ISLAM DAN AKAL SEHAR Reborn #4 | Benarkah Semua Ibada Islam Ternyata SIa-Sia?


 

Transkrip:

Salam damai dan sejahtera...

Hidup di negara Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, besar kemungkinannya kita akan berjumpa dengan teman atau saudara yang beragama Islam dan taat pada ajaran agamanya. Mereka selalu berusaha memenuhi kewajiban-kewajiban agamanya, dan juga menjalani kehidupan di masyarakat dengan baik serta punya integritas.

Mereka meyakini bahwa Islam adalah agama yang terakhir dan paling sempurna, sehingga dengan mengikuti apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang, mereka berharap akan memperoleh surga yang dijanjikan. Tidak jarang kewajiban ibadah agama mereka yang banyak itu, seperti sholat lima waktu, puasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan, dan menjalankan berbagai perbuatan amal memberikan perasaan superior bahwa mereka adalah umat yang paling dekat dengan Tuhan Sang Pencipta. Sayangnya rasa superioritas itu seringkali terungkap dalam bentuk hegemoni sosial dan politik dalam kehidupan bernegara, yang menindas dan merugikan umat beragama lain.

Tapi benarkah ibadah yang mereka jalankan sesuai perintah dalam Islam itu dapat membawa mereka ke surga? Sayangnya tidak demikian, dan video ini akan menunjukkan alasannya.

Ada dua ayat Quran yang sangat penting dan menentukan bagaimana relasi muslim dengan tuhan yang mereka sembah.

Yang pertama surah Adz-Dzariat 56:
Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.

Yang kedua surah Maryam 93:
Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada (Allah) Yang Maha Pengasih sebagai seorang hamba.

Jadi dalam Islam manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT sebagai hamba-hambanya. Sayangnya prinsip ini telah memenjarakan seluruh ajaran dan ibadah Islam dalam relasi kuasa yang dangkal dan berbahaya. Dalam relasi kuasa ini muslim beribadah kepada Tuhan dengan dua cara. Pertama dengan mentalitas budak yang beribadah karena takut akan hukuman neraka, dan kedua dengan mentalitas pekerja upahan yang beribadah karena menginginkan imbalan pahala surga. Itulah dua motivasi dasar dalam seluruh ajaran dan ibadah Islam yang terjebak dalam relasi kuasa.

Mengapa ajaran dan ibadah Islam dalam relasi kuasa ini dangkal dan berbahaya?

Disebut dangkal karena Tuhan Sang Pencipta sesungguhnya menghendaki relasi antara manusia dengan Diri-Nya yang lebih dalam dan melampaui relasi tuan dan hamba. Kita bisa memahami ini jika membandingkannya dengan kekristenan. Dalam iman Kristen, manusia menyebut Tuhan sebagai "Bapa". Bahkan kepada para murid-Nya Tuhan Yesus berkata, "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat..." (Yoh.15:15). Relasi antara Bapa dan anak, atau sebagai sahabat seperti yang dikehendaki Tuhan dalam iman Kristen, tentu jauh lebih mendalam dari pada relasi tuan-hamba yang diajarkan dalam Islam.

Selanjutnya relasi kuasa juga disebut berbahaya karena relasi semacam itu bisa diciptakan oleh tuhan-tuhan palsu. Semua agama-agama pagan yang menyembah dewa-dewa palsu pasti membangun sistem ibadah dan ajaran agamanya dengan relasi kuasa, yaitu dengan ancaman hukuman atau imbalan pahala dalam berbagai variasinya. Jika Islam ternyata juga hanya dapat membangun ibadah dan sistem ajaran agamanya dalam relasi kuasa, maka Islam sebenarnya tidak jauh beda dengan agama-agama pagan yang menyembah tuhan-tuhan palsu. Oleh karena itu tidak ada kepastian bahwa Islam menyembah Tuhan Sang Pencipta. Itu bahayanya!

Tuhan-tuhan palsu yang disembah manusia dalam relasi kuasa ini bisa saja mengklaim dirinya sebagai sang pencipta, maha kuasa, maha adil, bahkan maha pengasih dan penyayang. Tapi itu semua tidak lebih dari sekedar klaim verbal yang tidak pernah dapat dibuktikan sama sekali.

Ada perbedaan dasar antara Tuhan sejati dan tuhan-tuhan palsu. Tuhan sejati mencintai ciptaan-Nya sedangkan tuhan-tuhan palsu tidak. Maka Tuhan yang benar akan membangun agama bagi ciptaan-Nya bukan dalam relasi kuasa, tapi dalam relasi KASIH. Itulah pembeda penting antara Tuhan sejati yang menyelamatkan, dengan tuhan-tuhan palsu yang menipu dan membinasakan!

Relasi kasih ini dengan jelas dapat ditemukan dalam iman Kristen. Oleh karenanya dalam iman Kristen kita tidak beribadah kepada Tuhan dan berbuat kebaikan kepada sesama hanya karena motif-motif yang dangkal, seperti takut neraka dan menginginkan surga. Dalam iman Kristen kita memiliki motif yang jauh lebih mendalam, yaitu karena kita mengasihi Tuhan yang telah lebih dahulu mengasihi kita. Itulah motif beragama dalam iman Kristen yang tidak dimiliki agama-agama lain, termasuk Islam!

Tapi sampai disini banyak orang Islam akan mencoba membantah bahwa mereka pun tidak sekedar beribadah karena takut neraka dan menginginkan pahala surga. Mereka juga beribadah karena mencintai Allah SWT. Mereka akan mencontohkannya dengan kaum sufi Islam yang menjalankan hidup keagamaan mereka karena mencintai Allah SWT.

Sayangnya itu tetap tidak membuktikan apa-apa. Rasa cinta kepada Allah SWT yang konon dimiliki kaum sufi tidak lebih dari perasaan cinta sepihak dan subyektif seperti yang ada pada seorang fans pada selebriti pujaannya. Rasa 'cinta' subyektif yang sama juga bisa ada pada pengikut agama-agama pagan kepada dewa-dewa palsu pujaan mereka. Bahkan mereka rela mati demi dewa-dewa palsu pujaan mereka sebagai bukti 'cinta' mereka. Bukankah semangat 'cinta' seperti itu yang dimiliki para jihadis kejam yang rela mati demi membela Allah SWT? 

Relasi kasih yang sejati dengan Tuhan itu tidak dibangun dari perasaan 'cinta' manusia kepada tuhan yang disembahnya, tapi sebaliknya harus dibangun dari kasih Tuhan kepada manusia ciptaan-Nya. Dengan kata lain fondasi dan awal dari kasih yang sejati adalah kasih Allah, bukan yang lain. Sementara itu kasih manusia kepada Tuhan hanyalah tanggapan yang seharusnya dari kasih Tuhan kepada manusia.

Dalam Kitab Perjanjian Lama Tuhan mengatakan:

"Karena Engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi Engkau..." (Yes.43:4)

Dan tidak sekedar mengasihi manusia dalam kata-kata saja, Tuhan yang sejati juga membuktikannya dalam sejarah:

"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yoh.3:16)

Bandingkan ini dengan ajaran Islam dimana Allah SWT konon menyatakan dirinya sebagai maha pengasih dan penyayang tapi tidak ada satu pun momen sejarah yang sungguh-sungguh menjadi pembuktian dari kasihnya itu. Allah SWT hanyalah tuhan palsu yang tidak sungguh-sungguh mengasihi manusia. Dengan demikian memang tidak mungkin membuktikan kasihnya (yang tidak pernah ada itu) pada manusia selain hanya sekedar klaim verbal. Kasih Allah SWT dalam Islam tidak lebih dari ucapan "I love you" dari seorang selebriti kepada para fans yang memuja mereka. Jadi dalam Islam mustahil terbangun relasi kasih yang sejati. Relasi kasih yang mungkin ada dalam Islam hanyalah rasa 'cinta' sepihak dari umatnya kepada tuhan palsu yang tidak pernah mengasihi mereka. Itu adalah relasi kasih yang palsu dan menyesatkan.

Sementara di dalam iman Kristen, relasi kasih itu terbangun kokoh dan sempurna karena diawali oleh kasih ALLAH Sang Pencipta sejak sebelum dunia ini dijadikan, yang dibuktikan secara nyata dalam sejarah manusia melalui inkarnasi Tuhan dan karya penebusan salib Kristus. Itulah relasi kasih yang sejati!

Lalu apa dampak dari perbedaan antara agama yang dibangun dalam relasi kuasa dan relasi kasih?

Sangat besar dan fatal!

Yang pertama, di surga hanya manusia yang mengasihi Tuhan saja yang dapat hidup di dalamnya. Untuk itu mereka harus dipersiapkan di dunia dalam agama yang dibangun dengan relasi kasih, bukan dalam agama yang hanya mengenal relasi kuasa. Itu sebabnya hanya manusia yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Penyelamat saja yang dapat diselamatkan dan hidup bersama-Nya di dalam surga.

Sebaliknya dalam Islam yang hanya mengenal relasi kuasa, sebaik apapun ibadah yang mereka lakukan akan sia-sia dan tidak dapat menyelamatkan mereka dari hukuman kekal. Terutama karena mereka telah menyangkal dan menolak kasih Tuhan yang diungkapkan melalui inkarnasi Yesus Kristus dan karya penebusan salib-Nya.

Yang kedua dan terpenting, relasi kasih menjadi bukti bahwa Tuhan yang disembah adalah Tuhan yang sejati. Relasi kasih itu terungkap sempurna dalam iman Kristen. Sementara dalam ajaran Islam yang terjebak pada relasi kuasa dan menolak untuk masuk dalam relasi kasih dengan penolakan mereka terhadap Yesus Kristus, justru memastikan bahwa tuhan yang mereka sembah hanyalah tuhan palsu yang menipu.

Itu sebabnya semua ibadah Islam, sebaik apapun itu, tidak lebih dari upaya sia-sia yang hanya membuang waktu dan tenaga. Terutama karena ibadah-ibadah tersebut sebenarnya terarah pada tuhan palsu.

Terima kasih atas perhatian anda..

Viva Christo Rey!

Posting Komentar

0 Komentar