Transkrip:
Salam damai dan sejahtera..
Beberapa waktu lalu Pendeta Deky Ngadas yang terobsesi untuk menjatuhkan Gereja Katolik setelah di-bully terus-menerus oleh Rm. Patris Allegro, mengeluarkan video yang menkritisi Vulgata, Kitab Suci terjemahan bahasa latin resmi yang digunakan oleh Gereja Katolik selama berabad-abad.
Intinya, dia mengungkapkan fakta-fakta historis yang menunjukkan terjemahan Vulgata terbukti tidak akurat dan mengandung kesalahan yang menurutnya fatal. Misalnya, kesalahan terjemahan Kej.3:15 dimana yang menginjak ular adalah perempuan, padahal menurut naskah asli Ibrani maupun Yunani yang menginjak ular adalah keturunannya. Juga Luk.1:28 dimana menurut Vulgata Malaikat Gabriel menyebut Maria sebagai "penuh rahmat" padahal teks asli berbahasa Yunani hanya mengatakan "dikaruniai." Lalu Kel.34:29 dimana dikatakan dalam Vulgata, wajah Musa bertanduk setelah bertemu dengan Tuhan padahal teks asli ibrani mengatakan wajah Musa bercahaya.
Masalahnya, kesalahan tersebut berdampak pada dogma Gereja seperti dogma Maria dikandung tanpa noda yang mengutip Kej.3:15 dan Luk.1:28. Selain itu gagasan perempuan menginjak ular mempengaruhi ajaran Gereja Katolik tentang peran Maria dan berbagai devosi Maria. Sementara kesalahan dalam Kel.34:29 berdampak pada seni patung religius dimana pada abad pertengahan banyak bermunculan patung Musa yang bertanduk. Menurut Deky Ngadas, bukti adanya kesalahan terjemahan Vulgata yang mempengaruhi dogma dan ajaran Gereja Katolik menunjukkan bahwa dogma-dogma Gereja Katolik, termasuk infalibilitas Paus, adalah salah dan tidak dapat dipercaya.
Tapi benarkah kekeliruan terjemahan Vulgata berdampak pada kekeliruan ajaran Gereja Katolik?
Sama sekali tidak, dan video ini akan menunjukkan alasannya!
Gereja Katolik meyakini bahwa seluruh Sabda Tuhan sudah dipercayakan pada Gereja Katolik melalui para Rasul:
"Sebab segala firman yang Engkau sampaikan kepada-Ku telah Kusampaikan kepada mereka dan mereka telah menerimanya." (Yoh.17:8)
Gereja Katolik juga percaya bahwa Sabda Tuhan yang dipercayakan pada Gereja akan tetap utuh sampai akhir jaman:
"Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi." (Mat.5:18)
"Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Mat.24:35)
Oleh karenanya Gereja yang telah dipercaya untuk menerima seluruh Sabda Tuhan itu akan bertahan sampai akhir jaman:
"Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya." (Mat.16:18)
Jadi Sabda Tuhan yang utuh di dalam satu Gereja Kristus, yaitu Gereja Katolik, yang akan bertahan sampai akhir jaman adalah satu kesatuan kebenaran yang koheren dari janji dan perkataan Tuhan yang tidak mungkin gagal.
Lalu bagaimana dengan adanya kesalahan pada terjemahan Vulgata? Apakah kesalahan ini menjadi bukti terjadinya kerusakan pada Sabda Tuhan yang dipecayakan pada Gereja Katolik?
Jika Gereja Katolik menggunakan prinsip sola-scriptura, maka kesalahan pada terjemahan Kitab Suci sudah pasti berdampak fatal karena Sabda Tuhan yang dipahami Gereja ternyata didasarkan pada teks-teks yang salah. Ini tidak hanya berlaku untuk Vulgata saja, tapi pada semua terjemahan Kitab Suci.
Mengenai terjemahan Kitab Suci, banyak ungkapan dalam suatu bahasa yang tidak dapat diterjemahkan dengan tepat ke dalam bahasa lain. Dengan demikian tidak mungkin ada terjemahan yang 100% akurat. Sementara itu salinan teks-teks Kitab Suci juga dapat terjadi kesalahan, baik karena kerusakan naskah asli atau kesalahan pada proses penyalinan. Karena tidak ada terjemahan yang sempurna dan salinan teks dalam bahasa asli juga dapat mengandung kesalahan, maka teks-teks Kitab Suci yang ada pada hari ini tidak mungkin mengandung keseluruhan Sabda Tuhan yang utuh 100%. Konsekuensinya, agama apapun yang mengandalkan imannya pada sola-scriptura, atau hanya bersumber pada Kitab Suci, sudah pasti mendasarkan imannya pada Sabda Tuhan yang cacat atau tidak utuh.
Dengan demikian tuduhan Pendeta Deky Ngadas terhadap Vulgata sekarang justru berbalik pada dirinya:
Kecuali Protestan dapat membuktikan terjemahan yang mereka gunakan 100% akurat dan sama persis dengan naskah asli teks ibrani, dan salinan teks ibrani yang digunakan sebagai rujukan terjemahan 100% sama dengan teks asli yang ditulis oleh para penulis Kitab Suci, maka sesungguhnya semua aliran Protestan tanpa kecuali telah mendasarkan imannya pada Sabda Tuhan yang cacat. Ini kelemahan yang tidak dapat dihindarkan pada semua teks terjemahan Kitab Suci. Jika suatu saat ditemukan manuskrip-manuskrip teks Kitab Suci yang lebih tua dari semua teks yang ada dan di dalamnya terdapat teks-teks yang berbeda secara signifikan, maka Protestan terpaksa harus mengkoreksi atau merombak seluruh narasi iman mereka. Disini kita bisa melihat betapa rapuhnya iman yang didasarkan pada sola-scriptura. Dan yang pasti, prinsip sola-scriptura telah membatalkan janji Tuhan tentang keutuhan Sabda-Nya.
Bandingkan dengan Gereja Katolik...
Kelemahan manusiawi, seperti kesalahan penyalinan dan kesalahan terjemahan, sama sekali tidak mempengaruhi keutuhan Sabda Tuhan dalam Gereja Katolik. Itu karena Gereja Katolik tidak mengandalkan semata-mata pada teks-teks Kitab Suci yang ditulis tangan manusia, tapi pada Roh Kudus yang akan menjaga keutuhan seluruh Sabda Tuhan sesuai janji Yesus Kristus Tuhan kita.
Masih ingat apa yang dilakukan Tuhan ketika Musa memecahkan loh-loh batu yang berisi 10 perintah? Tuhan memerintahkan Musa untuk membuat loh batu yang baru:
"Pahatlah dua loh batu sama dengan yang mula-mula, maka Aku akan menulis pada loh itu segala firman yang ada pada loh yang mula-mula, yang telah kaupecahkan." (Kel.34:1)
Dari ayat ini kita mengetahui bahwa Tuhan tidak akan membiarkan Sabda-Nya dirusak oleh manusia, entah itu dengan sengaja ataupun tidak, karena Ia sendiri yang akan memulihkannya. Dengan demikian segala kesalahan atau kelemahan dalam proses penyalinan atau penerjemahan Kitab Suci juga tidak akan dibiarkan merusak atau menghilangkan Sabda Tuhan.
Melalui Tradisi Suci dan Magisterium dalam bimbingan Roh Kudus, Sabda Tuhan yang utuh akan tetap terjaga tanpa salah, terlepas dari segala kelemahan manusiawi yang ada dalam proses penyalinan dan penerjemahan Kitab Suci. Jadi sekalipun St. Hieronimus disebut telah menerjemahkan Vulgata secara tidak akurat, atau teks-teks tersebut telah sengaja diubah, Sabda Tuhan yang utuh tetap terjaga sempurna di dalam Gereja Katolik berkat perlindungan dan campur tangan Roh Kudus.
Pada kasus salam Malaikat Gabriel kepada Bunda Maria sebagai "penuh rahmat" dalam Vulgata versus "dikaruniai" dalam versi Yunani, pemahaman Gereja Katolik bahwa Bunda Maria penuh rahmat sudah sesuai dengan maksud Sabda Tuhan yang diungkapkan dalam teks Yunani. Jika Yohanes yang hanya mendapat tugas untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan Yesus dan membaptis-Nya, sudah dikuduskan sejak dalam kandungan (Luk. 1:15), bukankah sangat tepat jika Gereja memahami Bunda Maria yang akan melahirkan Sang Juru Selamat sudah dikuduskan sebelum dikandung sehingga Bunda Maria memang penuh rahmat? Hanya dengan cara demikianlah maka Maria tidak tercemar oleh dosa asal dan layak menjadi Bunda Tuhan. Bahkan Bunda Maria sendiri sudah mengkonfirmasi kebenaran dirinya dikandung tanpa noda dalam penampakannya kepada St. Bernadette di Lourdes pada tahun 1858.
Pada kasus Kej.3:15, teks Vulgata mengatakan perempuan yang meremukkan kepala ular sementara teks Ibrani dan Yunani mengatakan keturunannya yang menginjak ular. Ini adalah teks terjemahan dari Vulgata:
"Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; ia akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan mengincar tumitnya." (Kej.3:15)
Jadi teks perempuan yang menginjak kepala ular sudah sesuai dengan maksud Sabda Tuhan karena yang ditetapkan untuk bermusuhan dengan ular adalah perempuan, bukan keturunannya. Maka Gereja Katolik memahami ayat itu sebagai tipologi dari peran penting Bunda Maria dalam perjuangan untuk mengalahkan iblis dan para pengikutnya. Salah satu bukti peran penting Bunda Maria dalam perjuangan melawan kuasa kegelapan adalah kemenangan ajaib melawan armada Kekalifahan Islam dalam Perang Laut Lepanto 7 Oktober 1571. Kemenangan tersebut dipercaya berkat pertolaongan Bunda Maria melalui Doa Rosario yang didoakan oleh Paus St. Pius V dan oleh seluruh pasukan armada Liga Suci. Tentunya Bunda Maria tidak mengalahkan iblis dengan kekuatannya sendiri, melainkan dengan kekuatan dan kuasa yang diberikan oleh Yesus Kristus. Dengan demikian, baik kepala ular diremukkan oleh perempuan atau oleh keturunannya, tidak mengubah fakta sesungguhnya bahwa iblis akan dikalahkan oleh Bunda Maria dengan kuasa Yesus Kristus. Bunda Maria sendiri sudah mengkonfirmasi perannya mengalahkan ular dalam penampakan di Guadalupe tahun 1531. Pada penampakan itu Bunda Maria memperkenalkan dirinya sebagai "Coatlaxopeuh" yang dalam bahasa setempat berarti "dia yang menginjak-injak ular."
Lalu bagaimana dengan kekeliruan terjemahan Kel.34:29 yang mengakibatkan munculnya patung-patung Musa bertanduk? Untuk kesalahan teks tersebut, biarkan saja tetap diakui apa adanya sebagai kesalahan pada terjemahan Vulgata. Itu akan menjadi bukti bahwa kesalahan penerjemahan Kitab Suci sama sekali tidak mengubah Sabda Tuhan yang sempurna dan utuh, yang sudah dipercayakan pada Gereja Katolik berkat Tradisi Suci dan Magisterium dalam bimbingan Roh Kudus. Nyatanya, tak ada satu dogma atau ajaran Gereja Katolik yang didasarkan pada fakta Musa bertanduk.
Kesimpulannya, seluruh Sabda Tuhan yang telah dipercayakan pada Gereja Katolik tetap utuh terjaga sampai akhir jaman sesuai dengan janji dan perkataan Tuhan sendiri. Dan keutuhan Sabda Tuhan itu sama sekali tidak tergoyahkan oleh kelemahan pada proses penyalinan maupun penerjemahan teks-teks Kitab Suci karena Roh Kudus sendiri yang akan mengajarkan Gereja bagaimana teks-teks itu harus dimengerti sebagai Sabda Tuhan yang tidak dapat salah.
Sekarang kita berikan pertanyaan balik kepada Pendeta Deky Ngadas atau kepada siapapun yang punya keyakinan bahwa kesalahan terjemahan pada Vulgata telah berakibat fatal pada ajaran Gereja Katolik:
Jika karena kesalahan terjemahan itu Gereja Katolik telah gagal menjaga keutuhan Sabda Tuhan, lalu dimanakah Sabda Tuhan tetap terjaga utuh sesuai perkataan dan janji Tuhan sendiri? Di Gereja Ortodoks yang menggunakan terjemahan Septuaginta yang tidak sempurna, menyangkal filioque, dan seluruh pusat-pusatnya jatuh ke tangan Islam? Atau pada salah satu dari puluhan ribu gereja Protestan? Jika anda tidak bisa memberikan jawaban yang pasti, maka anda telah menghujat Tuhan karena menganggap Dia tidak dapat menepati janji dan perkataan-Nya sendiri.
Faktanya, hanya ada satu kemungkinan tempat dimana Sabda Tuhan tetap terjaga utuh sampai akhir jaman, yaitu di Gereja Katolik yang didirikan Tuhan Yesus dengan Petrus sebagai pemimpinnya di dunia. Jadi pilihannya cuma ini: anda menerima kebenaran Sabda Tuhan yang utuh dalam Gereja Katolik ATAU anda menghujat Tuhan karena menganggap Dia telah gagal menjaga janji dan perkataan-Nya sendiri.
Terima kasih atas perhatian anda...
Viva Christo Rey!
0 Komentar