Skisma:
Salam damai dan sejahtera bagi kita semua...
Video tanggapan kami atas pandangan Dr. Deky Ngadas yang menolak kepausan serta Gereja Katolik ternyata mendapat tanggapan cukup banyak dan beragam. Ini menunjukkan bahwa topik yang berkaitan dengan perbedaan antar kelompok Kristen sangat menarik perhatian.
Memang perpecahan Kristen yang terjadi selama berabad-abad lamanya adalah sebuah tragedi yang patut disesali. Bagaimana mungkin Kerajaan Allah dapat diwujudkan di dunia jika kekristenan sendiri terpecah-pecah? Dalam Doa Bapa Kami Tuhan kita mengajarkan kita untuk berdoa, "...datanglah Kerajaan-Mu..." Maka Tuhan pasti menghendaki kekristenan yang kini terpecah belah begitu parah kembali bersatu agar Kerajaan Allah dapat diwujudkan di muka bumi.
Tapi seperti apakah persatuan Kristen yang dikehendaki Tuhan? Apakah dengan jalan ekumenisme dimana semua golongan Kristen yang berbeda-beda itu duduk bersama untuk mencari kompromi perbedaan yang dapat dikompromikan dan saling mentoleransi perbedaan yang tak dapat dikompromikan?
Tentu saja tidak! Persatuan dengan cara ekumenisme hanya akan membuat sebuah Gereja baru yang mengakomodasi banyak ajaran berbeda-beda. Gereja semacam itu pastinya bukan Gereja Kristus! Tuhan tidak menginginkan satu iota-pun dikurangkan atau ditambahkan ke dalam ajaran yang sudah dipercayakan-Nya kepada para Rasul di dalam Gereja-Nya. Tuhan juga tidak ingin mengkompromikan kesesatan di dalam Gereja-Nya. Maka mustahil persatuan ekumenisme yang didasarkan pada semangat kompromi dan toleransi itu terjadi di dalam Gereja Kristus!
Jika mengambil contoh Dr. Deky Ngadas yang terang-terangan menolak otoritas Paus dan Gereja Katolik, kompromi dan toleransi macam apa yang harus dilakukan Gereja Katolik agar tercapai persatuan? Mengubah ajaran Gereja Katolik dan konsep kepausan sedemikian rupa hingga tidak menjadi batu sandungan bagi golongan lain untuk bersatu? Itu sama saja dengan mengajarkan Injil yang berbeda seperti yang sudah dikutuk oleh Rasul Paulus (Galatia 1:8-9).
Persatuan yang dikehendaki Tuhan adalah kembalinya semua kelompok Kristen yang memisahkan diri dengan cara membuang dan meninggalkan semua hal yang telah mengakibatkan perpecahan. Supaya mudah, persatuan ini kita sebut saja dengan istilah persatuan metanoia. Persatuan metanoia inilah yang dimaksudkan Tuhan ketika Dia berkata, "...dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan." (Mat.12:30). Persatuan metanoia adalah 'mempersatukan atau mengumpulkan bersama Tuhan." Dengan cara persatuan metanoia, Gereja Kristus akan tetap memiliki substansi ajaran yang sama sejak jaman para Rasul sampai dengan akhir jaman.
Cara persatuan metanoia ini pada prinsipnya sama seperti yang telah dilakukan dalam Konsili Ferrara-Florence di abad 15 dimana Gereja Ortodoks kembali ke dalam Gereja Katolik dengan meninggalkan semua perbedaan yang telah menyebabkan mereka berpisah. Dalam konsili tersebut delegasi Gereja Ortodoks menerima filioque, menerima primat Paus, dan menerima dogma-dogma Gereja Katolik. Sayangnya, persatuan yang sudah sempat diwujudkan ini dibatalkan secara sepihak oleh Gereja-gereja Ortodoks sehingga perpecahan terus berlangsung hingga hari ini.
Sekarang kekristenan tidak hanya terbagi antara Gereja Katolik dan Gereja-gereja Ortodoks, tapi juga ditambah dengan puluhan ribu denominasi Protestan hasil dari reformasi sesat Martin Luther. Meski demikian persatuan yang dikehendaki Tuhan tetap tidak berubah, yaitu dengan cara metanoia atau kembalinya semua kelompok yang terpisah ke dalam Gereja Katolik dengan meninggalkan semua hal yang telah memisahkan mereka. Bagi Ortodoks itu berarti mereka harus menerima filioque, menerima primat Paus, dan menerima dogma-dogma Gereja Katolik seperti yang pernah terjadi di dalam Konsili Ferrara-Florence. Begitu juga Protesatan harus kembali mengakui otoritas Paus dan menyangkal semua kesesatan doktrin mereka yang muncul akibat reformasi sesat Martin Luther, seperti sola fide, sola scriptura, sola gratia, dan lain-lain.
Sayangnya, di abad 20 terjadi tragedi besar di dalam Gereja Katolik, yaitu Konsili Vatikan II yang digagas oleh Paus Yohanes XXIII dan ditutup oleh Paus Paulus VI. Konsili ini pada dasarnya telah menimbulkan perpecaan internal di dalam Gereja Katolik, yaitu antara kaum modernis yang ingin mengubah ajaran Gereja Katolik dengan dalih aggiornamento atau memperbaharui diri mengikuti perkembangan jaman, dengan kaum tradisionalis yang berusaha tetap setia pada substansi ajaran iman para Rasul.
Diantara kedua kelompok tersebut hanya kaum tradisionalis yang masih setia menginginkan persatuan Kristen dengan cara metanoia sebagaimana yang dikehendaki Tuhan. Sementara para pendukung konsili sudah jatuh ke dalam jebakan iblis dengan mengupayakan persatuan Kristen melalui gerakan ekumenisme, sama seperti cara persatuan yang juga diinginkan oleh Gereja-gereja Ortodoks dan denominasi-denominasi Protestan.
Demi terwujudnya persatuan ekumenisme, Gereja Katolik pasca-konsili melakukan berbagai perubahan ritus liturgi dan kompromi ajaran iman dengan dalih pastoral. Ini menyebabkan Gereja Katolik pasca-konsili sedikit demi sedikit mulai meninggalkan ajaran iman para Rasul, yang artinya juga meninggalkan Gereja Kristus. Keadaan ini menggenapi nubuat adanya kemurtadan besar seperti yang ditulis oleh Rasul Paulus (2Tes.2:3). Maka dapat kita katakan setelah Konsili Vatikan II, Gereja Kristus yang ditandai dengan kesetiaan pada ajaran para Rasul hanya terwakili dengan baik di dalam kelompok Katolik tradisionalis yang menolak pembaharuan konsili.
Ini mengingatkan kita pada perkataan Tuhan di dalam perjamuan terakhir, "Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu." (Injil Lukas bab 22 ayat 31 sampai 32).
Perkataan tersebut adalah tipologi yang tepat bagi keadaan Gereja-Nya pada saat ini. Simon Petrus yang dimaksud dalam perkataan itu adalah tipologi Gereja Katolik di bawah pimpinan Petrus atau para Paus yang akan tetap setia dalam iman para Rasul sampai akhir jaman karena Tuhan sendiri yang menghendaki dan mengupayakannya. Tapi mengapa iblis hanya menuntut Simon Petrus dan bukan yang lain? Itu karena selain Simon Petrus semua sudah terlebih dulu gugur imannya sehingga iblis tidak perlu lagi menjadikan mereka sebagai target serangan.
Ingat, berdasarkan ajaran Rasul Yakobus, menyangkal sebagian hukum atau ajaran sama dengan bersalah terhadap seluruhnya (Surat Yakobus 2:10). Maka sedikit saja penolakan terhadap Gereja Kristus dan ajarannya sudah membuat seseorang tidak lagi menjadi bagian dari Gereja Kristus. Itulah yang dimaksud dengan iman yang gugur dalam perkataan Tuhan tadi.
Dalam konteks ini Gereja Ortodoks sudah gugur imannya ketika tahun 1054 memisahkan diri dari Gereja Katolik. Protestan juga gugur imannya melalui reformasi sesat Martin Luther di abad 16. Tapi sekarang Gereja Katolik juga tidak bebas dari masalah. Iblis yang sesuai nubuat perkataan Tuhan memusatkan serangannya pada Gereja Katolik berhasil menjatuhkannya melalui Konsili Vatikan II. Jadi Gereja Katolik memang terjatuh karena Konsili Vatikan II, namun tidak gugur karena bagaimanapun tetap ada sekelompok sisa umat yang setia pada iman para Rasul. Sekelompok sisa umat ini adalah kelompok Katolik tradisionalis yang menolak pembaharuan Konsili Vatikan II.
Dengan demikian persatuan Kristen melalui metanoia sekarang ini tidak hanya menjadi beban Gereja Ortodoks dan Protestan, tetapi juga Gereja Katolik. Itu karena berbagai pembaharuan Konsili Vatikan II telah membuat Gereja Katolik menyimpang dari iman para Rasul. Demi persatuan Kristen sejati, tidak hanya Ortodoks dan Protestan yang harus meninggalkan kesalahan-kesalahan mereka masing-masing, tapi Gereja Katolik juga harus meninggalkan Konsili Vatikan II dan semua semangat pembaharuannya.
Mari kita cermati lagi perkataan Tuhan kepada Petrus tadi, "Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu" (Luk.22:32). Perkataan itu mengisyaratkan bahwa Tuhan menghendaki Petrus menjadi contoh bagi saudara-saudaranya yang lain. Artinya, Gereja Katolik harus berani melakukan metanoia terlebih dahulu dengan mengkritisi diri sendiri dan membersihkan diri dari pengaruh kesesatan Konsili Vatikan II. Keberanian Gereja Katolik melakukan metanoia ini kelak akan diikuti oleh Gereja Ortodoks dan juga denominasi-denominasi Protestan untuk melakukan metanoia masing-masing sehingga pada akhirnya semua Kristen dapat bersatu di dalam Gereja Kristus yang satu, kudus, katolik, dan apostolik.
Kami dari channel Crusader Network, dengan segala keterbatasan dan kekurangan kami sebagai kaum awam Katolik, sudah memulai proses metanoia itu dengan berani melakukan otokritik. Kami banyak mengkritisi berbagai penyimpangan di Gereja Katolik akibat Konsili Vatikan II. Memang ada beberapa video kami yang berbicara mengenai kesesatan Protestan dan juga kekeliruan Gereja Ortodoks. Tetapi sebagian besar video-video kami yang berbicara tentang kekristenan, justru mengkritisi Gereja Katolik sendiri.
Contoh sudah diberikan, sekarang bagaimana dengan Kristen-Kristen yang lain?
Beranikah Dr. Deky Ngadas mengkritisi kesesatan denominasinya sendiri? Beranikah dia mengkritisi reformasi Martin Luther untuk kembali ke dalam Gereja Katolik? Beranikah Rm. Daniel Byantoro dari Gereja Ortodoks mengritisi kekeliruan Gereja Ortodoks yang memisahkan diri dari Gereja Katolik?
Ingat, persatuan Kristen yang dikehendaki Tuhan adalah dengan jalan metanoia yang menjamin keutuhan Gereja Kristus, bukan dengan ekumenisme yang kompromistis. Dan persatuan Kristen melalui metanoia mensyaratkan keberanian untuk mengkritisi diri sendiri. Semoga kita semua diberi kekuatan dan keberanian untuk melakukan metanoia masing-masing demi terwujudnya persatuan Kristen yang sejati.
Terima kasih atas perhatian anda...
Viva Christo Rey!
0 Komentar