Menuju Tanah Terjanji 1b: Membasmi Terorisme Berbasis Agama (bagian 2)



Dalam video bagian pertama kita membagi muslim menjadi tiga golongan. Pembagian ini penting untuk membantu kita memahami masalah terorisme berbasis agama (islam) dan mencari akar masalahnya. Sekaligus juga agar kita tidak terjebak dalam sikap generalisasi seolah semua muslim itu terlibat atau berpotensi menjadi teroris... 

Nyatanya tidak seperti itu!

Saya bahkan memandang satu golongan, yaitu muslim non-syariah secara POSITIF. Mereka toleran, punya komitmen terhadap NKRI dan tidak tertarik pada gagasan untuk mewujudkan khilafah islam global. 

Yang saya pandang berbahaya adalah muslim radikal karena mereka memiliki IDEOLOGI yang bertujuan untuk menegakkan khilafah islam global. Sementara itu kelompok muslim syariah adalah golongan TRANSISI. Meskipun mereka belum memiliki ideologi radikal, mereka berpotensi untuk berubah menjadi muslim radikal kapan saja! Jadi kelompok muslim syariah juga perlu mendapatkan perhatian serius....

Ideologi islam radikal yang tujuan utamanya adalah menegakkan khilafah islam global otomatis pasti berbenturan dengan NKRI. Dengan demikian muslim radikal adalah musuh NKRI, anti Pancasila dan anti Konstitusi (UUD 45).. 

Itu sebabnya muslim radikal selalu anti pemerintah selama pemerintahan dipegang oleh kaum nasionalis! Mereka menyebut pemerintahan kaum nasionalis ini sebagai "thagut" atau berhala sesembahan yang menjadi musuh Allah SWT dan harus diperangi. Bahkan mereka selalu berupaya memicu konflik dengan harapan akan muncul kekacauan yang dapat memberi mereka kesempatan besar untuk merebut kekuasaan!

Dengan memahami ini kita bisa simpulkan tindakan terorisme yang menjadikan gereja atau umat non-muslim sebagai target bukanlah tujuan sesungguhnya. Kejadian itu adalah ekspresi kebencian mereka pada golongan non-muslim (Kristen) dan sekaligus alat untuk memecah belah rakyat, mengalihkan perhatian, serta menciptakan ketakutan dan kekacauan. Sasaran kebencian merekapun bukan cuma non-muslim tapi termasuk juga pemerintah, sehingga mereka juga banyak menyerang aparat negara tanpa melihat agamanya.

Lalu apa tujuan mereka yang sesungguhnya?

Tujuannya tidak lain adalah: menggulingkan pemerintahan sipil yang nasionalis dan demokratis untuk kemudian menggantikannya dengan pemerintahan berbasis syariah dalam rangka mewujudkan khilafah islam global. Minimal target mereka adalah mengembalikan semangat Piagam Jakarta.

Tapi harus diingat, kekerasan dan teror bukan satu-satunya metode perjuangan dari kelompok muslim radikal ini! Fokus yang berlebihan pada kasus terorisme dapat membuat kita lengah pada tujuan mereka yang sesungguhnya dan strategi-strategi mereka yang lain.

Dalam kenyataannya, mereka juga berjuang melalui jalur politik dan propaganda, mulai dari berjuang di parlemen, menggalang berbagai aksi demo, hingga makar atau menghasut rakyat untuk melawan pemerintah. Jadi hendaknya kita tidak lengah dan terjebak pada persoalan terorisme saja! Itu hanya pucuk gunung es dari agenda jahat yang jauh lebih besar dari sekedar menebar ketakutan melalui teror...

Jika kekacauan dan instabilitas yang mereka inginkan dapat terwujud, semua elemen muslim radikal yang lain siap bergerak bahu-membahu untuk merebut kekuasaan dan mengubah konstitusi!

Meski jumlah mereka relatif kecil dibandingkan 200 juta muslim indonesia, bagaimanapun angkanya diperkirakan bisa mencapai jutaan dan tersebar dimana-mana. Ini tentu bisa berdampak sangat signifikan. 

Belum lagi ditambah kelompok muslim syariah yang bersimpati pada gerakan jihad, ada kemungkinan sebagian dari mereka terpengaruh situasi dan memutuskan ikut bergabung untuk mendukung muslim radikal! Jumlah mereka bisa lebih besar lagi!!

Sekedar ilustrasi: 

Hasil survei SETARA Institute for Democracy and Peace (SIDP) yang dilakukan pada siswa SMA negeri di Bandung dan Jakarta tahun 2015 menunjukkan, sekitar 8,5 persen siswa setuju dasar negara diganti dengan agama dan 9,8 persen siswa mendukung ISIS.

Selanjutnya, Anas Saidi, seorang peneliti LIPI pada Februari 2016 menyebutkan hasil survei bahwa 25 persen siswa dan 21 persen guru menyatakan pancasila tidak lagi relevan. Sementara 84,8 persen siswa dan 76,2 persen guru menyatakan setuju dengan penerapan syariat islam.

Berikutnya, Riset BIN tahun 2017 juga mendapati bahwa 24 persen mahasiswa dan 23,3 persen pelajar SMA dan sederajat, setuju dengan tegaknya negara Islam di Indonesia.

Itu beberapa tahun yang lalu! Bayangkan perkembangannya sekarang dan di kemudian hari jika tidak segera dibendung!

Kondisi seperti ini tentu amat sangat berbahaya!

Tapi karena kita sedikit banyak bisa memetakan persoalan terorisme dan ideologi islam radikal ini, maka solusinyapun bisa kita cari...

Perlu dicatat bahwa dari tiga golongan muslim, tidak semua berkaitan dengan ideologi islam radikal dan terorisme. Hanya muslim radikal yang secara langsung berbahaya karena mereka memiliki ideologi islam radikal yang anti NKRI. Sementara itu kelompok muslim syariah ada di wilayah abu-abu... mereka memang tidak langsung terkait pada ideologi islam radikal, tapi punya potensi cukup besar ke arah itu...

Penanganan yang dilakukan pemerintah sebenarnya sudah memiliki arah yang benar. Selain pasukan khusus dikerahkan untuk membasmi para teroris dan semua pendukungnya, pemerintah juga melakukan DERADIKALISASI. 

Tapi sayang program deradikalisasi ini tidak menyeluruh, hanya bersifat kuratif. Yaitu "menetralisir" mereka yang sudah terbukti sebagai teroris. Kita juga butuh program deradikalisasi yang bersifat PREVENTIF, yaitu mencegah munculnya terorisme dan ideologi islam radikal sedini mungkin.

Deradikalisasi seperti ini sangat mungkin dilakukan karena pernah ada dalam sejarah dan berhasil, meski tujuannya mungkin berbeda.

Program deradikalisasi paling bersejarah terjadi di Turki pada tahun 1924. Ketika itu Kemal Ataturk pemimpin Turki melihat bahwa sistem khilafah islam dan ketaatan rakyatnya pada Khalifah sangat menghambat kemajuan negaranya. Ia lalu dengan berani membubarkan satu-satunya Kekhalifahan Islam yang tersisa di muka bumi.

Bukan itu saja.. Kemal Ataturk menjadikan negaranya sekular dengan melarang penerapan syariah di ruang publik. Penggunaan hijab dan busana berbau arab dilarang di kantor pemerintahan maupun di sekolah-sekolah umum. Penggunaan aksara arab diganti dengan huruf latin... Bahkan suara adzan diwajibkan berbahasa Turki...

Program deradikalisasi (atau disebut juga sekularisasi) di Turki ini sempat berhasil selama beberapa dekade. Tapi sayang sekali, karena ketakutan terhadap berkembangnya ideologi kiri, rezim militer yang berkuasa di tahun 70-an mulai memberi angin pada golongan muslim untuk berkembang guna mengimbangi kekuatan kelompok kiri. Inilah yang kemudian menghasilkan seorang Erdogan yang kini malah getol menerapkan syariah di ruang publik.

Di Indonesia, sebenarnya deradikalisasi sudah pernah dilakukan juga dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah berdirinya bangsa ini...

Itu terjadi pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan RI, yaitu ketika Presiden Soekarno dan bapak-bapak pendiri bangsa lainnya sepakat untuk menolak Piagam Jakarta yang mencantumkan kewajiban bagi umat muslim untuk menjalankan syariah islam!!!

Keputusan penting ini pada awalnya bertujuan agar semua wilayah nusantara tetap mau bergabung dalam NKRI. Tapi dampaknya cukup besar. Dengan menolak Piagam Jakarta berarti negara tidak mengutamakan suatu golongan di atas golongan lainnya. Dan yang penting... negara tidak mendukung penerapan syariah islam secara konstitusional!!!!

Hal itu juga berarti negara tidak mendukung penerapan syariah di ruang publik... Dengan kata lain pemerintah secara formal tidak mendukung keberadaan muslim syariah, meski juga tidak melarangnya. 

Pernah muncul ketidakpuasan sebagian muslim pada pemerintah yang kemudian membuahkan pemberontakan DI/TII. Tapi segera dapat ditumpas dan dampak ideologisnya sangat terbatas...

Kita bisa lihat sampai dengan akhir dekade 70-an tidak satupun murid sekolah maupun mahasiswa perguruan tinggi yang menggunakan hijab.  Demikian juga di kantor-kantor pemerintah... Sampai dengan masa itu, ideologi islam radikal juga nyaris tidak dikenal keberadaannya.

Tapi kondisi itu mulai berubah ketika Revolusi islam iran di bawah pimpinan Ayatullah Khomeini berhasil menggulingkan Shah Iran yang berkuasa. Peristiwa itu dijadikan momentum oleh kelompok muslim garis keras global yang dimotori oleh kelompok Ikhwanul Muslimin di Mesir untuk menggemakan kembali gagasan adanya khilafah islam. 

Ikhwanul Muslimin adalah organisasi islam global yang didirikan tahun 1928 oleh Hasan Al Bana. Organisasi ini didirikan  sebagai reaksi atas pembubaran Kekhalifahan Islam di Turki tahun 1924. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kembali sistem khilafah Islam global. 

Oleh kelompok ini, keberhasilan Revolusi Islam Iran dianggap sebagai contoh bahwa islam punya kekuatan besar untuk mengambil alih kekuasaan pemerintahan suatu negara... dan itu akan menjadi cikal bakal terwujudnya sistem khilafah islam global!

Gagasan ini kemudian juga mempengaruhi kelompok-kelompok muslim garis keras di indonesia. Pada periode inilah Hizbut Tahrir yang memiliki ideologi islam radikal juga mulai masuk ke indonesia.

Kelompok muslim radikal ini memang tidak langsung mempropagandakan ideologi mereka... tentu itu tidak mungkin. Yang mereka lakukan adalah mengarahkan muslim yang umumnya non-syariah menjadi muslim syariah. Ini dilakukan dengan berbagai upaya dakwah penyadaran syariah yang dikoordinasikan secara besar-besaran. Tujuan mereka ini: menyiapkan lahan subur untuk menyemaikan bibit pemikiran islam radikal!

Langkah dakwah mereka yang pertama adalah memperkenalkan kewajiban berhijab! Itulah yang terjadi di Indonesia pada awal dekade 80-an..! Dampaknya, secara bertahap muslim mulai banyak yang sadar syariah dan penggunaan hijab mulai muncul dimana-mana.... dan bersamaan dengan itu semangat sektarian juga terasa mengental.

Sayangnya, pemerintah orde baru pimpinan Suharto pada waktu itu tidak segera mengantisipasi bahaya perpecahan bangsa ini. Karena tekanan dari kelompok ulama dan sebagian masyarakat pendukungnya, pemerintah membiarkan proses islamisasi ini berlangsung, dan bahkan terkesan memberikan dukungan demi mengimbangi pengaruh kaum nasionalis pendukung Soekarno.

Akibatnya dalam waktu beberapa dekade saja kelompok muslim syariah ini berkembang sangat pesat...  Sekarang indikasinya bisa kita lihat dari semakin banyaknya penggunaan hijab di ruang publik, baik di sekolah, di perguruan tinggi, maupun di kantor-kantor pemerintah. Juga terlihat dari gencarnya penerapan sistem syariah di berbagai sektor seperti munculnya bank syariah, asuransi syariah dan lain-lain.

Lalu apa bahayanya muslim syariah ini?

Secara langsung memang tidak berbahaya, tapi sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, muslim syariah adalah kelompok transisi yang sengaja dibentuk untuk mendukung agenda islam radikal global yang ingin membangkitkan kembali sistem khilafah. Pada kelompok inilah bibit-bibit ideologi islam radikal menemukan lahan persemaiannya yang subur. Akibatnya kelompok muslim syariah ini punya potensi yang cukup besar untuk bermutasi menjadi muslim radikal kapan saja. Dan ini memang bagian dari strategi para aktor intelektual kelompok muslim radikal!

Hanya dalam waktu singkat, dengan bantuan ulama-ulama radikal sebagian dari muslim syariah bermutasi menjadi muslim radikal. Selanjutnya muslim radikal inilah yang melahirkan banyak kelompok jihad dan pelaku tindak terorisme yang berkeingnan untuk mengubah konstitusi negara.... 

Sekarang kita bisa merasakan akibatnya.

Keadaan ini sebenarnya sebuah pengkhianatan terhadap bapak-bapak pendiri bangsa yang sudah sepakat menolak Piagam Jakarta demi keutuhan NKRI! 

Sekalipun secara formal (de jure) sampai sekarang negara tetap tidak mendukung penerapan syariah islam di ruang publik, namun secara de facto pemerintah justru sudah memberikan dukungan. Indikasi itu makin terlihat sekarang, yaitu dengan mulai diijinkannya polwan dan wanita TNI menggunakan hijab dalam bertugas!!!!  Ini sesuatu yang tidak pernah terbayangkan bisa ada beberapa dekade yang lalu, tapi sekarang ada. Kesalahan ini harus segera disadari dan diperbaiki sebelum terlambat.

Lalu apa yang bisa dilakukan untuk menghadapi bahaya ini?

Ada dua langkah penting yang perlu dilakukan pemerintah...

1. Deradikalisasi Total

Langkah BNPT melakukan deradikalisasi pada teroris yang tertangkap adalah suatu langkah yang baik. Tapi tidak cukup. 

Pemerintah seharusnya melakukan deradikalisasi yang lebih menyeluruh, yang juga bersifat preventif. Yaitu dengan melarang total keberadaan semua kelompok muslim radikal. Kelompok ini karena pengaruh ideologinya, berpotensi kuat menghasilkan kelompok jihadis dan teroris. Dan yang pasti mereka selalu memendam keinginan untuk menggulingkan pemerintahan.

Negara punya alasan yang sangat kuat untuk melarang keberadaan mereka karena ideologi mereka secara langsung bertentangan dengan konstitusi dan anti NKRI. Ideologi islam radikal dengan segala bentuknya harus dengan tegas dinyatakan inkonstitusional dan melawan negara. Pembubaran HTI adalah sebuah contoh yang bisa diterapkan pada semua kelompok muslim radikal lainnya.

Cara ini secara efektif dapat memutus munculnya teroris-teroris baru dan juga penyebaran ideologi islam radikal.

Perhatian yang khusus juga harus diberikan kepada kelompok muslim syariah. Sekalipun kelompok ini tidak memiliki ideologi berbahaya, namun mereka telah terbukti menjadi lahan yang subur untuk menumbuhkan bibit-bibit pemikiran islam radikal. 

Di awal dekade 80-an, munculnya kelompok muslim syariah ini memang dirancang sebagai kelompok transisi yang kelak akan menghasilkan kelompok muslim radikal. Mereka adalah muslim-muslim naif yang diperalat untuk menjadi bagian dari agenda global guna menegakkan sistem khilafah islam!

Vladimir Lenin menyebut golongan semacam ini sebagai "useful idiots", atau kaum idiot yang berguna.. yaitu orang-orang yang dengan sukarela membeli tali yang kelak akan digunakan untuk menggantung mereka sendiri!

Negara tidak perlu dan tidak bisa melarang keberadaan muslim syariah seperti yang pernah dilakukan oleh Kemal Ataturk di Turki hampir satu abad yang lalu. Tapi negara juga jangan mendukungnya! Ini bisa dilakukan dengan cara mengacu pada sejarah masa lalu bangsa kita sendiri, yaitu kembali ke semangat penolakan Piagam Jakarta! 

Dengan menolak Piagam Jakarta sebenarnya secara tidak langsung negara menyatakan tidak mendukung kewajiban penerapan syariah islam bagi muslim, meski juga tidak melarangnya. Penolakan Piagam Jakarta adalah bagian yang sah dari sejarah bangsa ini, jadi kita bisa mengulangi semangatnya untuk alasan yang sama, yaitu demi kebhinnekaan bangsa dan keutuhan NKRI!

Kebijakan seperti memberikan seragam hijab bagi polwan dan wanita TNI tidak boleh terjadi lagi di institusi negara yang lain karena itu sama dengan bentuk dukungan negara terhadap keberadaan muslim syariah. Dan itu adalah pengkhianatan terhadap semangat penolakan Piagam Jakarta! Jika perlu keputusan yang sudah terlanjur diambil segera dianulir demi keutuhan bangsa!

Deradikalisasi total ini juga harus didukung  oleh anggota masyarakat lainnya dengan tidak mempromosikan atau mendukung upaya-upaya penerapan syariah. Segala bentuk penerapan syariah seperti maraknya bank syariah, sinetron-sinetron TV atau film layar lebar dengan artis yang berhijab, dan sebagainya harus diantisipasi sebagai potensi munculnya bibit pemikiran islam radikal. Dengan demikian jangan didukung, meski juga tidak perlu dilarang... 

Secara positif kita bisa mengajak mereka untuk kembali ke semangat beragama sebelum dekade 80-an..!

2. Membangun Kultur Kehidupan

Ideologi islam radikal yang menghasilkan berbagai tindakan terorisme sebagai buahnya, tidak lain adalah kultur kematian. Bahkan mengingat peristiwa bom bunuh diri di Surabaya, ideologi islam radikal adalah kultur kematian ekstrim!!! Melalui deradikalisasi total, kita berharap kultur kematian tersebut akan tereliminasi... 

Tapi deradikalisasi total saja tidak cukup...

Sejarah membuktikan apa yang pernah berhasil dilakukan oleh Kemal Ataturk akhirnya menjadi sia-sia karena kultur kematian itu, yaitu ideologi islam radikal, muncul kembali di Turki. Demikian juga penolakan Piagam Jakarta mengalami nasib sama, pada akhirnya muslim radikal dengan ideologinya yang jahat mulai bermunculan dan menimbulkan masalah.

Ibarat rumah preman yang dikosongkan dari para penghuninya yang jahat. Jika rumah itu dibiarkan tetap kosong maka preman yang lama akan kembali bersama preman-preman baru yang lebih jahat. Dengan demikian rumah itu tidak boleh dibiarkan kosong, tapi harus segera diisi oleh penghuni baru yang baik supaya tidak ada tempat bagi preman manapun untuk mengisinya kembali.

Oleh karenanya proses deradikalisasi total yang menghilangkan kultur kematian harus dilanjutkan dengan proses lain, yaitu dengan membangun kultur kehidupan! Ini yang tidak dilakukan oleh Kemal Ataturk maupun bapak-bapak bangsa kita...

Pemerintah harus mendorong ormas-ormas islam seperti MUI, NU, Muhamadiyah atau yang lainnya untuk membangun semangat beragama yang berbeda dari sebelumnya. Para ulama dan intelektual muslim harus mengupayakan cara beragama yang bersifat internal (rohani), yang menghargai kehidupan, moderat, dan mampu mengajarkan hidup berdampingan dalam perbedaan.

Adanya ayat pedang dan sejarah islam yang dipenuhi upaya jihad dengan kekerasan dalam penyebaran islam adalah suatu realita yang tidak bisa disangkal atau ditutupi, apalagi dengan era keterbukaan informasi sekarang ini. Itu memang bagian dari ajaran islam... Yang bisa dilakukan para ulama adalah melakukan interpretasi ulang sedemikian rupa sehingga menghilangkan segala bentuk penafsiran yang mengarah pada perjuangan jihad dengan kekerasan.

Demikian juga cita-cita untuk menegakkan khilafah harus dimaknai secara rohani sehingga perjuangan untuk mewujudkannyapun menjadi perjuangan rohani, bukan perjuangan politik ataupun kekerasan. Dengan cara ini elemen-elemen kekerasan dan ideologis yang membentuk kultur kematian dalam islam dapat ditransformasikan ke dalam kultur kehidupan.

Apakah dalam prakteknya kultur kehidupan memang bisa dimunculkan dari ajaran islam? Biarlah itu menjadi tantangan bagi para ulama islam sekaligus ajang pembuktian bahwa ajaran islam masih bisa diharapkan untuk membawa kebaikan di masa depan....

Satu hal yang harus digarisbawahi, dalam membangun kultur kehidupan ini pemahaman agama yang menekankan penerapan syariah tidak bisa digunakan. Penerapan syariah pada akhirnya hanya akan memunculkan kultur kematian sehingga bertentangan dengan kultur kehidupan yang ingin dibangun...

Ini bukan tanpa alasan....

Dengan menekankan penerapan syariah sebenarnya umat muslim telah dibuat bodoh melalui cara penafsiran yang tekstual, lahiriah dan dangkal. Sebuah contoh sederhana, ajaran yang mengharuskan wanita untuk menutup aurat dimaknai muslim syariah dengan memakai baju yang menutupi nyaris seluruh tubuh. Ini tentunya sangat naif..!

Padahal ajaran itu bisa dimaknai dengan lebih baik melalui penafsiran yang bersifat rohani. Yaitu sebagai perintah untuk menjaga kemurnian hati dan pikiran... tanpa harus direpotkan soal hijab! 

Tapi karena muslim syariah diarahkan untuk memaknainya secara tekstual dan lahiriah melalui kewajiban cara berpakaian yang islami, maka makna rohaninya yang dalam justru tidak tergali dan terlupakan.... Akibatnya tanpa disadari, muslim syariah jadi bertambah bodoh akibat kewajiban penerapan syariah tersebut...

Celakanya upaya pembodohan ini dilakukan secara sitematis dan didukung nyaris semua ulama! Sebagai konsekuensinya, penafsiran tekstual yang dangkal dan lahiriah ini menjadi pola atau mindset dalam cara beragama kelompok muslim syariah. Jika mereka tidak sanggup memaknai soal berpakaian secara rohani, bagaimana pula mereka dapat memahami ayat-ayat pedang atau masalah penegakan khilafah secara rohani? Pasti mustahil!

Bencana datang ketika suatu saat ada ulama radikal yang mengajarkan tentang penegakan khilafah dan ayat-ayat yang membenarkan jihad dengan kekerasan untuk mencapai tujuan tersebut.. Karena pola beragama yang sudah dikondisikan dengan penerapan syariah, mereka tidak akan mampu memaknai dengan cara lain selain dengan cara-cara tekstual dan dangkal yang disodorkan ulama sesat tersebut. Kenaifan seperti inilah yang akhirnya membuat kelompok muslim syariah mudah sekali menerima ideologi islam radikal dan menjadi bagian dari kultur kematian!

Dahsyatnya dampak pembodohan sistemik ini tampak dari banyaknya pelajar, mahasiswa, guru, dosen, bahkan mereka yang sudah bergelar doktor sekalipun, yang terpengaruh oleh ideologi islam radikal. Mereka semua adalah korban kedangkalan cara beragama yang menekankan penerapan syariah.

Dengan alasan ini maka cara beragama seperti yang dijalani kaum muslim syariah memang harus ditinggalkan selamanya jika kita ingin membangun kultur kehidupan! 

Nah, jika dua langkah tadi, yaitu deradikalisasi total dan membangun kultur kehidupan dapat dijalankan dengan baik, kita punya harapan cukup besar ideologi islam radikal dan terorisme berbasis agama akan terbasmi sampai ke akarnya di bumi nusantara.

Pada video bagian yang ketiga kita akan membahas bagaimana sistem khilafah islam global yang menjadi cita-cita kaum muslim radikal tidak lebih dari janji palsu yang akan berujung pada sistem totaliter anti kehidupan.

Sekian dulu video kami kali ini.. Jangan lupa, jika anda merasa video-video kami dapat memberikan nilai tambah bagi anda dan juga orang lain, anda bisa memberikan dukungan melalui donasi sukarela.. Linknya ada di keterangan video...

Posting Komentar

0 Komentar