Al Asaad yang selama ini didukung oleh Hezbollah di Lebanon, menjadi lemah dan pada Desember 2024 jatuh ke tangan milisi HTS yang dipimpin oleh Muhammad al-Jolani. Menyadari kekuatan militer Israel, kelompok Al-Jolani memilih untuk bersikap tidak konfrontatif dengan Israel dan siap membuka perdamaian.

Kehancuran Hezbollah juga membuat posisi Iran menjadi lemah karena tidak ada lagi yang akan membantu mereka jika Israel menyerang Iran secara langsung. Selanjutnya, ketegangan antara Iran dan Israel terus meningkat dan akhirnya berujung pada perang 12 hari yang dimulai pada tanggal 13 juni 2025. Serangan spektakuler angkatan udara Israel dalam perang ini menunjukkan dominasi udara yang mutlak atas Iran dan menewaskan puluhan jendral serta ilmuwan nuklir Iran, termasuk Mohammad Bagheri pemimpin Angkatan Bersenjata Iran, dan Hossein Salami komandan pengawal revolusi IRGC. Jika saja perang ini tidak segera dihentikan oleh Presiden Donald Trump, besar kemungkinannya Iran akan kalah total.

Di Yaman, serangan presisi angkatan udara Israel berhasil menghancurkan kekuatan militer kelompok Houthi dan menghabisi nyaris semua pemimpin mereka. Sementara itu di Gaza, kondisi Hamas juga babak belur karena nyaris seluruh komandan militer senior mereka sudah dihabisi IDF. Secara militer, Hamas sebenarnya sudah kalah dan hanya terus memaksakan bertahan demi harga diri.

Selanjutnya, salah satu pukulan telak bagi Hamas dan juga bagi gerakan Palestina justru datang dari Indonesia. Ini terjadi ketika Presiden Prabowo dalam pidatonya di Dewan Keamanan PBB menyatakan dukungannya pada kemerdekaan Palestina tapi sekaligus menghendaki jaminan keamanan bagi Israel. Dengan pernyataan itu berarti untuk pertama kalinya Indonesia, negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, mengakui keberadaan negara Israel secara de-facto. Pernyataan ini praktis menghancurkan gagasan "From the river to the sea, Palestine will be free" yang secara tidak langsung menghendaki terusirnya seluruh bangsa Israel dari tanah mereka.

Jadi kesimpulannya tanggal 7 Oktober 2023 kembali menjadi tanda kehancuran bagi upaya invasi Islam, sama seperti gagalnya upaya invasi armada Kekalifahan Islam Turki pada tahun 1571. Berbagai kekuatan militer kelompok-kelompok Islam mulai dari Hamas, Hezbollah, Houthi, rezim Bashar Al-Asaad di Suriah, dan bahkan rezim Islam Iran sendiri, yang sebenarnya dimaksudkan menjadi ancaman serius bagi eksistensi negara Israel, hanya dalam waktu dua tahun menjadi hancur lebur tak berdaya. Ini kekalahan yang di luar dugaan semua orang, dan praktis menobatkan Israel sebagai negara dengan militer terkuat di Timur Tengah.

Pertanyaannya, adakah keterkaitan antara tanggal 7 Oktober 1571 dengan 7 Oktober 2023? Apakah ini sekedar kebetulan, atau ada makna lain di balik itu?

Nantikan jawaban pertanyaan ini pada bagian terakhir.

Terima kasih atas perhatian anda..

Viva Christo Rey!

Posting Komentar

0 Komentar