Transkrip:
Salam damai dan sejahtera bagi kita semua...
Seperti yang kita ketahui bersama, sebuah tragedi kemanusiaan terjadi tanggal 7 Oktober 2023 yang lalu dimana ribuan teroris Hamas dari Jalur Gaza menerobos ke wilayah Israel dan melakukan pembantaian terhadap warga sipil Israel. Lebih dari 1400 orang warga sipil, termasuk wanita, anak-anak dan kaum lanjut usia, menjadi korban kebiadaban teroris Hamas yang terekam dengan begitu jelas dalam banyak video.
Selanjutnya, seperti yang sudah diduga banyak orang, serangan biadab ini ditanggapi dengan pembalasan dari pihak tentara Israel yang tidak kalah brutalnya sehingga menyebabkan jatuhnya korban tewas ribuan orang. Mengingat kompleksnya situasi konflik tersebut di Timur Tengah, potensi meluasnya konflik sepertinya sulit untuk dihindarkan.
Aneh tapi nyata, meski kebiadaban teroris Hamas begitu jelas terekam video, tapi narasi mainstream umumnya mendukung tindakan Hamas, bahkan sebelum terjadi pembalasan brutal dari Israel. Dukungan sepihak itu termasuk dilakukan oleh Presiden Jokowi yang secara sembrono mengutuk Israel atas serangan terhadap sebuah rumah sakit di Gaza sekalipun tidak ada bukti bahwa serangan itu dilakukan oleh Israel. Sebaliknya, Presiden Jokowi sama sekali tidak berkomentar terhadap serangan biadab Hamas pada tanggal 7 Oktober yang menjadi awal tragedi perang tersebut. Ini standar ganda yang tidak adil, tapi nyata!
Umumnya mereka yang cenderung mendukung Palestina beranggapan bahwa Palestina adalah bangsa yang tertindas. Mereka sedang berjuang untuk memperoleh kemerdekaan dari Israel yang telah merebut dan menjajah tanah nenek moyang mereka dengan bantuan negara-negara Barat. Maka apapun yang dilakukan Palestina, termasuk Hamas, adalah bagian dari perjuangan yang harus didukung, sementara apapun yang dilakukan oleh Israel adalah upaya penindasan yang harus ditentang.
Tapi benarkah faktanya demikian? Atau ini hanya narasi propaganda Palestina untuk mencari dukungan?
Dr. Edward Said, seorang intelektual Amerika Serikat keturunan Arab-Palestina mengatakan bahwa akar permasalahannya adalah adanya dua bangsa yang sama-sama mengklaim tanah Palestina sebagai milik mereka.
Jadi siapakah yang benar, tanah itu milik bangsa Israel atau milik bangsa Palestina?
Mari kita cek faktanya....
Dokumen tertua yang mencatat kepemilikan tanah tersebut adalah ALKITAB. Inilah Sabda Tuhan kepada Abraham yang dicatat dalam Alkitab:
"Kepadamu dan kepada keturunanmu akan Kuberikan negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan MENJADI MILIKMU UNTUK SELAMA-LAMANYA; dan Aku akan menjadi Allah mereka." (Kej.17:8)
Berdasarkan Alkitab, Tuhan Sang Pencipta dan Pemilik Alam Semesta telah memberikan tanah Kanaan, yaitu tanah Palestina sekarang, kepada Abraham dan seluruh keturunannya untuk selama-lamanya. Sementara itu Alkitab juga menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan keturunan Abraham adalah yang berasal dari Ishak dan Yakub, yang tidak lain adalah bangsa Israel sekarang ini. Pernyataan Alkitab ini membuat bangsa Israel atau Yahudi menjadi pemilik sah dan sekaligus penduduk asli dari tanah tersebut untuk selama-lamanya.
Status kepemilikan yang bersifat kekal itu diperkuat bukti Alkitab yang menunjukkan bahwa meskipun berkali-kali bangsa Israel terpaksa meninggalkan tanahnya, hak mereka tidak hilang ketika mereka datang kembali. Dari sudut pandang iman Kristen, hal ini menjadi bukti bahwa Tuhan tidak pernah mengingkari atau menarik kembali janji-Nya.
Misalnya saja ketika Yakub dan keluarganya, yakni seluruh cikal-bakal bangsa Israel, harus pergi ke Mesir karena bencana kelaparan. Setelah 400 tahun berada di Mesir dan diperbudak, Tuhan mengutus Musa untuk membawa mereka kembali pada tanah yang sudah dijanjikan kepada Abraham. Termasuk dengan cara merebutnya kembali melalui kekerasan.
Begitu juga ketika Kerajaan Babel menaklukan tanah mereka dan sebagian besar bangsa Israel dibuang ke Tanah Babel di abad 6 SM. Kurang lebih 70 tahun kemudian dengan pertolongan Raja Koresy (Cirrius) dari Persia, bangsa Yahudi kembali ke tanah mereka.
Maka ketika di tahun 70 M Kekaisaran Romawi menghancurkan Yerusalem dan banyak orang-orang Yahudi mengalami diaspora serta hidup tersebar di berbagai negara, mereka tidak pernah kehilangan hak atas tanahnya sekalipun mereka sudah meninggalkannya selama hampir 2000 tahun! Apalagi sesungguhnya sejak terjadi diaspora selalu ada orang-orang Yahudi yang tetap tinggal di tanah tersebut. Bandingkan situasi ini dengan keadaan bangsa Israel selama 400 tahun di Mesir! Pada saat itu di tanah mereka yang asli tidak ada satu pun bangsa Israel yang masih tersisa! Tapi toh hak mereka atas tanah yang sudah dijanjikan Tuhan kepada Bapa Abraham tidak hilang!
Kepemilikan bangsa Yahudi atas tanah tersebut juga diperkuat fakta sejarah bahwa di tempat itu pernah didirikan Kerajaan Israel dengan raja-rajanya yang terkenal seperti Saul, Daud, Salomo, dan seterusnya.
Memang ada banyak bangsa-bangsa lain yang pernah menduduki tanah tersebut seperti bangsa Babel, Yunani, Romawi, Byzantium, Kekalifahan Islam Umayyah dan Fatimiyah, Tentara Salib, Kekalifahan Ottoman Turki, dan terakhir Inggris. Tetapi mereka semua adalah kaum pendatang yang menduduki atau menjajah tanah tersebut selama periode waktu tertentu. Sementara status penduduk asli dan pemilik tanah tersebut tetap ada pada bangsa Israel yang menurut Alkitab telah ditetapkan menjadi pemilik tanah tersebut untuk selama-lamanya.
Jadi berdasarkan bukti dokumen tertua yang kebenarannya diakui lebih dari 2 milyar orang (yaitu Alkitab) serta berdasarkan fakta sejarah, tanah tersebut memang milik bangsa Yahudi.
Lalu bagaimana dengan bangsa Palestina yang namanya sama dengan tanah yang dipersengketakan?
Yang perlu kita ketahui, tanah yang kini bernama Palestina sebelumnya bernama Tanah Yudea. Ketika pemberontakan Bar Kochba di tahun 135 M berhasil ditumpas, Kekaisaran Romawi mengubah nama Tanah Yudea menjadi "Provinsi Syria-Palestina." Nama Palestina yang dalam sejarah merupakan salah satu musuh bangsa Yahudi (yaitu orang-orang Filistin) sengaja digunakan dengan maksud untuk memutus hubungan kultur dan sejarah bangsa Yahudi dengan tanah asal mereka. Itulah asal-mula nama Tanah Palestina.
Lalu dari mana asalnya bangsa Palestina?
Untuk memperkuat klaim mereka atas tanah Palestina, beberapa orang Palestina mengatakan bahwa mereka adalah keturunan bangsa Kanaan yang sudah ada di tanah tersebut sejak 5000 tahun lalu. Ini tentu saja klaim yang tidak dapat diterima karena bangsa Kanaan sudah lama punah dan sebagian sudah terasimilasi dengan bangsa Yahudi.
Ada lagi yang mengklaim bahwa mereka adalah keturunan orang-orang Filistin yang disebut dalam Alkitab. Inipun klaim yang tidak benar karena orang-orang Filistin tersebut tidak lain adalah orang-orang Yunani yang menduduki daerah pesisir pantai Yudea.
Yang benar, mereka adalah orang-orang Arab yang tinggal di wilayah Palestina. Faktanya, sebelum tahun 1960-an mereka tidak pernah mengidentifikasi diri mereka sebagai bangsa Palestina, tapi sebagai bangsa Arab. Jadi sebenarnya pada masa itu tidak ada yang namanya bangsa Palestina.
Seorang sejarawan asal Lebanon bernama Dr. Philip Hitti pada tahun 1946 mengatakan, "Tidak ada yang namanya bangsa Palestina, sama sekali tidak ada!"
Seorang wakil Arab Saudi di PBB pada tahun 1956 mengatakan demikian, "Adalah suatu pengetahuan umum bahwa Palestina tidak lebih dari Suriah Selatan."
PM Israel Golda Meir juga mengatakan hal senada, "Tak ada yang namanya bangsa Palestina... Bukanlah seolah-olah kami datang dan mengusir mereka lalu mengambil alih negeri mereka. Mereka tidak pernah ada."
Presiden Suriah Hafez al-Assad dalam nasehatnya kepada Yasser Arafat mengatakan demikian, "Jangan pernah lupa hal ini: tidak ada yang namanya bangsa Palestina. Tak ada entitas Palestina. Palestina adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Suriah"
Bahkan dokumen resmi PBB yang mengusulkan pemisahan Tanah Palestina di tahun 1947 sama sekali tidak menyebut soal bangsa Palestina. Pemisahan yang dimaksud dalam proposal tersebut adalah satu bagian wilayah Palestina untuk orang-orang Yahudi dan satu bagian lagi untuk orang-orang Arab!
Jadi faktanya memang tidak ada yang namanya bangsa Palestina. Sejarah juga tidak pernah mencatat pernah ada yang namanya Kerajaan Palestina ataupun budaya Palestina.
Narasi tentang bangsa Palestina baru muncul ketika Yasser Arafat mendirikan PLO pada tahun 1964 yang tujuan utamanya adalah untuk memusnahkan negara Israel dan menggantinya dengan negara Palestina. Ini bisa dilihat dari logo PLO yang menggambarkan seluruh wilayah Palestina (termasuk seluruh negara Israel) sebagai peta negara Palestina. Jadi bangsa Palestina sebenarnya adalah BANGSA FIKTIF yang sengaja diciptakan untuk memusnahkan negara Israel dan menggtantinya dengan negara Palestina merdeka.
Nah, sekarang kita sampai pada kesimpulan menarik yang berlawanan dengan narasi mainstream....
Pemilik sesungguhnya dari Tanah Palestina berdasarkan dokumen tertua yang ada, yaitu Alkitab, adalah bangsa Yahudi. Dan dengan kemerdekaan negara Israel pada tahun 1948 maka kepemilikan itu juga sudah diakui secara sah menurut hukum internasional.
Sementara itu mereka yang menyebut dirinya sebagai bangsa Palestina tidak lebih dari bangsa Arab yang awalnya menduduki wilayah tersebut sebagai kaum pendatang ataupun penjajah. Meskipun mereka telah berabad-abad mendiami wilayah tersebut, tidak berarti status mereka berubah menjadi penduduk asli. Hal ini sama seperti bangsa Moor yang menjajah Semenanjung Iberia selama 8 abad! Mereka tetaplah pendatang yang menjajah tanah orang lain dan akhirnya diusir!
Jadi berdasarkan Undang-Undang Dasar negara kita yang menyatakan kemerdekaan adalah hak segala bangsa, seharusnya Indonesia mendukung dan mengakui kemerdekaan Israel! Dan sebaliknya, kita tidak perlu fanatik mendukung kemerdekaan "bangsa" Palestina karena mereka sebenarnya bukan sebuah bangsa dan juga bukan pemilik tanah Palestina yang sah. Mereka tidak lain adalah bangsa Arab pendatang yang dulunya adalah penjajah.
Kalau anda ingin membantah apa yang kami sampaikan, silahkan tulis di bagian komentar dan lengkapi dengan bukti-bukti yang cukup.
Terima kasih atas perhatian anda...
Viva Christo Rey!
0 Komentar