Transkrip:
Salam damai dan sejahtera bagi kita semua...
Kejadian kali ini tidak pernah terbayangkan sama sekali bagi orang Katolik yang sungguh menghargai Gereja dan sekaligus mengakui Kristus sebagai Tuhan dan Raja!
Seperti kita ketahui, pemilu (termasuk pilpres) secara nasional diadakan serentak pada tanggal 14 Februari 2024, bertepatan dengan Hari Rabu Abu dalam liturgi Gereja Katolik. Biasanya pada Hari Rabu Abu, umat Katolik mengadakan Misa Rabu Abu di pagi hari sebagai tanda dimulainya masa puasa. Bagi yang berhalangan untuk mengikuti misa di pagi hari, umumnya bisa mengikutinya pada misa Rabu Abu yang diselenggarakan sore hari. Itulah praktek yang umum terjadi dari tahun ke tahun di Gereja Katolik di Indonesia.
Tapi di tahun 2024 apa yang terjadi sungguh berbeda...
Dengan alasan demi menghormati program pemerintah maka misa Rabu Abu pagi WAJIB ditiadakan. Ini terjadi di hampir semua Keuskupan. Setidaknya di KAJ dan Keuskupan Pontianak, misa Rabu Abu diadakan hari Selasa sore dan Rabu sore. Sementara di Keuskupan Ruteng, misa Rabu Abu baru dilaksanakan hari Kamis keesokan harinya.
Ini sebuah keadaan yang sangat memalukan dan sekaligus memilukan...
Bagaimana bisa demi menghormati pemilu sebuah kegiatan liturgi yang amat penting harus ditiadakan oleh para Uskup padahal tak ada urgensi yang sangat mendesak untuk itu? Misa Rabu Abu biasanya dimulai jam 7 pagi dan selesai kurang lebih dalam waktu satu jam, setelah itu umat dapat mengikuti pemilu. Kalaupun ada umat yang harus menjadi petugas pemilu, jumlah mereka tentunya sangat sedikit dan sudah pasti mereka tetap dapat mengikuti Misa Rabu Abu pada sore hari.
Jadi sama sekali tidak ada halangan apapun yang penting untuk meniadakan Misa Rabu Abu di pagi hari. Alasan bahwa Misa Rabu Abu di pagi hari dapat mengganggu jalannya pemilu adalah omong kosong yang membodohi umat.
Sepertinya ada dua alasan mengapa para Uskup tega melarang diadakannya Misa Rabu Abu di pagi hari.
Yang pertama, para Uskup ingin mencari muka pada pemerintah dengan menunjukkan bahwa mereka lebih menghargai program pemerintah ketimbang liturgi Gereja. Mereka dengan senang hati siap mengabaikan Kristus demi penghormatan kepada Kaisar. "Kami tidak memiliki Raja selain dari pada Kaisar!" itulah yang sebenarnya dikatakan para Uskup (Yoh.19:15).
Yang kedua, mereka malu kalau umat Katolik terpaksa datang ke tempat pemungutan suara dengan tanda abu masih terlihat jelas di jidat mereka. Mereka malu kalau simbol-simbol kekatolikan harus hadir di tengah umat lain. Singkatnya, mereka malu mengakui Kristus di depan manusia (Mat.10:32-33).
Kita sebagai umat tentu sangat prihatin dengan kualitas karakter para Uskup yang sama sekali tidak mencerminkan diri mereka sebagai penerus para Rasul yang pernah mengatakan, "Kita harus lebih taat kepada Tuhan dari pada kepada manusia" (Kis.5:29). Sayang sekali, surat edaran para Uskup yang melarang diadakannya Misa Rabu Abu di pagi hari menunjukkan Gereja Katolik di Indonesia ternyata dipimpin oleh para gembala upahan yang lebih menghargai pemerintah ketimbang Tuhan.
Masih ada cukup waktu bagi para Uskup ini untuk mengubah keputusan pengecut mereka dan sekaligus menunjukkan bahwa mereka adalah gembala sejati yang layak memimpin umat serta berani mengakui Kristus sebagai Raja di tengah manusia!
Terima kasih atas perhatian anda...
Viva Christo Rey!
0 Komentar