Atheis Dan Pro-Aborsi Ditunjuk Jadi Anggota Akademi Kepausan | Paus Fransiskus Merusak Gereja?



Transkrip video:

Salam damai dan sejahtera bagi kita semua...

Di bawah Paus Fransiskus, skandal demi skandal terus terjadi di Vatikan. Pada tanggal 15 Oktober 2022, Paus Fransiskus telah menunjuk Mariana Mazzucato, seorang jurubicara "World Economic Forum' yang mengaku atheis dan pro-aborsi, sebagai anggota dari Akademi Kepausan Untuk Kehidupan. Sungguh sangat ironis, lembaga Kepausan yang didirikan di masa Paus Yohanes Paulus II untuk mempromosikan ajaran Gereja yang berpihak pada kehidupan (pro-life) kini justru sengaja disusupi oleh orang atheis yang pro-aborsi dan kemungkinan besar punya agenda untuk menyuarakan pandangannya!

Menanggapi kontroversi yang timbul, pernyataan resmi Akademi Kepausan tersebut mengatakan demikian,

".. orang-orang dari berbagai disiplin dan latar belakang pemikiran akan berkontribusi dalam dialog antar disiplin ilmu, antar kebudayaan, dan antar agama.... 

Itu sebabnya diantara anggota Akademi terdapat orang-orang non-Katolik: dua orang Rabi, seorang akademisi Shinto, muslim, dan teolog Anglikan. Akademi Kepausan Untuk Kehidupan adalah badan studi dan riset. Maka diperlukan debat dan dialog antara orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda."

Jadi sekarang Akademi Kepausan Untuk Kehidupan tidak lagi mempromosikan ajaran iman Katolik yang berpihak pada kehidupan, tapi dengan dalih 'semangat dialog' berusaha berkompromi atau mengakomodasi pandangan-pandangan lain, termasuk dari orang yang beragama lain dan bahkan dari orang yang menolak Tuhan serta anti kehidupan!

Masih ada lagi...

Beberapa hari lalu, Vatikan mengundang teolog-teolog Ortodoks dan Protestan untuk melakukan diskusi dan dialog tentang primat Paus pada tanggal 22 November 2022 di Basilika St. Petrus. Kemungkinan besar ini akan mengarah pada upaya untuk mendefinisikan ulang peran penerus Rasul Petrus yang sejak dua ribu tahun lalu telah ditetapkan sebagai Wakil Kristus, yaitu pemimpin Gereja Kristus di dunia! Singkatnya, di masa kepemimpinan Paus Fransiskus Gereja Katolik akan mengubah konsep tentang Kepausan!

Upaya untuk mengubah konsep kepausan sebenarnya bukan hal baru! Paus Paulus VI pada tahun 1967 pernah mengatakan bahwa Kepausan adalah penghalang bagi ekumenisme. Dan tahun 1997 Paus Yohanes Paulus II menyatakan perlunya untuk mendefinisikan ulang Kepausan. Lalu pada tahun 2000 Paus Yohanes Paulus II makin menegaskan gagasan tersebut dengan meminta Gereja-gereja Ortodoks dan Protestan mendefinisikan kembali perannya sebagai Paus. 

Jadi diskusi atau dialog tentang primat Paus pada tanggal 22 November 2022 nanti adalah realisasi dari gagasan para Paus sebelumnya yang ingin mengubah konsep kepausan demi agenda ekumenisme Konsili Vatikan II.

Menurut perkataan Tuhan sendiri, Gereja-Nya didirikan di atas Petrus sebagai batu karang. Jika peran Petrus diubah, maka itu pasti akan ikut mengubah Gereja Kristus secara signifikan. Bukan semakin baik, tapi semakin buruk!

Memang sungguh menyedihkan...

Sepertinya sekarang ini sudah menjadi paradigma atau pola berpikir di dalam Gereja Katolik pasca-konsili, dimana Gereja membutuhkan pandangan atau masukkan dari luar untuk merumuskan kebijakan, struktur lembaga, atau bahkan jika perlu ajaran Gereja, dalam menghadapi perkembangan jaman.

Sama seperti yang terjadi pada "Sinode Untuk Sinodalitas" dimana dengan dalih "Gereja yang berjalan bersama", Gereja Katolik membutuhkan masukan tidak hanya dari umat Katolik, tapi juga dari penganut agama-agama lain untuk merumuskan kebijakan, sikap, atau bahkan juga ajaran Gereja dalam menghadapi tantangan jaman! Sekarang dalam proses sinode sesat tersebut dari Konferensi Uskup beberapa negara mulai terdengar gagasan untuk mengubah pandangan Gereja tentang LGBT, pentahbisan imam perempuan, perceraian, pembaharuan ajaran Gereja tentang kontrasepsi dan lain-lain.

Suka atau tidak suka, itu adalah dampak dari semangat konsili yang ingin membuka jendela lebar-lebar agar pandangan dunia masuk untuk memperbaharui Gereja!

Tapi apa salahnya membuka diri terhadap pandangan orang lain? Bukankah keterbukaan itu akan memperkaya ajaran Gereja? Begitu yang mungkin dipikirkan oleh para pendukung konsili...

Mari kita belajar dari sejarah! Lihatlah apa yang terjadi ketika Gereja melibatkan orang-orang Protestan dalam merumuskan liturgi Misa yang baru? Hasilnya adalah Misa blasteran Novus Ordo yang buruk dan merusak iman!

Maka hal yang sama juga akan terjadi pada Akademi Kapausan Untuk Kehidupan, doktrin Gereja tentang primat Paus, dan bahkan seluruh ajaran Gereja ketika orang-orang skismatis, bidat, orang-orang non Kristen dan atheis ikut dilibatkan untuk merumuskan berbagai perubahan dan pembaharuan Gereja! Hasilnya sudah pasti: Gereja Katolik akan semakin rusak dan hancur!

Gereja Katolik tidak membutuhkan pandangan dunia atau agama-agama lain untuk melakukan perubahan dan pembaharuan. Kepada Gereja Katolik sudah dinyatakan seluruh kebenaran yang sempurna melalui inkarnasi Tuhan kita. Yang dibutuhkan Gereja adalah bimbingan dan inspirasi dari Roh Kudus agar kebenaran yang sempurna itu dapat teraktualisasi di setiap jaman. Oleh karena itu menambahkan pandangan atau unsur-unsur ajaran lain dari luar Gereja tidak akan memberikan nilai tambah apapun, justru sebaliknya tindakan itu hanya akan merusak apa yang sudah dimiliki Gereja!

Dengan demikian gagasan untuk membuka jendela Gereja terhadap pandangan dunia seperti yang dimaksud Paus Yohanes XXIII 60 tahun yang lalu dalam Konsili Vatikan II, adalah kekeliruan fatal yang menghancurkan Gereja. Dan celakanya, itu bukan kekeliruan yang tidak disadari tapi justru disengaja. Faktanya, kerusakan akibat semangat konsili sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu tapi agenda perubahan sesuai semangat konsili terus dilanjutkan dengan berbagai alasan! 

Jadi tepat kalau kita katakan Konsili Vatikan II adalah pengkhianatan terhadap Gereja. Konsili Vatikan II dengan konsepnya yang membuka dialog dengan dunia memang sejak awal dirancang oleh para pendukungnya untuk menghancurkan Gereja Katolik dari dalam agar di atas puing-puingnya mereka dapat mendirikan Gereja Antikristus, yaitu Gereja Katolik "BARU" yang inklusif, toleran, ekumenis, dan sinodal.

Ini bahkan mulai diakui oleh klerus pendukung konsili yang masih konservatif seperti Kardinal Gerhard Muller. Dalam wawancaranya di EWTN baru-baru ini, Kardinal Gerhard Muller mengatakan bahwa "Sinode Untuk Sinodalitas" yang berupaya mengubah ajaran Gereja dengan dalih mendengarkan suara banyak orang adalah "upaya kudeta (hostile takeover) terhadap Gereja Katolik."

[video Kardinal Gerhard Muller]

Perumpamaan tentang orang Samaria yang baik bisa membantu kita memahami persoalan ini...

Yerusalem adalah simbol dari kota yang kudus, sebaliknya Yerikho adalah simbol kota yang terkutuk. Maka orang yang pergi dari Yerusalem ke Yerikho adalah tipologi dari Gereja Katolik yang setelah Konsili Vatikan II meninggalkan kekudusannya dengan maksud untuk membuka diri bagi dunia dan ingin menjadi seperti dunia.

Lalu apa yang terjadi? 

Di tengah jalan orang tersebut dirampok dan dipukuli habis-habisan oleh para penyamun, lalu dibiarkan tergeletak sekarat! Itu adalah tipologi Gereja Katolik di jaman kita yang tradisi serta kekayaan ajaran imannya sudah dirampok habis-habisan setelah Konsili Vatikan II. Sekarang, Gereja Katolik yang malang itu sedang terbaring sekarat dalam kemiskinan rohaninya!

Lalu dikisahkan ada imam yang turun melalui jalan itu. Turun artinya berjalan dari Yerusalem ke Yerikho. Itu adalah tipologi dari kaum klerus yang mengikuti semangat konsili! Mereka tahu keadaan Gereja yang tengah sekarat, tapi para klerus pengecut itu tidak mau mengambil resiko dan memilih untuk melanjutkan tugas-tugas pastoral serta liturgi rutin mereka. 

Begitu juga ada orang Lewi yang lewat. Orang Lewi adalah golongan Yahudi yang berhak menjadi imam. Itu adalah tipologi dari orang-orang Katolik yang sejalan pandangannya dengan para klerus konsili. Sama pengecutnya seperti para klerus konsili, mereka juga tidak mau mengambil resiko dan memilih untuk berpaling pergi meninggalkan Gereja yang tengah sekarat.

Akhirnya datanglah orang Samaria yang merasa iba dengan keadaan orang tersebut. Ia memberi pertolongan agar orang malang itu dapat diselamatkan. Orang Samaria itu membawa korban penyamun yang sekarat tersebut ke tempat penginapan dan memberi dua dinar kepada pemilik penginapan agar digunakan untuk memulihkan keadaan orang tersebut. 

Orang Samaria yang baik itu adalah tipologi dari semua Katolik, baik klerus maupun awam yang menyadari keadaan Gereja yang sedang sekarat, kemudian mereka peduli dan berupaya menyelamatkan Gereja.

Gereja pasca-konsili sekarang dalam keadaan sekarat namun masih hidup, yaitu melalui orang-orang yang dengan susah payah mempertahankan iman tradisional. Maka cara untuk menyelamatkan Gereja adalah dengan membangkitkan dan menumbuhkan kembali kesetiaan pada iman para rasul yang sejak Konsili Vatikan II terus ditindas.

Ini detail yang sering terlewat: mengapa orang Samaria itu memberikan dua dinar? 

Tentu kita masih ingat di malam Perjamuan Terakhir para murid memberikan dua pedang dan Tuhan mengatakan "cukup." Kita menafsirkan dua pedang itu sebagai dua senjata rohani, yaitu Doa Rosario dan Doa Mazmur Yesus. Dua dinar juga mengacu pada dua doa yang sama, hanya saja dalam konteks ini keduanya tidak dilihat sebagai senjata rohani melainkan sebagai harta rohani yang cukup untuk memulihkan Gereja kembali dalam kemuliaannya.

Seperti pertanyaan Tuhan kita di dalam Injil, "...Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?"
Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!" (Luk.10:36-37)

Tuhan menghendaki kita menjadi orang Samaria yang baik bagi Gereja-Nya yang tengah menderita sengsara Kalvari akibat Konsili Vatikan II!

Sekarang kita tahu keadaan Gereja Katolik setelah Konsili Vatikan II, terutama di bawah pimpinan Paus Fransiskus tengah sekarat dan kekayaan rohaninya sudah dirusak begitu parah. Kita ikut merasakan sedih dan terpukul dengan keadaan Gereja. Tapi bagaimana kita dapat ikut memulihkan keadaan Gereja seperti orang Samaria yang baik itu? 

Apakah dengan melakukan protes?

Enam tahun yang lalu empat orang kardinal mengajukan dubia kepada Paus Fransiskus terkait dengan dokumen "Amoris Laetitia" yang diduga kuat mengandung heterodoksi atau penyimpangan dari ajaran iman. Tapi sampai hari ini tidak ada tanggapan atau reaksi apapun. Begitu juga masih segar dalam ingatan kita sekitar sebulan yang lalu empat orang Uskup dan banyak orang Katolik lain telah memprotes keras pernyataan bidat Paus Fransiskus dalam ensiklik "Desiderio Desideravi". Tapi sampai saat ini juga belum mendapat respon apapun. 

Jadi memprotes atau menentang kebijakan hirarki konsili, meskipun tetap perlu dilakukan, itu bukanlah solusi. Hirarki konsili sudah terjangkit kemunafikan tingkat dewa, mereka mau mendengarkan apa kata dunia untuk merusak Gereja tapi menolak mendengar suara Roh Kudus melalui orang-orang Katolik yang setia.

Atau kita membuat petisi berisi tuntutan agar Paus Fransiskus mengundurkan diri?

Adalah keliru kalau kita hanya menunjuk Paus Fransiskus sebagai penyebab keadaan ini. Paus Fransiskus adalah produk dari Konsili Vatikan II, dia adalah Paus pertama yang formasi imamatnya dibentuk sepenuhnya dalam semangat konsili. Apabila Paus Fransiskus mengundurkan diri atau diganti, Paus baru yang menggantikannya juga akan memiliki semangat yang sama atau bahkan lebih buruk.

Akar permasalahnya ada pada Konsili Vatikan II dan semangat ekumenismenya. Siapapun Paus yang berkuasa, selama Konsili Vatikan II tetap menjadi semangat Gereja, kerusakan demi kerusakan di Gereja Katolik akan terus terjadi. Dengan demikian menuntut pengunduran Paus Fransiskus juga bukan solusi.

Tapi jangan patah semangat, Kitab Suci sudah menyediakan solusinya.

Pembuangan Babel adalah tipologi yang tepat bagi keadaan Gereja Katolik setelah Konsili Vatikan II. Maka cara memperbaiki keadaan Gereja adalah dengan meneladani kesetiaan iman Daniel, yaitu dengan memilih menjadi sisa umat yang setia dengan menolak Konsili Vatikan II dan seluruh pembaharuannya yang merusak. Sama seperti Daniel yang tetap mengabdi pada raja-raja Babel, kita pun tetap mengakui otoritas hirarki. Meski demikian kita akan tegas menolak semua perintah hirarki yang bertentangan dengan iman atau merusak Gereja.

Pertanyaannya, bagaimana hanya dengan menjadi sisa umat kita dapat ikut memulihkan keadaan Gereja yang sedang terus-menerus dirusak? 

Upaya pemulihan oleh sisa umat itu ada tahapannya. Konsili Vatikan II dan hirarki konsili yang sampai saat ini terus merusak Gereja Katolik itu bagaikan lalang yang sudah terlanjur tumbuh banyak dan berakar kuat. Lalang tersebut untuk sementara sengaja dibiarkan oleh pemilik ladang untuk tumbuh bersama gandum yang ditanamnya. Bukan agar lalang tersebut terus merusak ladangnya, tapi pemilik ladang ingin menunggu saat dimana gandum yang ditanamnya sudah memiliki akar yang kuat. 

Begitu juga keberadaan Konsili Vatikan II dan hirarki konsili serta para pendukungnya yang sudah terlanjur kuat akan terus dibiarkan ada sambil menunggu sisa umat memiliki akar iman yang kuat. Jika Konsili Vatikan II dicabut sebelum sisa umat memiliki akar iman yang kuat, hal itu akan berresiko ikut merusak seluruh struktur Gereja. Maka Konsili Vatikan II dan seluruh pengaruhnya memang perlu dibiarkan untuk sementara waktu dan sisa umat harus menjalani hidup seperti bangsa Israel dalam pembuangan Babel. Periode itulah yang harus kita hadapi saat ini!

Sebagaimana pembuangan Babel tidak berlangsung selamanya, demikian juga penjajahan Konsili Vatikan II atas Gereja Katolik juga pasti berakhir. Setelah sisa umat pada waktunya kelak berhasil memiliki akar yang kuat, Tuhan akan mengutus para malaikat-Nya untuk menghabisi para hirarki konsili dan pendukungnya. Pada saat yang sama, Konsili Vatikan II dan semua pengaruhnya juga akan dimusnahkan! Itulah saat dimana sisa umat yang sudah berakar kokoh dalam iman para Rasul bangkit berjuang, tentunya dalam konteks rohani, untuk memulihkan Gereja Katolik kembali dalam segala kemuliaannya.

Maka cara untuk memperbaiki keadaan Gereja pada saat ini, di masa pembuangan Babel Konsili Vatikan II yang sekarang kita jalani ini, adalah dengan menjadi sisa umat yang terus bertumbuh, bukan dalam jumlah tapi dalam semangat ajaran iman para Rasul yang semakin berakar kokoh atau semakin radikal. Kita akan sabar menunggu sebagai sisa umat yang setia sampai tiba saatnya datang pertolongan Tuhan untuk bangkit berjuang memulihkan Gereja Katolik seperti Yudas Makabe memulihkan kesucian Bait Allah.

Menjadi sisa umat yang setia itu tugas berat yang tidak dapat kita lakukan dengan kekuatan manusiawi kita yang terbatas. Kita harus melakukannya dengan pertolongan rahmat Tuhan yang kita peroleh antara lain melalui hidup doa. Masih ingat dua dinar dalam perumpamaan orang Samaria? Kita menafsirkan dua dinar itu sebagai harta atau anugerah rohani yang bersumber dari Doa Rosario dan Doa Mazmur Yesus. Anugerah rohani tersebut akan menjadi persembahan kita untuk memulihkan kembali keadaan Gereja.

Itu sebabnya channel CN tidak hanya berbicara kritis tentang permasalahan yang ada di Gereja Katolik, tapi secara konsisten juga aktif mendorong hidup doa agar mereka yang terpanggil untuk menjadi bagian dari sisa umat dapat memperoleh kekuatan dari rahmat Tuhan dan terus berakar dalam iman para Rasul yang semakin dalam.

Itulah cara untuk menjadi orang Samaria yang baik di jaman ini! Itulah cara yang dikehendaki Tuhan bagi kita untuk menggenapi janji-Nya bahwa Gereja yang didirikan-Nya tidak akan terkalahkan oleh gerbang alam maut hingga akhir jaman!

Jika anda terpanggil untuk menjadi bagian dari sisa umat, jika anda terpanggil untuk menjadi orang Samaria yang baik bagi Gereja Tuhan, kami mengundang anda untuk ikut dalam kegiatan Doa Rosario dan Doa Mazmur Yesus yang secara rutin kami adakan, baik di grup FB maupun di channel CN secara LIVE. Kedua doa itu bukan hanya Dua Pedang Kalvari yang kita butuhkan untuk melawan musuh-musuh Gereja, tapi juga dua dinar harta rohani yang dapat kita persembahkan untuk memulihkan Gereja-Nya.

Terima kasih atas perhatian anda..

Viva Christo Rey!




 

Posting Komentar

0 Komentar