Senjakala Konsili Vatikan II - Menyongsong Akhir dari Gereja Palsu (bagian 1)


 Transkrip:


Salam damai dan sejahtera bagi kita semua...

Beberapa waktu yang lalu Paus Fransiskus mengangkat 21 orang kardinal baru yang sebagian besar adalah orang-orang liberal. Langkah ini langsung terbaca sebagai keinginan Paus Fransiskus untuk memastikan Paus baru yang akan terpilih untuk menggantikannya kelak adalah Paus yang juga liberal seperti dirinya. Dengan cara demikian kelanjutan upaya modernisasi Gereja sesuai semangat Konsili Vatikan II yang saat ini sedang diupayakan maksimal akan terjamin! Setidaknya itulah yang sedang direncanakan oleh Paus Fransiskus!

Tindakan itu segera mendapat tanggapan keras dari Uskup Agung Vigano. Dalam wawancaranya dengan Aldo Maria Valli, seorang jurnaslis Italia, Uskup Agung Vigano melihat langkah itu sebagai upaya mempercepat agenda modernisme Gereja dan sekaligus menghabisi kaum tradisionalis yang selama ini dianggap sebagai penghalang.

Diantaranya Uskup Agung Vigano mengatakan ini:

"Logika Bergoglio sangat jelas: dia ingin menciptakan premis untuk perpecahan, yang dia bantah dan sesali dengan kata-kata, tetapi sesungguhnya telah dia persiapkan selama beberapa waktu. 

Bergoglio ingin memisahkan, dengan berbagai cara, bagian yang baik dari umat beriman dan klerus dari Gereja resmi; dan untuk mencapai ini, untuk memastikan bahwa mereka menjauhkan diri dari Sanhedrin modernis, dia telah menempatkan pada posisi kunci di Kuria Roma orang-orang yang menjamin kemungkinan terburuk pengelolaan dikasteri yang dipercayakan kepada mereka, dengan kemungkinan hasil terburuk dan kerusakan terbesar kepada badan gerejawi.

Pembatasan progresif pada perayaan liturgi kuno berfungsi untuk membatasi kaum konservatif dalam mencari penampungan, yang kemudian mengarahkan mereka ke SSPX. 

Segera setelah Sinode, akan terjadi konsekuensi tragis (di dalam Gereja) pada perubahan doktrinal, moral dan disiplin... hal ini akan menyebabkan eksodus umat Katolik yang, setelah normalisasi terhadap Institut Ecclesia Dei, menjadikan SSPX sebagai "pemonopoli" Tradisi.

Tetapi pada saat itu - yaitu, ketika umat Katolik tradisional telah bermigrasi ke SSPX dan para pemimpinnya percaya bahwa mereka telah memenangkan persaingan dari penindasan atas Summorum Pontificum - provokasi baru yang tidak dapat ditolerir akan memaksa kelompok SSPX untuk menjauhkan diri dari (rezim) Bergoglian Roma, yang menyebabkan "ekskomunikasi" bagi tradisionalisme, sehingga tidak lagi terwakili dalam Gereja resmi.

Demi alasan ini, menurut pendapat saya, penting untuk mempertahankan fragmentasi tertentu (dari gerakan tradisionalis), agar manuver jahat pengusiran terhadap umat Katolik tradisional dari badan gerejawi menjadi lebih kompleks."

Dalam wawancara tersebut secara jeli Uskup Agung Vigano membaca arah sesungguhnya dari berbagai kebijakan kontroversial Paus Fransiskus. Kegigihan kaum tradisionalis yang berpegang teguh pada ajaran dan tradisi Gereja, oleh Paus Fransiskus dianggap menjadi penghalang terbesar bagi agendanya untuk mengubah wajah Gereja Katolik sesuai arah yang dikehendaki Konsili Vatikan II, yaitu Gereja yang selalu berubah dan beradaptasi dengan perkembangan jaman. 

Uskup Agung Vigano melihat tindakan Paus Fransiskus yang melalui Traditiones Custodes menyatakan Misa Novus Ordo sebagai satu-satunya liturgi (lex orandi) bagi Gereja, tidak lain bertujuan untuk menghapuskan secara perlahan Misa Latin Tradisional dari Gereja Katolik. Ditambah dengan tindakannya menempatkan kaum liberal dan progresif pada posisi kunci di Kuria Roma, dan berikutnya normalisasi komunitas Ecclesia Dei (seperti FSSP, ICKSP dan sebagainya) dengan cara memaksa mereka menerima norma-norma pembaharuan konsili yang sejak semula tidak pernah mereka tolak, kondisi itu dirancang untuk memojokkan kaum tradisionalis pada satu wadah yang tersisa, yaitu SSPX.

Jika itu tercapai, Paus Fransiskus akan melakukan provokasi sedemikian rupa sehingga SSPX dan seluruh tradisionalis Katolik yang bergabung di dalamnya akan terekskomunikasi untuk selamanya!

Untuk mencegah itu terjadi atau setidaknya membuatnya sulit dilakukan, Uskup Agung Vigano menyarankan untuk membentuk kelompok-kelompok tradisionalis independen yang terpisah agar keberadaan kaum tradisionalis tidak terpusat pada satu wadah. Dengan cara ini, SSPX yang menjadi ujung tombak bagi pembentukan imam-imam tradisionalis tidak akan mudah dieliminasi.

Selanjutnya dalam wawancara pada kesempatan lain, Uskup Agung Vigano menambahkan:

"Fragmentasi gerakan tradisional menurut pendapat saya adalah satu-satunya tanggapan yang mungkin untuk serangan saat ini: kita tidak boleh melembagakan entitas pseudo-gerejawi baru, tetapi mempertahankan koordinasi minimal antara kekuatan-kekuatan yang berbeda, yang cepat atau lambat akan menemukan diri mereka mendapatkan kembali hak kewarganegaraan penuh di Gereja, satu-satunya tempat yang benar dan sah di mana umat Katolik sejati harus tinggal."

Dengan pernyataan tersebut Uskup Agung Vigano mengingatkan agar kelompok tradisionalis itu TIDAK membentuk kelompok di luar Gereja (misalnya dengan menjadi sedevakantis atau membangun kelompok gereja yang baru), dan tetap menjalin komunikasi dengan seluruh kelompok tradisionalis lainnya, hingga pada waktunya nanti keadaan Gereja Katolik dapat dipulihkan kembali.

Tanpa kita sadari pendirian komunitas LEGIO CHRISTI REGIS yang berupaya menjadi kelompok tradionalis independen berbasis gerakan akar rumput atau umat awam, ternyata sejalan dengan apa yang dimaksud oleh Uskup Agung Vigano. Pembentukan kelompok-kelompok tradisionalis independen ini akan mempersulit rencana jahat dari kaum liberal dan modernis untuk menghabisi kaum tradisionalis dari tubuh Gereja. Dengan cara demikian sisa umat Tuhan akan tetap ada di dalam Gereja Katolik seperti yang sudah dinubuatkan!

Mungkin sebagian dari kita berpikir: benarkah Paus Fransiskus dan kaum modernis pendukungnya akan bertindak sejauh itu? Bagaimana bisa Paus Fransiskus yang aktif berupaya merangkul gereja lain, bahkan agama lain untuk membangun persatuan ekumenis tapi di saat yang sama justru ingin mengeluarkan kaum tradisionalis dari Gereja Katolik? Bukankah itu kontradiktif: yang di luar dipersatukan, tapi yang ada di dalam malah dipisahkan?

Hal ini dapat kita pahami jika kita menyadari bahwa kaum tradisionalis yang berusaha setia pada ajaran Gereja memang musuh besar dan penghambat paling gigih bagi perubahan-perubahan yang digagas oleh Konsili Vatikan II. Maka untuk memuluskan agenda Konsili Vatikan II dalam membangun Gereja Katolik baru yang ekumenis dan modernis, yaitu yang sekarang disebut sebagai Gereja Sinodal, cepat atau lambat kaum tradisionalis memang harus disingkirkan.

Sebagian orang Katolik meyakini bahwa upaya untuk menghabisi kaum tradisionalis dan sekaligus mempercepat upaya pembangunan Gereja Sinodal ini mendapatkan momentumnya yang paling penting setelah kematian Paus Benediktus XVI. Hal ini mengingatkan kita pada nubuat Rasul Paulus tentang sang "Katechon" atau orang yang menahan kekuatan jahat:

Karena secara rahasia kedurhakaan telah mulai bekerja, tetapi sekarang masih ada yang menahan. Kalau yang menahannya itu telah disingkirkan, pada waktu itulah si pendurhaka baru akan menyatakan dirinya... 
(2Tes.2:7-8)

Beberapa orang memang meyakini Paus Benediktus XVI adalah sang "Katechon" yang dimaksud, dan sekarang dia telah disingkirkan. Paus Benediktus XVI yang sudah sangat tua dan lemah pastilah terpukul setelah Paus Fransiskus mengeluarkan Traditiones Custodes pada tahun 2021. Dokumen tersebut secara praktis membatalkan Summorum Pontificum yang dikeluarkan Paus Benediktus XVI pada tahun 2007. Akibatnya hanya butuh waktu kurang dari dua tahun Paus Benediktus XVI akhirnya harus meninggalkan dunia ini dalam keadaan dipermalukan oleh penerusnya.

Dengan disingkirkannya sang "Katechon," Paus Fransiskus dan pendukungnya diyakini akan menjalankan agenda mereka dengan kecepatan penuh untuk mempersiapkan kedatangan tuan mereka, yaitu si pendurhaka alias Sang Antikristus. 

Ini bisa terlihat dari tindakan Paus Fransikus yang mengubah aturan sinode para Uskup sehingga kini kaum awam memiliki hak pilih seperti para Uskup, Paus Fransiskus juga mengangkat orang-orang modernis menjadi kardinal, dan salah satu perubahan yang terpenting: ia mengangkat seorang liberal dan heterodoks yaitu Uskup Agung Fernandez menjadi prefek DDF yang seharusnya bertugas menjaga kemurnian ajaran Gereja. Penempatan Uskup Agung Fernandez yang liberal dan heterodoks sebagai prefek DDF adalah langkah strategis yang akan memastikan perubahan ajaran-ajaran Gereja yang diperlukan bagi Gereja Sinodal tidak akan mengalami hambatan!

Dengan melihat berbagai perubahan yang tidak wajar ini maka pernyataan Uskup Agung Vigano bahwa Paus Fransiskus berniat mengurung kaum tradisionalis pada satu wadah dan kemudian menghabisi mereka dengan ekskomunikasi menjadi sangat beralasan.

Tapi apakah rencana Paus Fransiskus untuk menghabisi kaum tradisionalis itu akan terwujud? Tentu saja tidak! 

Berdasarkan nubuat Rasul Paulus, Tuhan sendiri yang akan menjaga adanya sisa umat (Rm.11:2-5). Alasannya jelas: hanya melalui sisa umat yang setia itulah janji bahwa Gereja Kristus tidak terkalahkan oleh gerbang alam maut akan tergenapi dengan sempurna!

Jika kita memahami persoalan ini dalam konteks nubuat akhir jaman, maka percepatan upaya hirarki untuk mewujudkan Gereja Sinodal alias Gereja Katolik palsu yang bertujuan mempersiapkan kedatangan Antikristus ini justru menunjukkan bahwa akhir dari rezim Konsili Vatikan II sudah mulai terlihat! Iblis tahu bahwa dia hanya punya waktu tersisa sedikit saja (Why.12:12), maka semua rencana harus dipercepat!

Sejak Konsili Vatikan II dengan berbagai perubahannya yang bertahap, kita sudah melihat buah-buah buruknya yang merusak dan melemahkan Gereja. Ketika perubahan itu dilakukan dengan skala penuh seperti yang mulai terjadi sekarang, kerusakan yang dihasilkan juga akan maksimal dan sekaligus fatal. Selanjutnya kerusakan fatal itu justru menjadi bumerang yang akan mengakhiri Gereja Konsili, tapi bukan akhir dari Gereja Kristus. 

Mengapa demikian? 

Semua perubahan merusak yang dibuat oleh rezim konsili guna menyingkirkan struktur Gereja Katolik yang lama dan menggantinya dengan Gereja Sinodal pada akhirnya hanya menciptakan berbagai persoalan pelik yang justru melemahkan Gereja Sinodal tersebut sebagai institusi. Sebagai konsekuensinya, Gereja Sinodal yang sudah tidak lagi memiliki struktur hirarkis-monarkis, tidak dibangun dengan basis iman dan moral yang kokoh, dan terutama tidak memiliki kekudusan, akan hancur-lebur karena tidak sanggup menanggung beratnya berbagai persoalan yang ditimbulkannya sendiri, dan mungkin juga serangan dari faktor luar yang sudah tidak dapat ditangkalnya lagi.

Ibarat gedung bertingkat yang sebelumnya berdiri kokoh selama puluhan tahun, kemudian penyewa barunya yang pandir melakukan renovasi besar-besaran dengan cara merusak fondasi tanahnya untuk membuat ruangan bawah tanah, dan mematahkan tiang-tiang penyangganya yang kokoh untuk diganti tiang-tiang baru berkualitas rendah. Tidak butuh waktu yang lama, dipastikan gedung itu akan runtuh. Kurang lebih seperti itulah keadaan yang akan terjadi pada Gereja Konsili alias Gereja Sinodal alias Gereja Katolik palsu: hari-hari akhirnya sekarang sudah mulai terlihat!

Sementara itu sisa umat yang setia, yaitu kaum tradisionalis, mereka bagaikan penghuni yang bijak dan tahu akan ada masalah dengan gedung yang direnovasi secara sembrono. Mereka mendengarkan nasehat yang meminta mereka keluar dari gedung, "Pergilah kamu, hai umat-Ku, pergilah dari padanya supaya kamu jangan mengambil bagian dalam dosa-dosanya, dan supaya kamu jangan turut ditimpa malapetaka-malapetakanya... (Why.18:4). 

Maka mereka pun memilih keluar dari gedung dan membangun tenda di luar gedung namun masih tetap di halamannya pada jarak yang aman. Pada waktu gedung tersebut benar-benar runtuh, mereka tidak ikut mengalami celaka. 

Demikianlah sisa umat Tuhan atau kaum tradisionalis akan tetap eksis di dalam Gereja Kristus dan berdiri kokoh dalam iman yang benar karena mereka tidak tercemar oleh berbagai ajaran yang merusak. Selanjutnya dengan pertolongan dan kekuatan Roh Kudus, mereka akan berjuang bagaikan Yudas Makabe untuk merebut kembali Gereja Katolik sebagai institusi, menguduskannya dari segala kenajisan, dan memulihkan keadaannya seperti semula!

(bersambung)

Posting Komentar

0 Komentar