Transkrip video:
Tahun lalu sebenarnya CN sudah pernah mengangkat persoalan tentang Yudas Iskariot. Link videonya ada di keterangan video ini. Tapi kali ini saya ingin mengangkatnya kembali karena baru-baru ini ada video dari seorang presbiter atau imam yang sangat saya hormati sampai detik ini dan tetap akan saya hormati, yang seolah menyuarakan kembali pernyataan Paus Fransiskus tentang Yudas. Dalam homili pada tanggal 8 April 2020 Paus Fransiskus mengatakan demikian, "Bagaimana akhir nasib Yudas? SAYA TIDAK TAHU!" Tepat kata-kata "Saya tidak tahu" inilah yang diucapkan oleh presbiter tersebut mengenai nasib Yudas di bagian akhir videonya.
Pernyataan presbiter tersebut tentu saja bertentangan dengan apa yang pernah kami sampaikan dalam video. Akibatnya saya merasa perlu me-review kembali video yang pernah kami buat dan memeriksa sumber-sumber rujukan yang digunakan. Oleh karenanya, tanpa mengurangi rasa hormat pada presbiter yang dimaksud, saya perlu memberikan klarifikasi atas apa yang pernah kami sampaikan dalam video sebelumnya.
Memang, fakta tentang nasib Yudas Iskariot, apakah di neraka atau di surga bukan urusan saya atau siapapun juga. Itu urusan Tuhan sendiri. Tapi masalahnya bukan itu.
Mengatakan "TIDAK TAHU" bagaimana nasib Yudas Iskariot dapat ditafsirkan sebagian orang sebagai upaya untuk mengaburkan pesan Kitab Suci yang begitu jelas, dan dikonfirmasi oleh pernyataan banyak orang kudus serta tertulis dalam dokumen resmi Gereja. Itu juga akan menunjukkan bahwa pandangan Gereja Katolik yang sudah secara konsisten dipegang sebelumnya dapat diabaikan begitu saja dan pesan Kitab Suci dapat ditafsirkan dengan makna yang berbeda dari apa yang sudah ditafsirkan Gereja.
Di bagian akhir nanti akan saya jelaskan mengapa sikap ini berbahaya.
Mari kita lihat apa kata Kitab suci tentang Yudas Iskariot...
Saat perjamuan terakhir Tuhan Yesus berkata demikian:
"Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi CELAKALAH orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia TIDAK DILAHIRKAN." (Mat.26:24)
Bahkan dalam doa-Nya kepada Bapa, Tuhan kita telah mengatakan dengan amat jelas bahwa ada diantara para murid-Nya yang akan binasa:
"Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorang pun dari mereka yang binasa SELAIN DARI PADA DIA yang telah ditentukan untuk BINASA, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci." (Yoh.17:12)
Seandainya Yudas diselamatkan, tentu Tuhan kita tidak akan berkata demikian.
Atau kalau kita mau berpikir sedikit kritis... Injil tersebut ditulis jauh setelah kejadian sebenarnya. Maka perkataan Tuhan tadi pastilah dimasukkan ke dalam teks-teks Injil karena para penulis Injil meyakini Yudas memang tidak selamat!
Kisah Para Rasul juga mengkonfirmasi nasib Yudas. Setelah kematian Yudas, para rasul yang lain mencari penggantinya. Inilah doa para rasul saat mencari pengganti Yudas: "Ya Tuhan, Engkaulah yang mengenal hati semua orang, tunjukkanlah kiranya siapa yang Engkau pilih dari kedua orang ini, untuk menerima jabatan pelayanan, yaitu kerasulan yang DITINGGALKAN Yudas yang telah JATUH ke tempat yang wajar baginya." (Kis.1:24-25)
Sementara dalam Kitab yang sama, ketika Rasul Yakobus dibunuh, para rasul sama sekali tidak mencari penggantinya. Artinya, setelah pengkhianatan yang dilakukannya dan ia bunuh diri, Yudas kehilangan jabatannya sebagai rasul. Sementara para rasul lainnya tidak pernah kehilangan jabatan kerasulan mereka. Kerasulan mereka tidak pernah digantikan orang lain tetapi diteruskan, sama seperti Rasul Petrus yang jabatan kerasulannya tidak digantikan tapi diteruskan oleh para Paus.
Ini mengkonfirmasi pernyataan Injil yang tadi sudah disebutkan bahwa Yudas memang mengalami kebinasaan kekal.
Selain itu kita bisa belajar dari pernyataan tegas orang-orang kudus...
Misalnya St. Agustinus:
“Karena Yudas, ketika dia bunuh diri, telah membunuh orang jahat (yaitu dirinya sendiri), dan meninggalkan kehidupan ini dengan tidak hanya BERTANGGUNG JAWAB atas KEMATIAN KRISTUS, tetapi juga dengan KEMATIANNYA SENDIRI..."
St. Thomas Aquinas:
"Dalam kasus Yudas, penyalahgunaan rahmat adalah alasan penolakan terhadapnya, karena dia MENJADI TERKUTUK sebab dia MATI TANPA RAHMAT."
Paus St. Leo Agung:
"... sehingga orang ini (Yudas) yang telah menjual Sang Pencipta Kehidupan kepada para algojo kematian-Nya, bahkan dalam tindakan kematiannya (bunuh diri), BERDOSA untuk meningkatkan HUKUMAN KEKALNYA SENDIRI."
Dan masih banyak orang kudus lain yang tegas mengatakan Yudas memang menerima kebinasaan kekal.
Kemudian dari dokumen resmi Gereja kita bisa melihat pernyataan tentang Yudas dalam Katekismus Konsili Trente:
....Seperti, mungkin, adalah kondisi Kain ketika dia berseru: Hukumanku itu lebih besar dari pada yang dapat kutanggung.. Seperti itulah kondisi Yudas, yang menyesal, gantung diri, dan dengan demikian KEHILANGAN JIWA DAN RAGANYA.
Pada bagian lain dokumen tersebut juga tertulis:
....mereka tidak memperoleh buah lain dari imamat mereka selain yang diperoleh Yudas dari Kerasulan, yang hanya membawa KEHANCURAN ABADI baginya.
Bahkan dari Liturgi Kamis Putih dalam Misa Latin Tradisional, pada bagian kolekta tertulis demikian: "Ya Tuhan, dari siapa Yudas menerima HUKUMAN ATAS KESALAHANNYA, dan pencuri menerima imbalan atas pertobatannya: berilah kami buah pengampunan-Mu yang penuh..."
Dengan demikian dapat kita simpulkan: berdasarkan Kitab Suci, pernyataan orang-orang kudus, dokumen resmi Gereja, dan juga teks liturgi Misa, Yudas yang mengkhianati Tuhan kita memang menerima hukuman kekal! Singkatnya, Gereja Katolik telah mengajarkan Yudas ada di neraka untuk menjalani hukumannya!
Maka pernyataan yang mengatakan tidak tahu dengan nasib Yudas jelas bertentangan dengan ajaran Gereja! Mengatakan TIDAK TAHU sama saja dengan menempatkan nasib Yudas pada posisi yang ambigu, bisa selamat tapi bisa juga tidak.
Jika pernyataan tersebut diucapkan seorang klerus biasa, mungkin saja itu terjadi karena kurang hati-hati atau kurang lengkap ketika membaca referensi yang ada. Tapi jika pernyataan tersebut diucapkan oleh seorang Paus secara konsisten, persoalannya menjadi lain...
Yang jelas, pernyataan ambigu tersebut bertentangan dengan nasehat Tuhan kita, "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat." (Mat.5:37)
Dalam hal ini pernyataan tersebut dapat dipandang sebagai upaya untuk mengaburkan ajaran Gereja yang sudah demikian jelas. Untuk apa? Tentu saja untuk menggantinya dengan ajaran baru, yaitu Yudas yang berkhianat terhadap Tuhan dan tidak bertobat tetap dapat diselamatkan oleh Kerahiman Allah yang tercurah melalui karya penebusan Tuhan kita!
Ingatlah pada motto satanik, "ordo ab chao"...
Dalam konteks ini, ajaran yang lama dan sudah benar ingin dihancurkan dengan cara menempatkannya pada posisi abu-abu atau ambigu. Selanjutnya situasi ambigu tersebut akan dimanfaatkan untuk membangun sebuah ajaran baru yang berbeda dan sangat merusak!
Jika Yudas yang dengan sadar telah berkhianat menyerahkan Tuhan kita untuk disalibkan, tidak bertobat, dan bunuh diri ternyata bisa diselamatkan, praktis semua orang berdosa yang tidak bertobat juga dapat diselamatkan karena Kerahiman Allah yang tercurah melalui penebusan salib Kristus.
Bayangkan... mereka yang menjalani hidup dosa tidak perlu bertobat, gaya hidup LGBT tidak perlu dikoreksi, aborsi tidak apa-apa demi kesehatan perempuan, euthanasia harus diijinkan demi hak asasi manusia, penggunaan kontrasepsi dan seks bebas tidak masalah asalkan dilakukan dengan cinta, sakrilegi bukan masalah besar asalkan di mulut tetap memuliakan dan memuji Tuhan, semua bidat dan skismatik tidak perlu menyangkal kekeliruan ajaran mereka untuk bersatu dalam persatuan ekumenis dengan Gereja Katolik, bahkan semua agama tanpa kecuali pada akhirnya juga dapat ambil bagian untuk menjadi sarana keselamatan asalkan ikut berpartisipasi membangun perdamaian dunia dan menjaga lingkungan hidup.
Itu semua berkat Kerahiman Allah tanpa batas dan tanpa syarat, yang mampu memberikan keselamatan bagi semua orang tanpa perlu pertobatan! Ini sesuai dengan amanat Paus Yohanes XXIII dalam pembukaan KVII, yang dengan jelas mengisyaratkan akan adanya pergeseran signifikan dari teologi Gereja:
"...Gereja selalu menentang kesalahan-kesalahan ini. Seringkali dia mengutuk mereka dengan sangat keras. Namun saat ini, Mempelai Kristus lebih suka menggunakan OBAT KERAHIMAN daripada obat yang keras..."
Dengan demikian, melalui KVII salah satu aspek ajaran Gereja Katolik AKAN DIUBAH demi mengikuti perkembangan jaman. Dari pertobatan sebagai syarat keselamatan (yang dianggap oleh para pendukung konsili sebagai obat yang keras dan sudah ketinggalan jaman) menjadi kerahiman Allah yang menyelamatkan semua orang tanpa syarat. Celakanya, teologi kerahiman tanpa syarat ini adalah ajaran yang sama sekali BERBEDA dan tidak pernah diajarkan para rasul!
Maka dengan mengajarkan teologi kerahiman tanpa syarat ini KVII telah mengajarkan "Injil" berbeda seperti yang dikecam keras oleh Rasul Paulus (Gal.1:8-9). Berdasarkan ayat tersebut, siapapun yang mengajarkan "Injil yang berbeda", yaitu para bapa-bapa konsili dan semua orang yang mendukung ajaran KVII, sesungguhnya ada di bawah kutukan Rasul Paulus!
Dari sini kita bisa simpulkan bahwa persoalan apakah Yudas di surga atau di neraka itu sama sekali bukan persoalan 'gampangan dan receh' seperti yang diungkapkan presbiter tersebut di bagian akhir videonya. Dalam hal ini, menjawab "SAYA TIDAK TAHU" dapat berarti ikut membuka pintu masuknya ajaran baru bernama teologi kerahiman tanpa syarat yang sesat. Semoga untuk selanjutnya hal yang seolah tampak 'gampangan dan receh' ini bisa diperhatikan karena semua ajaran Kitab Suci, bahkan yang terkecil sekalipun, penting bagi keselamatan jiwa.
Ini seperti yang dikatakan oleh Rasul Yakobus:
"Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya." (Yak.2:10).
Terima kasih atas perhatian anda...
0 Komentar