Trinitas Sebagai Konsep Ketuhanan Yang Sempurna | Membongkar Kekeliruan Konsep Trinitas Gereja Ortodoks

 


Transkrip video:

Salam damai dan sejahtera bagi kita semua...

Gereja Katolik, satu-satunya Gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus, saat ini sedang mengalami krisisnya yang terbesar akibat Konsili Vatikan II. Krisis yang mengguncang iman banyak orang Katolik ini seringkali dimanfaatkan oleh gereja-gereja lain untuk menarik orang-orang Katolik yang goyah imannya agar menjadi anggota gereja mereka.

Salah satu yang paling berbahaya adalah dari Gereja Ortodoks, terutama karena Gereja Ortodoks sering mempropagandakan diri mereka sebagai Gereja yang apostolik, yaitu Gereja yang menjaga utuh warisan iman para Rasul. Tentu saja propaganda ini tidak benar karena Gereja Ortodoks sebenarnya memiliki beberapa ajaran yang menyimpang dari iman yang benar, salah satunya yang paling penting adalah ajaran tentang konsep Trinitas!

Untuk itu dalam video ini kita akan menunjukkan konsep Trinitas sebagaimana yang dipahami dalam Gereja Katolik sebagai konsep ketuhanan yang paling benar. Dengan demikian kita sebagai orang Katolik akan mampu melihat konsep-konsep ketuhanan yang berbeda dari itu, termasuk konsep Trinitas yang ditawarkan oleh Gereja Ortodoks, sebagai konsep ketuhanan yang salah dan harus ditolak!

Tanpa pertolongan agama, cukup dengan berbekal akal budinya, manusia bisa sampai pada pengetahuan tentang adanya satu Tuhan Sang Pencipta (Rm.1:20). Tapi untuk sampai pada pengetahuan tentang Tuhan Sang Pencipta sebagai Allah TRINITAS, hanya dimungkinkan melalui pewahyuan Sabda Tuhan! Oleh karenanya kita dapat memandang Kitab Suci sebagai upaya Tuhan untuk mengungkapkan jati diri-Nya sebagai Allah Trinitas secara bertahap.

Dalam Kitab Kejadian Tuhan berkata:

"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." (Kej.1:26)

Dalam teks tersebut Tuhan mengungkapkan Diri-Nya sebagai pribadi Allah yang tidak tunggal. Selanjutnya dalam Kitab Ulangan Tuhan berkata:

"Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!" (Ul.6:4)

Dalam teks tersebut Tuhan mengungkapkan Diri-Nya sebagai Allah yang esa. Dengan demikian dalam Perjanjian Lama Tuhan mengungkapkan Diri-Nya sebagai Allah yang esa tetapi sekaligus juga dengan pribadi ilahi yang tidak tunggal. Kemudian dalam Perjanjian Baru ketika Yesus Kristus, salah satu pribadi ALLAH berinkarnasi menjadi manusia, barulah kita bisa mengenal identitas yang sesungguhnya dari Tuhan Sang Pencipta sebagai ALLAH Tritunggal:

"Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus..." (Mat.28:19)

Jadi Tuhan kita adalah ALLAH yang esa dengan tiga pribadi: Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Itulah konsep ketuhanan yang benar dan final, yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Gereja-Nya.

Namun dalam sejarah Gereja, konsep Allah TRINITAS itu terus mendapatkan berbagai ujian yang membuat konsep tersebut teruji dan semakin jelas. Ujian pertama berupa penyangkalan terhadap doktrin trinitas dari kaum Sabelian dan Arian. Melalui Konsili Nicea (325 M) Gereja menolak pandangan-pandangan bidat tersebut dan menegaskan iman trinitarian Kristen dalam Kredo Nicea.

Ujian kedua adalah konflik Kristologi yaitu munculnya berbagai ajaran menyimpang terhadap identitas pribadi kedua ALLAH Tritunggal. Misalnya dari kaum Nestorian dan Monofisit. Konflik Kristologi ini diselesaikan dalam Konsili Efesus (431 M), Konsili Kalsedon (451 M), juga dalam Konsili Konstantinopel II (553 M).

Ujian ketiga adalah munculnya kontroversi filioque yang menyangkut identitas Roh Kudus. Kontroversi filioque ini berlangsung cukup lama dan diselesaikan dalam Konsili ekumenis Florence (1438 - 1445). Namun sayangnya Gereja-gereja Ortodoks menolak hasil Konsili Florence dan kembali pada posisi mereka yang menolak penambahan kata filioque hingga hari ini.

Filioque adalah istilah dalam bahasa latin yang artinya "dan Putra." Kontroversi filioque ini tidak terlepas dari sisa-sisa gerakan arianisme. Sekalipun di Gereja-gereja Timur gerakan arianisme ini sudah menghilang, namun di Eropa pengaruh arianisme masih tetap merongrong Gereja. Mereka memanfaatkan teks kredo Nicea yang menyatakan Roh Kudus berasal dari Bapa sebagai bukti bahwa Putra tidak memiliki hakekat keilahian yang sama dengan Bapa. Untuk melawan sisa-sisa arianisme ini maka Gereja Barat menambahkan kata 'filioque' sehingga dalam pemahaman konsep trinitas Roh Kudus berasal dari Bapa DAN Putra.

Penambahan ini sebenarnya tidak mengubah makna dari konsep trinitas yang sudah ditetapkan dalam Konsili Nicea. Penambahan tersebut sudah sejalan dengan pemikiran St. Ambrosius dari Milan dan St. Agustinus muridnya. Bahkan St. Athanasius dan St Cyrill dari Alexandria, keduanya dari Gereja Timur, juga mendukung gagasan bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra. Namun karena penambahan tersebut dianggap mengubah teks Kredo Nicea yang resmi, Gereja-gereja Timur keberatan dengan penambahan tersebut.

Kontroversi filioque semakin tajam di masa Patriarkh Pothius di abad 9. Tapi ada kemungkinan hal tersebut dipengaruhi oleh dendam pribadi dari Patriarkh Pothius pada Gereja Roma!

Awalnya Pothius hanyalah seorang teolog awam. Pada tahun 858 ia diangkat untuk menggantikan Patriarkh Ignatius yang digulingkan oleh Kaisar Mikhael III. Ignatius yang merasa disingkirkan secara tidak adil lalu melaporkan permasalahnya ke Roma. Selanjutnya Paus Nikolas I mendukung Ignatius untuk kembali menjadi Patriarkh dan sekaligus mengekskomunikasi Pothius. Setelah Patriarkh Ignatius meninggal dunia, Pothius dipulihkan statusnya dan resmi diangkat menjadi Patriarkh Konstantinopel pada tahun 879.

Mungkin didorong oleh rasa dendamnya karena pernah digulingkan dan diekskomunikasi oleh Paus Gereja Roma, Patriarkh Pothius mulai mengambil posisi yang keras dalam masalah filioque. Ia menuntut permintaan maaf dari Paus Gereja Roma karena telah mengubah Kredo Nicea, dan sekaligus menyatakan penambahan kata filioque sebagai ajaran bidat. Sejak saat itulah kontroversi filioque ini semakin meruncing karena secara terang-terangan Gereja Timur memandang posisi teologis Gereja Barat yang menyatakan Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra sebagai bidat.

Hal ini mendorong Gereja Barat juga merespon dengan sikap yang tegas. Pada tahun 1014 Paus Benediktus VIII secara resmi menambahkan kata 'filioque' dalam Kredo Nicea dan memasukkannya dalam liturgi Misa.

Pada tahun 1053, Kardinal Humbertus da Silva Candida yang menjadi perwakilan Gereja Barat di sebuah wilayah Gereja Timur mendapatkan salinan surat yang ditulis oleh seorang Uskup Gereja Bizantium. Kardinal Humbertus yang mengerti bahasa Yunani dengan baik segera mengetahui surat tersebut berisi hujatan keras terhadap Gereja Barat, termasuk diantaranya dalam masalah filioque. 

Ia langsung melaporkan temuannya pada Paus St. Leo IX yang kemudian mengutusnya untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan Patriarkh Michael Cerularius pada tahun 1054. Sayangnya upaya tersebut tidak berjalan dengan baik dan berakhir dengan saling ekskomunikasi antara Kardinal Humbertus da Silva Candida sebagai utusan Paus dengan Patriarkh Michael Cerularius yang menyebabkan skisma besar antara Gereja Barat dan Gereja Timur.

Upaya untuk menyelesaikan masalah ini sudah dilakukan diantaranya dalam Konsili Lyon II (1274), namun tidak berhasil karena terbatasnya delegasi dari Gereja-gereja Timur yang hadir. Upaya berikutnya dilakukan dalam Konsili Florence tahun 1438-1445. Pada konsili ekumenis ini perwakilan dari Gereja-gereja Timur cukup representatif, bahkan ternasuk dihadiri oleh Kaisar Bizantium. Hasil kesepakatan yang dicapai dalam konsili ini antara lain Gereja-gereja Timur bersedia menerima filioque, mengakui otoritas Paus, dan mengakui  dogma-dogma Gereja Katolik.

Namun sayang sekali setelah konsili berakhir dan para delegasi kembali ke daerahnya masing-masing, Gereja-gereja Timur membatalkan kesepakatan yang sudah dicapai karena tekanan dari internal gereja masing-masing. Dengan demikian upaya penyelesaian kontroversi filioque dan penyatuan kembali Gereja Timur dan Barat kembali menemui kegagalan.

Keputusan Gereja-gereja Timur membatalkan hasil konsili (ekumenis) yang sah bukan tanpa akibat. Pada tanggal 29 Mei 1453, tepat di hari raya Pentakosta, Konstantinopel jatuh ke tangan muslim dan Hagia Sophia yang megah berubah menjadi mesjid! Bisa jadi itu adalah hukuman Tuhan terhadap Gereja-gereja Timur karena mereka telah menolak hasil konsili penting yang mengembalikan mereka untuk bersatu dengan Gereja Katolik dan meluruskan ajaran mereka yang salah tentang Roh Kudus.

Terlepas dari sejarah kontroversi yang panjang dan rumit, yang lebih penting bagi kita adalah mengetahui mana yang benar: apakah Roh Kudus berasal dari Bapa saja seperti yang diajarkan oleh Gereja-gereja Ortodoks atau Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra sebagaimana ajaran Gereja Katolik?

Kita dapat mengetahui jawaban yang pasti jika kita memahami konsep TRINITAS dengan benar. Dan cara termudah untuk memahami konsep trinitas adalah dengan mulai dari Kitab Kejadian:

"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita...." (Kej.1:26)

Dari ayat tersebut kita tahu bahwa ada korelasi atau kesamaan tertentu antara jati diri ALLAH dan MANUSIA. Karena Allah itu Roh (Yoh.4:24) maka korelasi itu tidak ada hubungannya dengan aspek fisik, melainkan dalam aspek roh.

Lalu dalam hal apakah jatidiri roh manusia memiliki kesamaan dengan Allah?

Rene Descartes, seorang filsuf Perancis abad 17 yang merenungkan eksistensi manusia secara mendalam mengatakan, "Cogito ergo sum" artinya "Aku berpikir maka aku ada." Ini tentu saja terbalik dan juga kurang lengkap!

Seharusnya yang benar dan lengkap adalah, "Aku ada maka aku berpikir, dan aku berpikir maka aku memiliki kehendak." Dengan demikian secara ontologis roh manusia memiliki ketiga dimensi ini: eksistensi, kesadaran/intelek, dan kehendak. Itulah unsur-unsur paling mendasar yang membentuk kemanusiaan kita. 

Selanjutnya, karena manusia diciptakan serupa dengan gambar Allah maka dapat kita simpulkan bahwa secara ontologis Allah juga memiliki ketiga dimensi tersebut secara sempurna. Dengan kata lain Allah memiliki eksistensi yang sempurna, kesadaran/intelek yang sempurna, dan kehendak yang sempurna.

Ketika ditanya oleh Musa di padang gurun, Tuhan mengungkapkan Diri-Nya sebagai "Aku adalah Aku" (Kel.3:16). Atau dalam Alkitab berbahasa Inggris versi King James, "I AM who I AM."

Ini terjemahan yang kurang tepat. Kalau kita mengambil terjemahan resmi Katolik berbahasa Inggris versi Dhouay-Rheims, teks tersebut berbunyi, "I AM who AM." Teks itu berasal dari terjemahan latin vulgata yang berbunyi, "Ego sum qui sum."

Maka sebaiknya kita terjemahkan teks tersebut ke bahasa Indonesia sebagai, "AKU yang ADA." Jadi Allah yang menyatakan Diri-Nya pada Musa adalah Dia yang memiliki keberadaan sempurna, yang ada sebelum segala sesuatu ada dan akan tetap ada selama-lamanya!

Allah yang ADA ini memiliki kesadaran yang sempurna. Kesadaran sempurna yang dimiliki ALLAH sebelum segala sesuatu ada adalah kesadaran tentang Diri-Nya sendiri. Itulah LOGOS atau FIRMAN atau kesadaran sempurna tentang Diri-Nya sendiri yang keluar dari Allah. Begitu sempurnanya LOGOS ini sehingga LOGOS tersebut sama dan sehakekat dengan ALLAH sendiri. Bahkan LOGOS itu juga ada pada saat yang sama dengan ALLAH karena tidak pernah ada waktu dimana ALLAH tidak memiliki kesadaran. LOGOS itu adalah Allah Putra, yang lahir dari Bapa. 

Itulah yang digambarkan oleh Injil Yohanes:

Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. (Yoh.1:1-2)

Allah yang memiliki kesadaran sempurna ini juga memiliki kehendak sempurna. Karena Putra sehakekat dengan Bapa, maka Putra adalah ALLAH yang juga memiliki kesadaran sempurna dan kehendak sempurna seperti Bapa. Ini sejalan dengan apa yang dikatakan Tuhan Yesus di dalam Injil, "...Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya." (Yoh.16:15).

Lalu kehendak sempurna apa yang dimiliki Bapa dan Putra? 

Kehendak yang sempurna itu adalah KASIH SEMPURNA yang keluar dari Bapa dan Putra. Kasih yang sempurna itu adalah pemberian seluruh diri Bapa kepada Putra dan pemberian seluruh diri Putra kepada Bapa. Kasih sempurna yang keluar dari Bapa dan Putra itulah Roh Kudus yang sehakekat dengan Bapa dan Putra. Sebagaimana Putra ada bersama-sama dengan Bapa, demikian juga Roh Kudus ada bersama-sama Bapa dan Putra karena tidak pernah ada waktu dimana Bapa dan Putra ada tanpa saling mengasihi.

Demikianlah maka TIGA pribadi Allah: Bapa, Putra, dan Roh Kudus adalah SATU ALLAH karena ketiganya memiliki substansi atau hakekat keallahan yang tepat sama satu dengan lainnya. Ketiganya sama-sama kekal, sama-sama mahakuasa, sama-sama mahatahu, sama-sama mahakasih, dan sama-sama mahakudus. Tak ada satu iota pun perbedaan hakekat atau substansi diantara ketiga pribadi Allah tersebut. Perbedaan yang ada diantara ketiga pribadi Allah hanya terletak pada relasi: Bapa tidak berasal dari siapapun, Putra lahir dari Bapa, sedangkan Roh Kudus keluar dari Bapa dan Putra. Inilah konsep ajaran TRINITAS yang benar menurut ajaran iman Gereja Katolik!

Konsep ini juga didukung oleh Kitab Wahyu:

Lalu ia menunjukkan kepadaku sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan kristal, dan mengalir ke luar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba itu. (Why.22:1)

Air kehidupan adalah perlambang Roh Kudus, tahta Allah adalah Bapa, dan tahta Anak Domba adalah Putra. Jadi teks Kitab Wahyu tersebut mengatakan bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra!

Sekarang mari kita bandingkan dengan konsep trinitas Gereja Ortodoks yang menyatakan Roh Kudus hanya berasal dari Bapa saja...

[video]

Jika Roh Kudus hanya berasal dari Bapa dan tidak dari Putra, maka itu berarti ada perbedaan hakekat antara Bapa dan Putra, yang tentunya melanggar ajaran Tuhan dalam Injil, "...Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya." (Yoh.16:15). Selain itu jika terdapat perbedaan hakekat diantara ketiga pribadi Allah, maka itu bukan lagi Allah yang esa!

Selanjutnya, jika Putra berasal dari Bapa dan Roh Kudus juga berasal dari Bapa saja, sesungguhnya tidak ada perbedaan yang mendasar antara Putra dan Roh Kudus. Tidak peduli keduanya secara semantik dibedakan dengan istilah Putra 'dilahirkan' sedangkan Roh Kudus 'dihembuskan', secara prinsip keduanya sama saja, yaitu Putra dan Roh Kudus sama-sama keluar dari Bapa saja! Konsekuensinya, Putra dan Roh Kudus dalam konsep trinitas Gereja Ortodoks adalah pribadi Allah yang satu dan sama.

Salah satu keberatan Gereja Ortodoks terhadap konsep trinitas Katolik adalah masalah sumber keallahan. Menurut Gereja Ortodoks, Bapa adalah satu-satunya sumber keallahan. Maka gagasan bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra tidak dapat mereka terima karena itu berarti ada sumber keallahan lain selain Bapa.

Ini keberatan yang logikanya kurang lebih sama dengan keberatan muslim terhadap doktrin trinitas. Muslim pun berkata kalau ada tiga pribadi Allah maka itu melanggar prinsip keesaan Allah. Tentu saja kita tahu pandangan tersebut tidak benar karena ketiga pribadi Allah memiliki satu hakekat keallahan yang sama sehingga disebut sebagai Allah yang ESA.

Demikian juga halnya dengan keberatan Gereja Ortodoks dalam hal sumber keallahan. Keberatan tersebut dengan mudah dijawab bahwa Putra memiliki sumber keallahan yang sama dengan Bapa oleh karena partisipasi-Nya dalam KESETARAAN HAKEKAT dengan Bapa. Dengan demikian fakta bahwa Bapa adalah satu-satunya sumber keallahan tetap berlaku karena sumber keallahan yang dimiliki Putra juga berasal dari Bapa.

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa konsep Trinitas yang dipahami oleh Gereja Ortodoks adalah konsep trinitas yang salah. Dalam hal ini Gereja Ortodoks sama bidatnya dengan gereja-gereja Nestorian maupun Monofisit. Hanya saja jika kaum Nestorian maupun Monofisit salah dalam memahami Allah Putra, maka Gereja Ortodoks salah dalam memahami Allah Roh Kudus!

Lalu bagaimana dengan pandangan unitarian?

Konsep ketuhanan unitarian seperti yang diajarkan dalam arianisme, Islam, dan juga Saksi Yehovah sangat menekankan keesaan Tuhan yang mutlak. Dalam pandangan mereka Yesus hanyalah ciptaan dan utusan atau nabi. Sayangnya konsep ketuhanan ini memiliki kelemahan mendasar, yaitu tuhan unitarian sebelum adanya ciptaan berada dalam keadaan sendirian dan kesepian yang absolut sejak kekal! Akibatnya tuhan dalam konsep ini membutuhkan adanya ciptaan untuk mengatasi kesepian absolut yang dialaminya. Ini konsep ketuhanan yang tidak sempurna dan tidak tercukupi dalam dirinya sendiri.

Bandingkan ini dengan konsep ketuhanan trinitarian dimana sejak kekal sudah ada TIGA pribadi ALLAH yang saling mengasihi: Bapa mengasihi Putra dan Roh Kudus, Putra mengasihi Bapa dan Roh Kudus, Roh Kudus mengasihi Bapa dan Putra. Maka Allah Trinitas adalah Allah yang sempurna, penuh kasih, dan tercukupi dalam Diri-Nya sendiri sejak kekal. 

Allah Trinitas sama sekali tidak membutuhkan ciptaan untuk melengkapi Diri-Nya. Sama seperti seorang seniman mapan yang tidak butuh uang lagi. Seniman itu tetap berkarya dengan melukis atau membuat patung, bukan karena dia membutuhkan uang tapi karena dia ingin mengekspresikan rasa seninya. Begitu pula Allah Trinitas yang sudah tercukupi dalam Diri-Nya tidak mencipta karena membutuhkan sesuatu dari ciptaan-Nya, tapi karena Dia (dengan kehendak bebas-Nya) ingin mengekspresikan kemuliaan-Nya melalui ciptaan.

Ini seperti yang tertulis dalam Kitab Suci:

"...Bawalah anak-anak-Ku laki-laki dari jauh, dan anak-anak-Ku perempuan dari ujung-ujung bumi, semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang KUCIPTAKAN UNTUK KEMULIAAN-KU, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!" (Yes.43:6-7)

Nah, dari pembahasan tadi sudah cukup jelas bahwa konsep ketuhanan Trinitas sebagaimana yang diajarkan dalam Gereja Katolik adalah konsep ketuhanan yang paling sempurna dari seluruh konsep ketuhanan yang ada. Dengan kata lain hanya di dalam Gereja Katolik saja kita dapat mengenal dan menyembah TUHAN yang benar. Ingat ini baik-baik demi keselamatan jiwa kita!

Jadi meskipun saat ini Gereja Katolik sedang mengalami krisisnya yang terberat di sepanjang sejarah, tak ada alasan untuk berpindah mengikuti gereja atau bahkan agama lain karena tidak ada keselamatan di luar Gereja yang didirikan oleh Kristus! Yang perlu kita lakukan adalah tetap setia pada iman para Rasul di dalam Gereja Katolik dengan menolak semua pembaharuan Konsili Vatikan II yang menyimpang.

Terima kasih atas perhatian anda...


Viva Christo Rey!

Posting Komentar

0 Komentar