Kontroversi LGBT Olimpiade Paris 2024 Dan Fiducia Supplicans


 

Transkrip:

Salam damai dan sejahtera... 

Upacara pembukaan Olimpiade Paris 2024, yang berlangsung pada tanggal 26 Juli lalu, menyajikan pertunjukan yang mengundang kecaman. Berbagai pertunjukkan yang melibatkan kaum LGBT dipandang sebagai upaya global untuk menempatkan perilaku menyimpang LGBT sebagai suatu kewajaran yang harus diterima dunia. Salah satu segmen yang paling kontroversial adalah parodi dari lukisan ikonik Leonardo da Vinci, Perjamuan Terakhir, yang melibatkan 18 artis LGBT. Dalam pertunjukan tersebut, sosok Tuhan Yesus digantikan oleh seorang wanita gemuk, sementara para rasul digambarkan sebagai individu dengan identitas gender yang beragam. Penampilan ini dianggap sebagai penghinaan langsung terhadap simbol-simbol sakral dalam kekristenan. Ini penghinaan terhadap kodrat ciptaan Tuhan, dan sekaligus penghinaan terhadap Yesus Kristus, Tuhan dan Penyelamat kita.

Pembukaan Olimpiade berbau satanik itu langsung saja menuai kecaman banyak orang Kristen, baik Katolik maupun non-Katolik. Bahkan Elon Musk yang sekuler mengkritik pertunjukan tersebut sebagai tindakan yang merendahkan umat Kristen. Tapi sayang sekali sampai saat video ini dibuat, tidak ada kecaman resmi dari Vatikan ataupun dari Paus Fransiskus. Ini tentu sangat disesalkan karena menurut Paus St. Felix III, "Tidak menentang suatu kekeliruan adalah sama dengan mendukungnya..." Akibatnya, sikap diam Vatikan ini dapat dengan mudah diartikan sebagai tindakan dukungan terhadap penghinaan tersebut! Semoga saja tidak demikian...

Tentu menarik untuk kita renungkan: mengapa dunia sekuler begitu berani melecehkan iman Kristen dan menghina Tuhan secara terang-terangan dalam sebuah pertunjukan publik yang ditonton jutaan manusia?

Jawabannya sederhana: ada banyak faktor seperti ekspresi kebebasan seni, peradaban manusia yang semakin tidak mengenal Tuhan, atau agenda-agenda ideologis dan agenda-agenda politik tertentu. Tapi ada satu faktor yang sangat berperan, yaitu karena Gereja Katolik sendiri yang telah memulainya!

Sejak Konsili Vatikan II secara sistematis rasa hormat terhadap kekudusan Tuhan semakin dipinggirkan di dalam Gereja Katolik. Misalnya liturgi Misa Latin Tradisional yang berpusat pada Tuhan kini digantikan dengan Misa Novus Ordo yang berpusat pada umat. Perubahan itu saja sudah menunjukkan pergeseran teologi dan sikap liturgi yang signifikan. Ditambah lagi dengan penerimaan komuni di tangan yang kini menjadi norma umum dalam Misa Novus Ordo, semakin menjauhkan umat dari rasa hormat terhadap kehadiran nyata Tuhan dalam Sakramen Ekaristi.

Kemudian Gereja Katolik mengadakan kegiatan yang menghujat Tuhan dalam Doa Bersama semua agama di Asisi tahun 1986. Dalam kegiatan tersebut seolah Tuhan kita Yesus Kristus, satu-satunya Tuhan yang benar memiliki derajat yang sama dengan tuhan-tuhan palsu agama lain. Dalam peristiwa tersebut bahkan delegasi Budhis diijinkan untuk menempatkan patung Budha di atas altar sebuah gereja seolah patung berhala itu layak berada di atas altar kudus Tuhan kita! Kini kegiatan doa bersama semua agama sudah menjadi kegiatan rutin yang wajar di dalam Gereja Katolik. 

Dan yang masih segar dalam ingatan kita adalah skandal berhala Pachamama pada tahun 2019 dimana berhala pagan tersebut dihormati di dalam Basilika St. Petrus di hadapan Paus dan para kardinal serta uskup. Peristiwa itu adalah salah satu penghinaan paling mencolok yang dilakukan hirarki Gereja Katolik terhadap kekudusan Tuhan. 

Itu semua menggambarkan bagaimana Gereja Katolik pasca-konsili melalui para klerusnya, mulai dari Paus hingga para uskup dan para imam memang sudah tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan sebagaimana mestinya. Jika Gereja Katolik sendiri sudah tidak lagi menghormati Tuhan, masihkah kita heran jika orang lain yang tidak mengenal Tuhan menghina dan menghujat Tuhan kita dengan terang-terangan dan tanpa rasa bersalah?

Ini kata Tuhan dalam Injil, "Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." (Mat.7:5).

Tindakan penghujatan Tuhan di pembukaan Olimpiade Paris kemarin itu memang layak kita protes dengan keras. Tapi jangan lupa untuk melakukan introspeksi diri dengan mengkritisi Gereja Katolik yang semakin mengabaikan kekudusan Tuhan sejak Konsili Vatian II. Ingatlah bahwa kesalahan para klerus Gereja Katolik itu jauh lebih parah dari para penghujat Tuhan di pembukaan Olimpiade justru karena para klerus tersebut sudah mengenal Tuhan. Jangan salahkan orang lain yang menghina Tuhan kita, kalau kita sendiri tetap membiarkan pengaruh Konsili Vatikan II yang merusak itu terus hadir menjadi semangat Gereja! Juga jangan salahkan orang lain yang menghina dan menghujat Tuhan, kalau kita sendiri tega menghina dan menghujat Tuhan dengan menerima Sakramen Ekaristi yang adalah Tubuh-Nya secara tidak pantas, yaitu dengan tangan, sambil berdiri dan yang terpenting: tanpa didahului dengan pengakuan dosa.

Dan satu lagi, mengapa kaum LGBT digunakan untuk mengungkapkan kebencian dan penghinaan pada Tuhan dalam pembukaan Olimpiade tersebut? Kemungkinan ini erat hubungannya dengan keputusan Gereja yang membenarkan pemberkatan terhadap pasangan LGBT dalam dokumen 'Fiducia Supplicans." Jika pasangan LGBT yang menyimpang sudah dapat memperoleh berkat dari Gereja, maka kini mereka menaikkan tuntutan agar komunitas LGBT juga boleh mengekspresikan gaya hidup menyimpang mereka dalam simbol-simbol yang sakral bagi Gereja.

Singkatnya, itulah salah satu buah dari Fiducia Supplicans!

Terima kasih atas perhatian anda...

Viva Christo Rey!

Posting Komentar

0 Komentar