Transkrip:
Salam damai dan sejahtera bagi kita semua...
Pada tanggal 8 April 2024, tepat di hari raya Bunda Maria mendapat kabar gembira, melalui DDF di bawah pimpinan Kardinal Victor Manuel Fernandez, Vatikan mengeluarkan sebuah dokumen baru berjudul: DIGNITAS INFINITA. Sesuai judulnya, dokumen ini membahas tentang martabat manusia.
Ada beberapa hal baik yang ditampilkan dalam dokumen, misalnya saja penolakan Gereja terhadap teori gender. Dalam paragraf 59 dikatakan:
...segala upaya untuk mengaburkan referensi terhadap perbedaan seksual yang tidak dapat dihilangkan antara laki-laki dan perempuan harus ditolak...
Juga dokumen tersebut menegaskan kembali penolakan Gereja terhadap aborsi, euthanasia, surogasi (peminjaman / penyewaan rahim), dan sebagainya.
Tapi hal-hal baik tersebut tidak boleh menutup mata kita terhadap kesesatan mencolok yang juga dinyatakan dalam dokumen yang sama. Ingatlah bahwa iblis dapat menawarkan 99% kebaikan demi meloloskan 1% kesesatan berbahaya. Karena sedikit ragi dapat mengkhamirkan seluruh adonan, maka cukup 1% kesesatan berbahaya sudah dapat membawa manusia pada jurang kebinasaan!
Kesesatan berbahaya dari dokumen Dignitas Infinita sudah muncul sejak paragraf pertama dimana dikatakan:
Setiap pribadi manusia mempunyai martabat tanpa batas, yang tertanam dalam diri mereka, yang berlaku di dalam dan di luar setiap keadaan, kondisi, atau situasi yang dihadapi seseorang.
Ini tidak benar dan berbahaya!
Hanya Tuhan Sang Pencipta saja yang memiliki martabat tanpa batas. Sementara itu manusia sebagai ciptaan hanya dapat berpartisipasi dalam martabat Tuhan yang tanpa batas itu berkat rahmat-Nya. Dengan kata lain, manusia dapat ikut memiliki martabat yang tanpa batas itu hanya di dalam rahmat Tuhan, bukan di luarnya.
Faktanya, sejak manusia pertama jatuh ke dalam dosa, manusia sudah kehilangan rahmat Tuhan. Dan bersama dengan itu manusia kehilangan pula martabatnya sebagai ciptaan yang serupa dengan gambar Tuhan.
Maka mengatakan setiap pribadi manusia mempunyai martabat tanpa batas adalah penipuan yang menyesatkan. Pernyataan itu seolah menggemakan kembali tipu daya ular di Taman Eden, "...matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah..." (Kej.3:5)
Mari kita cermati apa tujuan dari Vatikan membuat pernyataan sesat tersebut!
Pada paragraf 6 dikatakan:
Berdasarkan pengakuan dan penerimaan martabat manusia ini, dapat dibangun hidup berdampingan yang baru di antara manusia, yang mengembangkan hubungan sosial dalam konteks persaudaraan sejati.
Selanjutnya dalam paragraf 31 dikatakan:
Untuk mewujudkan kebebasan sejati, “kita harus meletakkan martabat manusia pada pusatnya dan, pada pilar tersebut, membangun struktur sosial alternatif yang kita perlukan.”
Dari pernyataan-pernyatan tersebut dapat kita simpulkan bahwa gagasan martabat manusiawi tanpa batas ini digunakan sebagai dasar bagi upaya untuk membangun peradaban manusia yang sepenuhnya humanis atau berpusat pada nilai-nilai kemanusiaan. Suatu peradaban manusia yang tidak perlu lagi mengikutsertakan hukum-hukum Tuhan karena manusia pada dasarnya sudah memiliki segala hukum dan kebenaran yang dibutuhkan berkat martabatnya yang tanpa batas. Dan berkat martabatnya yang tanpa batas itu pula manusia tidak perlu lagi mencari kebenaran di luar dirinya, termasuk dari Tuhan sekalipun.
Bahkan inkarnasi dan karya penebusan Yesus Kristus hanya ditempatkan sebagai upaya untuk mengkonfirmasi atau membuka mata kita pada martabat manusiawi yang tanpa batas itu. Hal ini seperti yang dinyatakan dengan jelas dalam paragraf 19:
Dengan menyatukan diri-Nya kepada setiap manusia melalui Inkarnasi-Nya, Yesus Kristus mengkonfirmasi bahwa setiap orang memiliki martabat yang tak terukur, cukup dengan menjadi bagian dari komunitas manusia; lebih jauh lagi, Dia menegaskan bahwa martabat tersebut tidak akan pernah bisa hilang.
Ini pernyataan yang sangat sesat!
Jelas sekali menurut dokumen sesat ini inkarnasi Tuhan dan karya penebusan-Nya tidak memberikan nilai tambah apapun bagi manusia selain mengkonfirmasi martabat manusia yang tanpa batas dan tidak pernah hilang. Karena martabat manusiawi yang tanpa batas ini sesungguhnya tidak pernah hilang, maka logikanya KARYA PENEBUSAN DOSA OLEH YESUS KRISTUS TIDAK DIPERLUKAN. Menurut dokumen ini yang dibutuhkan manusia hanyalah membuka mata dan menyadari kemanusiaannya sendiri sebagai ciptaan dengan martabat yang tanpa batas. Lebih jauh lagi martabat manusiawi yang tanpa batas tersebut tidak pernah hilang oleh apapun juga, termasuk oleh dosa.
Ini lebih sesat dari pada doktrin sesat protestan, "sekali diselamatkan sampai kapanpun tetap selamat." Setidaknya bidat protestan masih mengakui karya penebusan Yesus Kristus! Sementara dalam dokumen ini inkarnasi Tuhan telah direndahkan fungsinya hanya sekedar untuk mengkonfirmasi atau menyadarkan manusia pada martabatnya yang tanpa batas dan tidak pernah hilang. Ini tentunya membuka pintu bagi gagasan keselamatan universal, yaitu keselamatan untuk setiap orang, termasuk mereka yang atheis atau menyangkal Yesus Kristus.
Juga dalam pandangannya tentang hukuman mati di paragraf 34, dokumen ini telah menghujat Tuhan dengan menyatakan:
Di sini kita juga harus menyebutkan tentang hukuman mati, karena ini juga MELANGGAR MARTABAT SETIAP MANUSIA, apapun situasinya.
Dokumen ini tegas menyatakan hukuman mati melanggar martabat manusia, padahal dalam Perjanjian Lama sangat jelas Tuhan sendirilah yang memerintahkan hukuman mati untuk pelanggaran-pelanggaran tertentu. Dengan demikian dokumen ini menyatakan Tuhan sendiri telah melanggar martabat manusia karena memerintahkan hukuman mati! Ini penghujatan terhadap Tuhan!
Selain itu dengan menolak hukuman mati berarti dokumen ini menolak sebagian hukum Tuhan. Dan dengan menolak sebagian hukum Tuhan berarti dokumen ini telah menolak seluruh hukum Tuhan (Yak.2:10)!
Kesimpulannya, dokumen ini telah menempatkan manusia setara dengan Tuhan, menegaskan kemampuan manusia untuk membangun peradaban tanpa campur tangan Tuhan, atau dengan menolak hukum Tuhan, dan menyatakan penolakan terhadap karya penebusan Salib Kristus!
Ini dokumen karya iblis yang semakin menegaskan adanya kemurtadan besar yang sedang terjadi di Gereja Katolik sejak Konsili Vatikan II.
Perhatikanlah mereka-mereka yang mendukung dan berbicara positif tentang dokumen ini, entah itu uskup, imam, atau influencer di media-media sosial. Mereka semua, entah sadar atau tidak, telah mengambil bagian secara aktif dalam kemurtadan besar di Gereja dan telah melawan Kristus. Mereka telah ikut berpartisipasi dalam mengajarkan Injil yang berbeda dan ada di bawah kutukan Rasul Paulus (Gal.1:8-9).
Bagi kita yang setia pada ajaran iman para Rasul, sikap kita jelas: segera buang dokumen ini ke tempat sampah bersama dengan seluruh dokumen Konsili Vatikan II lainnya, dan mari kita tetap setia pada ajaran tradisional Gereja Katolik!
Terima kasih atas perhatian anda...
Viva Christio Rey!
0 Komentar