ISLAM DAN AKAL SEHAT - Reborn | Eps.3 - Benarkah Ibadah Puasa Dalam Islam Menyesatkan?



Transkrip:

Salam damai dan sejehtera bagi kita semua...

Misalkan ada seorang pemuda yang harus pergi dari kota tempat tinggalnya di Surabaya ke Jakarta. Pemuda ini sama sekali tidak tahu dimana Jakarta dan waktu itu belum ada GPS, internet, atau jalan tol. Satu-satunya alat bantu yang dimilikinya adalah sebuah peta. Sayang sekali jalan yang ditunjukkan dalam peta tersebut ternyata hanya sampai ke Semarang. Bisakah pemuda tersebut sampai ke Jakarta? Kemungkinan besar TIDAK! Meskipun peta itu sudah betul mengarahkannya ke barat, namun dengan mengikuti petunjuk peta itu ia pasti tidak akan pernah sampai ke Jakarta. Ia telah menggunakan peta yang salah, menipu, dan menyesatkan!

Nah, sekarang mari kita gunakan kisah tadi dalam konteks ibadah puasa dan Idul Fitri.

Dalam Alquran Allah memerintahkan demikian:

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Al Baqarah 2:183)

Jadi kepada muslim diperintahkan untuk berpuasa dengan tujuan agar mereka menjadi orang-orang yang bertakwa atau orang-orang yang taat dan dekat dengan Allah. Tujuan puasa untuk menjadikan manusia yang lebih baik ini semakin dipertegas dengan dirayakannya Idul Fitri sebagai hari kemenangan setelah muslim menjalani ibadah puasa sebulan penuh.

Fitri berasal dari kata "fitrah." Idul Fitri berarti merayakan kembalinya manusia pada fitrahnya, yaitu kembali seperti bayi yang baru dilahirkan. Jadi melalui perjuangan rohani dengan berpuasa selama sebulan penuh, menjalani pertobatan, dan memperbanyak amal kebaikan, manusia akan terbebas dari dosa dan hawa nafsu serta menjadi dekat dengan Tuhan. Itulah tujuan akhir dari perjalanan spiritual seorang muslim untuk kembali pada fitrahnya sebagai manusia. Itulah konsep kesempurnaan fitrah manusia dalam Islam, tak ada yang lebih dari itu. Dan contoh ideal dari manusia yang sudah mencapai itu adalah Muhamad, nabi Islam.

Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah. (Al Ahzab 33:21)

Tapi benarkah bebas dari dosa dan hawa nafsu serta dekat dengan Tuhan adalah fitrah manusia yang sesungguhnya? Itukah tujuan akhir dari perjalanan spiritual manusia? Tidak adakah yang lebih baik dari itu?

Mari kita bandingkan dengan ajaran iman Kristen!

Dalam kotbah di bukit Tuhan Yesus berkata:

"Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Mat.5:48)

Dalam ajaran iman Kristen, manusia tidak cukup hanya bebas dari dosa dan hawa nafsu, serta dekat dengan Tuhan saja. Jauh di atas itu semua, manusia dituntut untuk menjadi sempurna seperti Tuhan! Ini tuntutan tertinggi yang dapat diberikan pada manusia, tidak mungkin ada tuntutan yang lebih tinggi dari ini. 

Tapi apakah tuntutan ini realistis? 

Mungkinkah manusia menjadi sempurna seperti Tuhan?

Ternyata hal tersebut mungkin dan Tuhan Yesus sudah mengajarkan caranya, "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." (Mat.19:21)

Itu adalah satu-satunya teks dalam seluruh Kitab Suci yang mengajarkan manusia untuk menjadi sempurna. Yesus Kristus Sang Putra Allah sendiri yang mengajarkannya karena memang hanya Dia yang mampu mengajarkannya, bukan nabi-nabi lain. Sesungguhnya di dalam perkataan tersebut terdapat rahasia langkah-langkah sistematis untuk meraih kesempurnaan seperti Tuhan, sebagaimana yang telah dituntut oleh Yesus sendiri (Mat.5:48).

Langkah pertama terungkap dalam kata "...pergilah..."

Kata ini mengingatkan kita pada perkataan Yesus kepada perempuan yang kedapatan berzinah dan hendak dihukum rajam, "Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." (Yoh.8:11). Yesus meminta perempuan itu pergi dari hidupnya yang lama dan penuh dosa, untuk berpaling pada Tuhan. Jadi langkah pertama untuk menuju pada kesempurnaan itu tidak lain adalah pertobatan atau METANOIA. Tidak ada perjalanan spiritual yang otentik jika tidak dimulai dari pertobatan.

Langkah yang kedua terungkap dalam kata "...juallah segala milikmu..."

Makna dari perintah untuk menjual segala harta milik bukanlah berarti kita dilarang memiliki harta benda apapun untuk menjadi sempurna. Yesus dan para Rasul-Nya jelas punya uang yang cukup banyak sehingga harus menunjuk Yudas sebagai bendahara. Yang dilarang adalah memiliki keterikatan pada keduniawian. Tidak hanya keterikatan pada harta duniawi, tapi juga pada kekuasaan, kesenangan, kenikmatan ragawi, dan lain-lain. Jadi inti dari langkah yang kedua ini adalah penyangkalan diri, atau kita menyebutnya sebagai KENOSIS. Langkah kenosis ini dapat kita ungkapkan dalam praktek puasa dan pantang, yang tujuannya adalah melatih diri untuk melepaskan keterikatan pada keduniawian.

Langkah yang ketiga terungkap dalam kata "...datanglah kemari..."

Makna dari perintah ini adalah datang pada Yesus dan tinggal bersama-Nya. Atau dengan kata lain bersatu dengan Tuhan. Ini seperti yang dikatakan Tuhan dalam Injil, "... supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu..." (Yoh.17:22-23). Langkah yang ketiga ini kita sebut sebagai COMMUNIO. Melalui langkah yang ketiga ini kita datang kepada Tuhan agar Dia selalu hadir dalam hidup kita, menguduskan kita, dan menjadi sumber kekuatan kita untuk menjalani langkah yang terakhir.

Selanjutnya, langkah yang keempat atau terakhir terungkap dalam kata "...ikutlah Aku."

Ini adalah langkah yang terakhir dari keempat langkah sistematis untuk meraih kesempuraan. Langkah terakhir itu adalah mengikuti teladan Yesus Kristus, atau menjadi seperti Yesus Kristus. Karena Yesus Kristus adalah Tuhan yang menjadi manusia, maka dengan hidup mengikuti teladan Yesus kita akan menjadi seperti Tuhan. Langkah keempat ini kita sebut sebagai IMITATIO. Inilah puncak dari perjalanan spiritual manusia untuk meraih kesempurnaan.

Jadi langkah-langkah sistematis untuk meraih kesempurnaan menurut ajaran Yesus Kristus adalah: METANOIA, KENOSIS, COMMMUNIO, dan IMITATIO. Untuk membantu kita memahami keempat langkah ini dengan lebih baik, kita akan melakukan "reverse-engineering" atau rekayasa terbalik.

Sebelum inkarnasi Yesus, manusia tidak dapat mengetahui seperti apakah Tuhan itu. Maka perintah untuk menjadi sempurna seperti Tuhan adalah perintah yang mustahil. Tapi setelah inkarnasi Yesus segalanya berubah. Inilah kata Yesus, "..barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku." (Yoh.12:45). Kita dapat melihat Tuhan dalam diri Yesus Kristus yang hidup sebagai manusia. Karena Yesus adalah Tuhan yang hidup dalam rupa manusia, maka dengan menjadi seperti Yesus Kristus atau meneladani hidup-Nya kita juga menjadi sempurna seperti Tuhan. Ini adalah tahap IMITATIO.

Tapi bagaimana kita dapat menjadi seperti Yesus? Manusia dengan segala kelemahannya tentu tidak dapat meneladani Yesus Kristus atau menjadi seperti Yesus Kristus hanya dengan mengandalkan kekuatan manusiawinya sendiri. Manusia membutuhkan kekudusan dan rahmat adikodrati yang berasal dari Tuhan agar dapat menjadi seperti Yesus. Untuk itu Tuhan Yesus sudah memberikan kuncinya, "...Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yoh.15:5). Jadi kita dapat memiliki segala sesuatu yang kita butuhkan untuk menjadi seperti Yesus Kristus kalau kita bersatu dengan Dia atau hidup bersama Dia. Ini adalah tahap COMMUNIO.

Lalu bagaimana kita dapat bersatu dengan Tuhan atau hidup bersama Tuhan? Kita tidak dapat bersatu dengan Tuhan jika kita masih melekat pada berbagai keinginan duniawi! Manusia tidak dapat mengabdi pada dua tuan, ia harus memilih salah satunya. Dengan demikian kita dapat hidup bersatu dengan Tuhan jika kita mampu membebaskan diri dari segala keterikatan dan keinginan pada hal-hal duniawi. Jadi kunci penting untuk dapat bersatu dengan Yesus Kristus adalah penyangkalan diri. Ini adalah tahap KENOSIS.

Dan sebelum kita dapat menyangkal diri, kita harus mengawalinya dengan menyangkal dosa-dosa kita melalui pertobatan serta berbalik kepada Tuhan. Ini adalah tahap METANOIA.

Di dalam Gereja Katolik, semua sarana untuk menjalani seluruh tahapan menuju kesempurnaan itu sudah tersedia. Mulai dari Sakramen Baptis dan Pengakuan Dosa untuk metanoia, puasa dan pantang untuk kenosis, Sakramen Ekaristi untuk communio, dan berbagai devosi yang merenungkan kisah sengsara Yesus Kristus untuk melakukan imitatio. Bagi orang Katolik, jalan menuju kesempurnaan itu terbuka sehingga setiap orang Katolik yang mengikuti jalan itu dapat meraih kesempurnaan.

Sebaliknya dalam Islam, tahap-tahap itu tidak tersedia seluruhnya. Sebaik-baiknya orang mendalami Islam ia hanya akan sampai pada tahap pertobatan atau metanoia dan penyangkalan diri atau kenosis. Bahkan segala amal dan perbuatan baik yang diperintahkan dalam Islam hanyalah bagian dari upaya untuk mendekatkan diri pada Tuhan tapi tidak sampai pada tahap persatuan. Tak ada satu pun ulama Islam yang mengajarkan bahwa amal perbuatan baik dapat membawa manusia pada persatuan dengan Tuhan. Dengan demikian tahap persatuan dengan Tuhan atau communio, dan menjadi seperti Tuhan atau imitatio tidak mungkin didapatkan dalam ajaran Islam. Kesimpulannya, sampai kapanpun seorang muslim mustahil dapat mencapai tahap kesempurnaan seperti Tuhan.

Mungkin saja ada kelompok sufi tertentu yang mengaku dapat mengajarkan seseorang untuk sampai pada tingkat persatuan dengan Tuhan. Ini tentu perlu dipertanyakan: persatuan dengan tuhan yang mana yang dimaksud? Tapi sekalipun kita asumsikan saja hal itu benar terjadi, tetaplah itu belum cukup karena tahap yang puncak yaitu imitatio atau menjadi sempurna seperti Tuhan tidak mungkin ada dalam konsep Islam. Tahap terakhir itu hanya mungkin dicapai oleh mereka yang percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, sementara Islam justru menolaknya.

Kembali pada perumpamaan di awal video tentang orang yang hendak pergi dari Surabaya ke Jakarta. Muslim itu bagaikan orang yang hanya mendapat peta dari Surabaya ke Semarang. Dia percaya penuh karena orang yang memberikan peta itu mengatakan bahwa petanya yang paling bagus dan sempurna untuk sampai ke Jakarta. Nyatanya dengan menggunakan peta itu dia tidak akan pernah sampai ke Jakarta dan hanya akan tersesat di Semarang. Dalam konteks itulah kita mengatakan bahwa ibadah puasa yang dipercaya muslim sebagai sarana untuk mengembalikan manusia pada fitrahnya, adalah tidak benar dan menyesatkan. Memang betul puasa dalam Islam itu bagus dan berguna, begitu juga segala amal perbuatan baik yang diperintahkan. Tapi itu semua tidak cukup karena bagaimanapun tidak akan mampu membawa manusia kembali pada fitrahnya sebagai mahluk yang diciptakan serupa dengan gambar Tuhan. 

Ada peta yang jauh lebih bagus dan tidak menyesatkan. Peta itu dapat menjamin orang yang mengikuti petunjuknya pasti akan sampai ke tempat tujuan...

Inilah kata Yesus:

"Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yoh.14:6).

Terima kasih atas perhatian anda...

Viva Christio Rey!

Posting Komentar

0 Komentar