Konsili Vatikan II, Ketaatan, Dan Akal Sehat



Webinar Crusader Network kali ini berjudul "Konsili Vatikan II, Ketaatan, Dan Akal Sehat". Tema ini dipilih karena banyaknya kesalahpahaman terhadap sikap CN yang menentang KVII. Oleh sebagian orang sikap ini dianggap sebagai ketidaktaatan terhadap magisterium dan Gereja sehingga mereka berasumsi bahwa CN adalah kelompok skismatis yang ada di luar Gereja!

Ini tentu saja tidak benar, jauh panggang dari api! 

Maka pada webinar kali ini kita akan menjelaskan seperti apa ketaatan yang dituntut oleh Tuhan dan bagaimana sikap CN tidak dapat dikategorikan sebagai ketidaktaatan terhadap magisterium dan Gereja! Justru sebaliknya, sikap CN yang menentang KVII ini adalah sikap yang seharusnya diambil oleh setiap Katolik yang setia pada Gereja!

Kita akan mulai dari kisah di dalam Kitab Kejadian....

Kepada Adam Tuhan telah menyerahkan seluruh isi Taman Eden untuk diusahakan dan dirawat. Tuhan juga memberikan semua buah yang ada di Taman Eden untuk dimakan kecuali satu, buah dari pohon pengetahuan. Tapi karena bujukan iblis, Hawa isri Adam memakan buah itu lalu mengajak Adam ikut memakannya.

Tuhan bersabda, "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu..." (Kej.3:17)

Dari sini kita bisa melihat bahwa ketidaktaatan Adam telah mendatangkan kerusakan dan penderitaan yang akan terus dialami oleh semua keturunannya...

Tentu saja Tuhan tidak akan membiarkan manusia, yang diciptakan serupa dengan gambar Diri-Nya, terus terjatuh dan menjadi milik iblis. Tuhan ingin memulihkan keadaan manusia dan membebaskannya dari penderitaan akibat dosa!

Dan apa yang dirusak oleh ketidaktaatan ini harus dipulihkan dengan ketaaatan!

Maka rencaana keselamataan pun dimulai ketika Allah memilih Abraham sebagai Bapa bangsa dan mengujinya dengan perintah untuk mengurbankan Ishak, anak kandung yang sangat dikasihinya. Abraham taat pada perintah Allah.

Tepat ketika Abraham akan mengurbankan anaknya bagi Tuhan, seorang Malaikat Tuhan datang mencegahnya dan berkata, "Karena engkau telah berbuat demikian, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku, maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya. Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku."

Nah, ketaatan Abrahan ini menandai dimulainya seluruh rencana keselamatan!

Selanjutnya momen ketaaatan penting lainnya adalah ketaatan Maria! Ketika itu Malaikat Gabriel datang membawa kabar gembira bahwa Maria akan mengandung dari Roh Kudus. Sekalipun hal itu berat mengingat dia belum bersuami dan kehamilannya akan mendatangkan aib besar di mata bangsa Yahudi, Maria tetap menerimanya karena itu kehendak Tuhan...

"Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu."

Ketaatan Maria inilah yang membuka jalan bagi inkarnasi Tuhan dan seluruh penggenapan rencana keselamatan! Berkat ketaatan Maria, Tuhan dapat menyatakan seluruh kebenaran secara utuh kepada manusia yang akan membawa pada keselamatan.

"Akulah jalan, kebenaran, dan hidup! Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku" Berkat ketaatan Maria, seluruh kebenaran memperoleh jalannya untuk dinyaatakan pada manusia!

Selanjutnya penggenapan rencana keselamatan itu terwujud ketika Tuhan Yesus, dengan taat pada kehendak Bapa-Nya, bersedia menerima penderitaan yang berujung pada pengorbanan Salib demi penebusan dosa manusia!

"Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki."

Pada momen inilah, melalui ketaatan Tuhan kita Yesus Kristus untuk menderita di kayu salib, seluruh rencana keselamatan dituntaskan.

Setelah rencana keselamatan dituntaskan, maka seluruh karya keselamatan tersebut diwartakan ke seluruh muka bumi agar semua orang dapat diselamatkan!

"Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.“

Selanjutnya yang dituntut adalah KETAATAN dari manusia yang ingin diselamatkan:

“Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” (Mrk.16:16)

Secara implisit itu berarti kita wajib taat, karena sia-sia kita menyatakaan percaya pada Tuhan kalau menolak untuk taat kepada-Nya. Maka mereka yang tidak percaya dan tidak bersedia taat pada ajaran Tuhan, tidak akan diselamatkan!

Nah, sekarang kita sampai pada sebuah prinsip penting...

Ketidaktaatan pada Tuhan adalah awal dari kerusakan dan kehancuran. Sebaliknya, pemulihan dari kerusakan dan kehancuran harus dimulai dari KETAATAN!

Maka dapat kita simpulkan bahwa ketaatan pada TUHAN adalah kunci penting bagi pemulihan keadaan maanusia yang jatuh ke dalam dosa akibat dari ketidaktaatannya! Dengan kata lain ketaatan pada TUHAN adalah kunci penting bagi keselamatan jiwa kita!

Sebagai konsekuensinya, semua orang yang ingin diselamatkan harus taat pada ajaran Gereja Katolik yang satu, kudus, dan apostolik karena tidak ada keselamatan di luar Gereja yang telah didirikan Tuhan!

Itulah satu-satunya agama yang benar!

Tapi seorang imam abad 16 bernama Martin Luther menolak klaim ini, yang dianggapnya tidak sejalan dengan Kitab Suci. Baginya, iman saja cukup, kitab suci saja cukup, dan semua yang tidak ada di Kitab Suci, termasuk sakramen-sakramen Gereja tidak diperlukan...

Akhirnya sikap pemberontakan ini terungkap dalam pandangan para pengikutnya yang selalu menolak fakta bahwa Tuhan kita mendirikan agama! Yah... kaum sola-scriptura memang harus berpandangan demikian sebab jika mereka percaya Tuhan mendirikan agama, secara logis itu berarti Gereja Katolik adalah satu-satunya agama yang didirikan Tuhan. 

Konsekuensinya, seluruh teologi protestan yang bersumber pada gerakan reformasi sesat Martin Luther akan runtuh berantakan dan mereka tidak punya pilihan lain selain kembali menjadi Katolik!

Mari kita gunakan akal sehat untuk menguji klaim kaum sola-scriptura...

Kita mulai dari pertanyaan ini:
Jika Tuhan tidak mendirikan agama, bagaimanakah SELURUH AJARAN TUHAN dapat diwartakan secara UTUH kepada manusia dari jaman ke jaman????

Mari kita lihat apa kata Rasul Paulus:

Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia. (Gal.1:8-9)

Jelas sekali Rasul Paulus melarang siapapun mengubah ajaran Tuhan atau mengajarkan ajaran Tuhan yang berbeda dari apa yang sudah diajarkan oleh para Rasul.

Selanjutnya Rasul Paulus juga mengatakan demikian:
Sedikit ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan. (Gal.5:9)

Artinya, bahkan kekeliruan sedikit saja, tidak boleh ada atau ditambahkan ke dalam ajaran Tuhan. Karena cukup sedikit kekeliruan yang terselip di dalam ajaran Tuhan, sudah akan merusak seluruh ajaran Tuhan dan membuatnya berbeda dari apa yang sudah diajarkan oleh para Rasul!

Selain itu Rasul Yakobus juga mengatakan ini:
Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya. (Yak.2:10)

Selain ajaran Tuhan harus diajarkan sesuai dengan apa yang diajarkan para Rasul, yaitu tidak boleh ditambahi atau dicemari kekeliruan, juga harus diajarkan secara utuh, tidak boleh dikurangi atau diabaikan sebagian meski itu hanya bagian yang kecil dan tampak tidak berarti.

Jadi... kalau para Rasul sudah mengajarkan orang Kristen harus menerima ajaran yang tertulis dalam Kitab Suci dan juga apa yang disampaikan secara lisan oleh para Rasul karena tidak semua yang diajarkaan Tuhan tertulis dalam Kitab Suci (Yoh.21:25), tapi kemudian ada orang yang mengatakan bahwa kita cukup hanya percaya Kitab Suci saja, maka orang itu telah bersalah karena sudah melawan seluruh ajaran Tuhan!

Nah, dari sini dapat kita simpulkan berdasarkan akal sehat... ajaran TUHAN hanya dapat diajarkan secara UTUH, tanpa dikurangi atau ditambahi, jika TUHAN sendiri yang mendirikan AGAMA yang sempurna dan tidak dapat rusak untuk tujuan itu!

Jika Tuhan tidak mendirikan agama yang sempurna itu, maka ajaran Tuhan yang utuh dan sempurna MUSTAHIL diwartakan! Akibatnya, seluruh karya keselamatan akan gagal!

Kita bisa lihat faktanya, ada ribuan macam ajaran iman Kristen yang ada dalam denominasi-denominiasi Protestan yang tidak percaya Tuhan mendirikan Gereja... Ironisnya, tidak satu pun dari ajaran mereka yang benar!

Jadi... Tuhan memang mendirikan agama..

Ini seperti yang dikatakan dalam Injil:
"Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.“ (Mat.16:18-19)

Kalau anda lihat di Kitab Suci terjemahan yang umum di gunakan di Indonesia... kata "Gereja-Ku' itu tidak ada.. yang ada adalah "Jemaat-Ku'... sekedar perlu anda tahu, terjemahan Injil tersebut dilakukan oleh kelompok Protestan. Itu bukti bagaimana kaum sola-scriptura berusaha menyangkal Tuhan mendirikan Gereja tepat pada ayat dimana Tuhan justru menyatakan Diri-Nya mendirikan Gereja!

Selanjutnya, jika Tuhan mendirikan Gereja-Nya... tentu Tuhan juga memilih pekerja-pekerja bagi Gereja-Nya, yaitu hirarki Gereja mulai dari Paus, para Uskup dan semua klerus. 
Tentang mereka Tuhan berkata demikian:
"Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.“ (Luk.10:16)

Merekalah magisterium atau kuasa mengajar Gereja yang dipercaya Tuhan kita dan diberi karunia Roh Kudus untuk mengajarkan seluruh kebenaran-Nya. Magisterium Gereja yang mendapat MANDAT untuk mengajarkan semua ajaran Tuhan yang diwariskan oleh para Rasul ini WAJIB DITAATI semua pengikut Kristus!

Jadi, dengan ketaatan pada magisterium yang juga dengan taat mengajarkan seluruh ajaran Gereja inilah keselamatan bagi seluruh manusia akan terwujud! Catat baik-baik... yang taat bukan hanya kita umat awam... tapi magisterium juga harus taat....

Lho.. katanya Roh Kudus membimbing magisterium.. kok bisa mereka tidak taat? Ya bisa saja... karena ketaatan itu kehendak bebas manusia dan Roh Kudus tidak dapat memaksa siapapun untuk taat. Roh Kudus hanya membimbing magisterium yang bersedia taat, bukan yang membangkang! Maka magisterium yang tidak taat, otomatis tidak mendapat bimbingan Roh Kudus dan mereka bisa sesat. Ini nanti penting untuk memahami mengapa KVII bisa jatuh pada kesesatan!

Maka bisa kita simpulkan bahwa ketaatan itu menjadi kunci bagi keselamatan...

Sebaliknya, kita bisa melihat bagaimana ketidaktaatan Martin Luther pada akhirnya berbuah kehancuran... Sekarang ada PULUHAN RIBU denominasi Kristen Protestan yang muncul akibat terinspirasi gerakan reformasi sesatnya. Ini menunjukkan bagaimana gerakan reformasi pada akhirnya hanya akan menimbulkaan perpecahan Kristen yang tiada akhir! Kalau ada yang namanya "tradisi suci" dalam Protestan, perpecahan itu adalah salah satunya.

Pertanyaan besarnya adalah... jika Gereja Katolik itu didirikan Tuhan dan terlindung darui berbagai kesesatan, bagaimana dengan berbagai buah-buah buruk yang terus bermunculan setelah KVII?

Misalnya Paus yang mencium quran, Paus yang mengadakan kegiatan doa bersama, skandal berhala pachamama... belum lagi skandal honmoseksual yang melibatkan banyak klerus, skandal keuangan di Vatikan, berbagai sakrilegi yang semakin umum terjadi di gereja, dan lain-lain...

Apakah itu berarti prinsip Gereja yang tidak dapat rusak (indefectible) tidak lagi berlaku? Tentu saja tidak demikian.

Sayangnya, hal ini kemudian dipahami secara salah...

Karena berpegang pada prinsip Gereja yang tidak dapat rusak, para pendukung KVII selalu berdalih tidak ada yang salah dengan KVII karena konsili tersebut ada di bawah bimbingan Roh Kudus yang tidak dapat sesat. Karenanya KVII adalah magisterium Gereja yang harus ditaati sungguh-sungguh.

Semua buah-buah buruk yang ada, semata-mata muncul dari para klerus yang belum menerapkan semangat dan ajaran KVII dengan benar. Butuh waktu untuk menerapkan semangat dan ajaran KVII dengan benar...

Begitulah kurang lebih alasan klasik yang sama dan diulang-ulang selama 50 tahun lamanya...

Sikap ini bahkan ditegaskan oleh Paus Fransiskus pada tanggal 30 Januari 2021 ketika dia mengatakan, "Ini (KVII) adalah magisterium gereja. (Pilihannya adalah) apakah Anda bersama gereja dan oleh karena itu Anda mengikuti konsili, ATAU jika Anda tidak mengikuti konsili maupun Anda menafsirkannya dengan cara Anda sendiri, sesuka Anda, Anda tidak bersama gereja.“

Intinya, Paus Fransiskus mengatakan mereka yang menolak KVII atau menafsirkannya tidak sejalan dengan hirarki Gereja saat ini, ada di luar Gereja!

Masalahnya, benarkah KVII adalah magisterium Gereja dan oleh karenanya wajib ditaati?

Biasanya gagasan bahwa KVII adalah magisterium dan harus ditaati ini berasal dari asumsi bahwa KVII adalah karya Roh Kudus, maka sebagai konsekuensinya KVII harus ditaaati. Dengan demikian menolak KVII sama dengan menentang Roh Kudus!

Tapi melalui Rasul Yohanes, Roh Kudus telah berkata, “…janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah…” (1Yoh.4:1)

Maka klaim para pendukung KVII ini harus diuji, apakah benar roh yang menginspirasi dan berkarya dalam konsili tersebut adalah sungguh Roh Kudus???

Masalah pertama adalah kenyataan bahwa KVII tidak infallible atau dengan kata lain tidak dinyatakan bebas dari kekeliruan. Ini seperti yang diakui sendiri oleh Paus Paulus VI pada tanggal 12 Januari 1966: "…mengingat karakter pastoral dari Konsili, Konsili menghindari penetapan, dengan cara yang luar biasa, dogma-dogma yang diberkahi dengan catatan infalibilitas.”

Ini juga dikonsifmasi oleh Kardinal Joseph Ratzinger pada tahun 1988: "Yang benar adalah bahwa Konsili khusus ini tidak mendefinisikan dogma sama sekali, dan sengaja memilih untuk tetap pada tingkat yang sederhana, sebagai konsili pastoral belaka ..."

Dari pernyataan tersebut amat jelas bahwa KVII ini tidak bersifat dogmatis dan juga tidak infallible. Artinya, ada kemungkinan KVII memiliki kekeliruan di dalam pernyataan dokumen-dokumennya. 

Pertanyaannya...

Jika KVII tidak infallible atau ada kemungkinan memiliki kekeliruan, apakah ajarannya wajib ditaati? SAMA SEKALI TIDAK!

Ini sama dengan makanan yang berpotensi mengandung racun pasti tidak mungkin diwajibkan untuk dimakan. Mereka yang mewajibkan orang lain memakan makanan semacam itu tentunya sngat tidak bertanggung jawab. Makanan semacam itu seharusnya tidak boleh dikonsumsi...

Jika terhadap makanan ragawi kita bersikap seperti itu, tentu lebih lagi "makanan rohani" yaitu ajaran yang berkaitan dengan persoalan iman dan moral. Apabila berpotensi mengandung kesesatan tentu seharusnya tidak boleh diajarkan, apalagi diwajibkan.

Nah, karena KVII tidak bersifat infallible alias ada kemungkinan mengndung kekeliruan, maka mustahil KVII berasal dari Roh Kudus karena tidak mungkin Roh Kudus memberikan kita ajaran yang berpotensi membahayakan!

Masalah yang kedua, KVII mengandung ajaran-ajaran baru yang tidak pernah diajarkan oleh para Rasul dan bapa-bapa Gereja. Menurut Mgr. Marcel Lefebvre, ada tiga ajaran baru yang masuk di dalam KVII. Ketiganya adalah ekumenisme, kebebasan beragama, dan kolegialitas.

Ekumenisme dalam KVII seperti yang didorong dalam dokumen 'Unitatis Redintegratio' berupaya mempersatukan semua kelompok-kelompok Kristen yang terpisah dari Gereja Katolik dengan cara dialogis. Ini bertentangan dengan apa yang diajarkan Gereja Katolik sebelumnya, baik dalam Konsili Ferrara-Florence di abad 15, Konsili Trente di abad 16, maupun dalam ensiklik 'Mortalium Animos' yang dikeluarkan oleh Paus Pius XI pada tahun 1928. 

Satu-satunya persatuan Kristen yang diajarkan Gereja adalah dengan mengajak semua kelompok yang terpisah dari Gereja Katolik untuk kembali bersatu di dalam Gereja Katolik dengan melepaskan semua kekeliruan yang telah memisahkan mereka dari Gereja Katolik. Bukan dengan cara ekumenisme dialogis yang di dalamnya pasti sedikit atau banyak mengandung unsur kpompromi iman! Masalah ini sudah pernah kita bahas panjang lebar dlam webinar sebelumnya...

Kebebasan beragama juga tidak pernah diajarkan Gereja Katolik. Yang selalu diajarkan adalah kebebasan dari paksaan untuk menganut agama apapun. Kebebasan beragama DAN kebebasan dari paksaan untuk beragama adalah dua hal yang berbeda.

Dalam dokumen Dignitatis Humanae tertulis demikian, "Konsili Vatikan ini menyatakan, bahwa pribadi manusia berhak atas kebebasan beragama." 

Nah.. masalahnya disini... dalam pandangan Gereja Katolik hak yang dimiliki manusia itu berasal dari Tuhan. Jika dikatakan manusia berhak atas kebebasan beragama maka itu berarti Tuhan memberi manusia hak untuk memeluk agama apapun, termasuk agama-agama yang menyesatkan jiwa mereka. Konsekuensinya, Tuhan tidak dapat menyalahkan manusia yang memilih agama-agama sesat, mereka semua harus dibenarkan dan beroleh keselamatan! Juga sia-sia Tuhan mengajarkan keselamatan melalui Gereja karena faktanya semua orang punya hak untuk mengikuti agama lain.... Tentu saja ini tidak benar. 

Memang Tuhan mengijinkan, atau dengan kata lain membiarkan, manusia untuk memeluk agama apapun juga, sama seperti Dia mengijinkan manusia berbuat dosa. Tentunya itu karena manusia punya kehendak bebas yang diberikan Tuhan dan tidak dapat diganggu gugat. Tapi itu tidak berarti Tuhan memberi hak manusia memeluk agama yang sesat, sama seperti Tuhan tidak memberi manusia hak untuk melakukan dosa!

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa gagasan kebebasan beragama dalam KVII adalah hal baru yang tidak pernah diajarkan para rasul dan bapa-bapa Gereja.

Berikutnya adalah kolegialitas...

Dalam prinsip kolegialitas yang diajarkan oleh KVII, sekarang Paus tidak lagi memiliki kekuasaan mutlak sebagai Wakil Kristus. Dalam mengambil keputusan-keputusan penting, termasuk dalam merumuskan ajaran-ajaran iman dan moral, seorang Paus harus berkonsultasi dengan para Kardinal dan Uskup. Demikian juga para Uskup di diosesan masing-masing harus berkonsultasi dengan para imam. Sementara para imam juga harus berkonsultasi dengan para awam melalui dewan paroki. Prinsip kolegialitas ini jelas mengubah struktur Gereja Katolik yang sejak jaman para Rasul dan bapa-bapa Gereja bersifat hirarkis-monarkis sebagai bayangan dari Kerajaan Allah yang akan datang. Jelaslah bahwa olegialitas adalah hal baru yang tidak pernah ada sebelumnya!

Nah, dengan adanya hal-hal baru tersebut, yaitu ekumenisme, kebebasan beragama, dan kolegialitas, terbukti KVII telah mengajarkan Injil yang berbeda dari apa yang sudah diajarkan oleh para Rasul. Hal ini sudah dikutuk oleh Rasul Paulus dalam Gal.1:8-9. 

Selain itu harus kita ingat, Roh Kudus tidak mengajarkan hal-hal baru. Tuhan kita Yesus Kristus mengutus Roh Kudus bukan untuk mengajarkan hal-hal baru yang berbeda tapi untuk mengingatkan dan menjelaskan apa yang sudah diajarkan Tuhan kita kepada para Rasul-Nya (Yoh.14:26). 

Adanya ajaran-ajaran baru ini membawa kita pada kesimpulan bahwa KVII bukan hasil inspirasi Roh Kudus.

Masalah yang ketiga, dokumen-dokumen KVII memang terbukti mengandung kekeliruan-kekeliruan! Ini makin mengkonfirmasi kita bahwa KVII memang bukan karya Roh Kudus.

Saya ambil beberapa contoh:

Dalam Lumen Gentium 16 tertulis demikian:
"…di antara mereka terdapat terutama kaum muslimin, yang menyatakan bahwa mereka berpegang pada iman Abraham, dan bersama kita bersujud menyembah Allah yang tunggal dan maha rahim, yang akan menghakimi manusia pada hari kiamat."

Jadi berdasarkan ajaran KVII, kita dan muslim menyembah TUHAN yang sama. Ini tentu saja tidak benar karena muslim jelas menolak untuk mengakui Yesus sebagai Tuhan dan dengan demikian tidak mengimani ALLAH TRITUNGGAL yang kita sembah!

Ada pendukung konsili yang mencoba mencari pembenaran dengan mengatakan apa yang tertulis di dokumen tersebut adalah pandangan muslim, bukan pandangan Gereja. Inipun salah karena sebagai mantan muslim saya tahu persis bahwa Quran mengajarkan mereka tidak menyembah ALLAH yang sama dengan kita.

Ada lagi pendukung konsili yang mengatakan bahwa yang dimaksud sama dalam dokumen itu adalah pengertian ontologis, bukan epistemologis. Inipun juga tetap keliru...

Domain ontologis biasanya digunakan dalam pembahasan filsafat dimana persoalan tentang Tuhan itu tidak dikaitkan dengan konsep atau kepercayaan agama apapun juga. Sementara dalam dokumen LG 16 tersebut jelas yang dimaksud adalah TUHAN dalam pemahaman Kristen dan Tuhan dalam pemahaman Islam. Ini sudah pasti bukan domain ontologis, tapi epistemologis.

Berikutnya adalah Lumen Gentium 8:
"...Gereja itu (Gereja Kristus), yang di dunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya, walaupun di luar persekutuan itupun terdapat banyak unsur pengudusan dan kebenaran, yang merupakan karunia-karunia khas bagi Gereja Kristus…" 

Ini keliru. Sejak jaman para rasul dan bapa-bapa Gereja, bahkan sampai dengan Paus Pius XII, ajaran Gereja selalu konsisten mengatakan Gereja Kristus adalah Gereja Katolik. Semua yang memisahkan diri dari Gereja Katolik, otomatis juga memisahkan diri dari Gereja Kristus!

Dengan mengatakan Gereja Kristus ada di dalam Gereja Katolkik berarti bahwa di kelompok kristen lain seperti gereja-gereja ortodoks maupun denominasi-denominasi protestan terdapat juga bagian dari Gereja Kristus. Ini seperti yang tertulis dalam teks LG 8 bahwa di luar Gereja Katolik "..terdapat banyak unsur pengudusan dan kebenaran, yang merupakan karunia-karunia khas bagi Gereja Kristus!"

Ini jelas melanggar doktrin 'extra ecclesiam nulla salus' atau di luar Gereja tidak ada keselamatan!

Ada lagi Dignitatis Humanae 2:
"Konsili Vatikan ini menyatakan, bahwa pribadi manusia berhak atas kebebasan beragama."

Ini tadi sudah kita singgung dan jelas tidak sejalan dengan ajaran Gereja sebelumnya.

Kemudian masih ada lagi...Gaudium et Spes 12:
"Kaum beriman maupun tak beriman hampir sependapat, bahwa segala sesuatu di dunia ini harus diarahkan kepada manusia sebagai pusat dan puncaknya."

Ini ajaran yang sangat berbau humanisme yang menjadikan manusia sebagai pusat, menggantikan Tuhan. Sementara ajaran Gereja Katolik jelas bahwa segala sesuatu di dunia ini harus diarahkan dan dipusatkan bagi kemuliaan Tuhan! Kalau pun ada roh yang menginspirasi teks ini pastilah roh kegelapan!

Masih lanjut... Gaudium et Spes 16:
"Atas kesetiaan terhadap hati nurani Umat kristiani bergabung dengan sesama lainnya untuk mencari kebenaran… "

Ini jelas SALAH TOTAL.
Yang dimaksud dalam teks tadi dengan 'sesama lainnya' tentu semua orang-orang dari agama apapun. Pernahkah Gereja Katolik sebelum KVII mengajarkan kita bersama-sama dengan agama-agama lain mencari kebenaran? Sama sekali tidak karena kebenaran yang utuh sudah kita terima dalam bentuk inkarnasi Tuhan, dan diwartaakan secara konsisten melalui para rasul dan bapa-bapa Gereja dalam bimbingan Roh Kudus. Mengatakan kita masih mencari kebenaran bersama dengan orang lain sama saja menolak mengakui kebenaran utuh yang sudah kita terima melalui inkarnasi Tuhan. Sebagi oraang Katolik tidak perlu mencari kebenaraan apapun lagi, melainkan percaya dan menerima kebenaran yang sudah dinyatakan melalui ajaran Gereja. Tugas kita adalah mengajarkan kebenaran tersebut kepada semua orang lainnya, bukan malah bersama mereka mencari lagi kebenaraan lain!

Teks ini jelas menyesatkan!

Masih lanjut lagi... Gaudium et Spes 22:
"Sesungguhnya hanya dalam misteri Sabda yang menjelmalah misteri manusia benar-benar menjadi jelas."

Sepanjang sejarah, maksud saya sebelum KVII, Gereja Katolik selalu mengajarkan bahwa melalui inkarnasi Tuhan kita misteri ALLAH telah dinyatakan kepada manusia... karena untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia mengetahui melalui imannya bahwa ALLAH itu TRITUNGGAL! 

Sebaliknya dengan mengatakan inkarnasi Tuhan mengungkapkan misteri manusia, KVII telah menggeser pusat pewahyuan kebenaran Sabda ALLAH tidak lagi pada ALLAH tetapi pada manusia! Dan ini jelas bertentangan dengan seluruh ajaran para rasul dan bapa-bapa Gereja! 

Itu tadi sebagian dari kekeliruan yang ada dalam teks-teks KVII. Masih banyak lagi sebenarnya, hanya saja tidak mungkin kita bahas seluruhnya dalam webinar ini. Tapi contoh yang sedikit tadi sudah menjadi bukti amat telak bahwa KVII memang mengandung kekeliruan. Karena menurut Rasul Paulus sedikit ragi sudah mengkhamiri seluruh adonan, maka sedikit kekeliruan yang disebut tadi pasti akan meracuni seluruh dokumen KVII, dan celakanya... semakin lama akan semakin parah...

Nah.. dari apa yang tadi sudah saya sampaikan FAKTA ini menjadi jelas: KVII tidak infallible, KVII mengajarkan hal-hal baru, dan KVII mengandung kekeliruan. Cukup dengan FAKTA tersebut kita sampai pada kesimpulan penting ini:

KVII BUKAN KARYA ROH KUDUS!

Lalu siapa yang menginspirasi KVII? Saya tidak akan menjawabnya, silahkan simpulkan sendiri!

Romo Gregory Hesse, seorang teolog kepausan yang cukup terkenal mengatakan demikian:
"Satu-satunya karya Roh Kudus dalam Konsili Vatikan II adalah membuat konsili tersebut TIDAK INFALLIBLE"

Selanjutnya, alasan-alasan ini... yaitu KVII tidak infallible, KVII mengajarkaan hal-hal baru, KVII mengandung kekeliruan, dan terutama KVII bukan karya Roh Kudus... sudah cukup bagi kita untuk menolak KVII tanpa harus kehilangan iman Katolik kita. Ingat, Rasul Paulus mengajarkan bahwa sedikit ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan... maka prinsip Gereja tidak dapat rusak justru mengharuskan kita untuk menolak segala bentuk kekeliruan, termasuk yang terkecil sekalipun.

Selanjutnya...

Ketatan iman yang mutlak itu hanya pada seluruh ajaran Tuhan yang diajarkan oleh para Rasul, bukan pada ajaran-ajaran lainnya. Dan Injil jelas mengajarkan kita tidak dapat mengabdi pada dua tuan. Dengan demikian kita juga tidak dapat taat pada ajaran Gereja Katolik sekaligus ajaran KVII... kita harus memilih salah satu.

Selanjutnya...karena Gereja Kristus sesuai janji Tuhan kita tidak dapat memiliki cacat ataupun kekeliruan MAKA Konsili Vatikan II dan segala buah-buahnya sudah pasti BUKANLAH bagian dari Gereja Kristus tapi sepenuhnya milik Gereja Konsili yang baru didirikan oleh Paus Yohanes XXIII dan Paus Paulus VI! 

Bagaikan perumpamaan gandum dan lalang yang tumbuh dalam satu ladang, Gereja Konsili adalah lalang yang ditaburkan si jahat dan kini tumbuh bersama Gereja Kristus yang adalah gandum yang ditanam Tuhan kita. Keduanya ada bersama di dalam satu ladang bernama Gereja Katolik!

Lalu dimana Gereja Kristus itu sekarang?

Setelah KVII Gereja Kristus yang tidak dapat cacat itu ada dalam bentuk sisa umat yang menolak segala ajaran palsu yang berasal dari Konsili Vatikan II….

Tapi sering muncul kekhawatiran... bagaimana kalu kita menolak KVII lalu kita dinyatakan skismatik atau di-ekskomunikasi?

Catat ini baik-baik: 

Tidak pernah ada DALAM SEJARAH GEREJA sejak KVII berakhir… seorang Katolik secara resmi dinyatakan SKISMATIK atau DI-EKSKOMUNIKASI semata-mata karena menolak ajaran-ajaran KVII…  Kalau cuma ditakut-takuti atau diancam ya banyak... tapi yang resmi tidak pernah ada! 

Contohnya Mgr Marcel Lefebvre yang menolak KVII tidak pernah di-ekskomunikasi karena penolakannya terhadap KVII. Dia diekskomunikasi karena maasalaah lain. Juga Uskup Agung Vigano yang saat ini sangat vokal menentang KVII, tidak pernah dinyatakan skismatik ataupun di-ekskomunikasi!

Sekarang... bagaimana dengan Paus yang adalah Wakil Kristus di muka bumi? Haruskah kita sebagai Katolik taat terhadap Paus? Ini mengingat dalam Injil tertulis Tuhan kita mengajarkan demikian:

"Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.“ (Luk.10:16)

Jika perkataan itu ditujukan Tuhan kepada murid-murid lainnya, terlebih lagi pada Petrus yang adalah kepala para Rasul dan Wakil Kristus yang diberi kuasa atas kunci surga. 

Maka memang benar kita harus taat kepada Paus yang adalah penerus Rasul Petrus dan sekaligus Wakil Kristus. Tapi bukan dengan ketaatan buta. Gereja Katolik tidak pernah mengajarkan ketaatan buta. Ada kondisi dimana seorang Paus tidak perlu ditaati.

Rasul Paulus yang menegur Rasul Petrus terang-terangan (Gal.2:11) menjadi contoh dalam Kitab Suci dimana Petrus yang adalah kepala para Rasul, ketika melakukan kesalahan tidak perlu ditaati, bahkan perlu ditegor.

Lalu Paus Inosentus III mengatakan demikian:
“Adalah perlu untuk mematuhi seorang Paus dalam segala hal selama dia tidak bertentangan dengan kebiasaan universal Gereja, tetapi jika dia bertentangan dengan kebiasaan universal Gereja, dia tidak perlu diikuti.” 

Berikutnya Kardinal Juan de Torquemada juga menyatakan hal senada:
“Jika Paus memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan Kitab Suci, atau ajaran-ajaran iman, atau kebenaran Sakramen, atau perintah hukum alam atau hukum Tuhan, dia tidak boleh dipatuhi, tetapi perintah seperti itu harus diabaikan. .“ 

Ada lagi St. Thomas Cajetan yang mengatakn demikian:
“Oleh karena itu, Anda harus melawan secara langsung, seorang Paus yang secara terbuka mencabik-cabik Gereja.“ 

Lalu St. Robertus Bellarminus juga mengatakan ini:
"Sama seperti sah untuk melawan Paus yang menyerang tubuh, juga sah untuk melawan Paus yang menyerang jiwa atau yang mengganggu ketertiban sipil, atau, di atas segalanya, yang berusaha menghancurkan Gereja. Saya katakan bahwa itu sah." untuk melawannya dengan tidak melakukan apa yang dia perintahkan dan dengan mencegah agar kehendaknya tidak dilaksanakan….“ 

Jadi amat jelas Gereja Katolik tidak pernah mengajarkaan kita harus taat tanpa syarat kepada Paus. Jika perintahnya tidak sejalan dengan tradisi Gereja, melawaan ajaran Tuhan, bahkan dapat menghancurkan Gereja atau menggaanggu ketertiban masyarakat sipil, kita boleh mennetangnya.

Ingat ini:

Ketaatan MUTLAK dn TANPA SYARAT itu hanya kepada Tuhan saja... sekali lagi.. Ketaatan MUTLAK dan TANPA SYARAT itu hanya boleh diberikan kepada Tuhan saja, bukan kepada yang lain. Bahkan ketika Tuhan meminta Abraham mengurbankan Ishak anaknya, Abraham harus taat... begitulah ketaatan mutlak dan tanpa syarat kepada Tuhan.

Tapi ketaatan pada siapapun SELAIN TUHAN, tidak peduli kepada Paus, kepada para Rasul, kepada para nabi, bahkan kepada para Malaikat pun SELALU BERSYARAT. Yaitu ketaatan tersebut kita berikan hanya jika ketaatan tersebut merupakaan perpanjangan atau perwujudan dari ketaatan terhadap TUHAN!

Jika ketaatan terhadap mereka bertentangan atau melawan kehendak dan ajaran Tuhan, kita harus menolaknya! Karena ada tertulis dalam Kitab Suci: "Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia.” (Kis.5:29).

Jadi tidak ada ketaatan buta kepada siapapun yang bukan TUHAN.

Maka ketika Paus Fransiskus mengatakan KVII adalah magisterium Gereja yang harus ditaati, dan jika tidak maka kita ada di luar Gereja... kita harus katakan "Maaf Bapa Suci... SAYA TIDAK SETUJU"

Mengapa?
Karena KVII tidak infallible, mengajarkan hal-hal baru, dan memiliki kesalahan.... maka berdasarkan prinsip Gereja tidak dapat cacat, KVII bukanlah Magisterium Gereja dan tidak perlu ditaati!

Oleh karenanya menolak KVII tidak sama dengan menolak Magisterium Gereja Katolik. Justru dengan menolak KVII, kita telah menolak kesesatan yang akan merusak seluruh ajaran Gereja Katolik serta membuat kita melawan kehendak TUHAN!

Ini paradoks Gereja Katolik jaman now...

Penolakan terhadap KVII adalah ketaatan terhadap Gereja dan Tuhan!

Sekali lagi... penolakan terhadap KVII adalah ketaaatan terhadap Gereja dan Tuhan!

Dengen demikian hal sebaliknya berlaku... justru mereka yang taat pada KVII telah tidak taat terhadap Gereja dan Tuhan!

Tapi mungkin pada pendukung konsili mencoba membantah dengan mengatakan, "Bagaimana mungkin KVII yang bukan karya Roh Kudus dapat diterima di dalam Gereja Katolik dan diikuti sebagian besar orang Katolik?"

Ya bisa saja! Kenapa tidak?

Sama seperti di masa lalu berbagai kesesatan sempat berkembang luas dan hampir meruntuhkan Gereja seperti di masa arianisme... maka hal yang sama sekarang pun dapat terjadi.

Untuk memahami ini kita bisa menggunakan kisah kejatuhan manusia di Taman Eden sebagai type atau tipologi dari masuknya KVII yang menyesatkan ke dalam Gereja Katolik dan diikuti banyak orang.

Mari kita lihat...

Ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa karena memakan buah terlarang Kitab Suci mencatat demikian:

Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu: "Apakah yang telah kauperbuat ini?" Jawab perempuan itu: "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan.“ (Kej.3:13)

Lalu kepada Adam Tuhan berkata demikian:
"Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya.… dst” (Kej.3:17)

Pertanyaannya...

Mengapa Hawa bisa percaya pada bujukan iblis? Selain karena bujukannya menarik, juga karena ular tersebut ada di Taman Eden. Dalam asumsi Hawa, semua yang ada di Taman Eden itu baik seperti semua yang telah diciptakan Tuhan di Taman tersebut. Selanjutnya Adam juga percaya begitu saja pada perkataan Hawa karena perempouan itu adalah istrinya, maka semua perkataannya diterima Adam secara bulat-bulat.

Tapi asumsi yang keliru dan ketaatan yang salah itu tidak mengubah fakta bahwa mereka telah melanggar perintah TUHAN dan harus menerima hukuman!

Perhatikan baik-baik... yang mengawali kejatuhan manusia di Taman Eden adalah masuknya si ular tua yang tidak lain adalah mahluk yang terkutuk karena ketidaktaatannya. Demikian juga KVII diawali dengan para hirarki yang sudah terjatuh dalam ketidaktaatan.

Perlu kita ketahui, beberapa puluh tahun sebelum konsili, Paus St. Pius X telah menetapkan SUMPAH MELAWAN MODERNISME yang harus diucapkan oleh semua uskup, imam, teolog, kaum religius, dan semua pengaajar di institusi-institusi Katolik untuk menangkal masuknya kesesatan modernisme yang berbahaya ke dalam Gereja Katolik.

Dalam sumpah tersebut terdapat pernyataan seperti ini:
“…Saya dengan tulus berpendapat bahwa doktrin iman diturunkan kepada kita dari para rasul melalui para Bapa Gereja yang setia dalam arti yang persis sama dan selalu dalam maksud yang sama. Oleh karena itu, saya sepenuhnya menolak penafsiran yang sesat bahwa dogma berkembang dan berubah dari satu makna ke makna lain yang berbeda dari yang dipegang Gereja sebelumnya....”

Tapi justru sumpah yang diucapkan dalam Nama Tuhan ini secara implisit dilanggar oleh Paus Yohanes XXIII ketika ia merencanakan konsili. Dalam sebuah pernyataaannya pada tanggal 28 Juni 1961 sebelum KVII, Paus Yohanes XXIII mengatakan demikian tentang konsili yang direncanakannya:
“Konsili ekumenis akan menjangkau dan merangkul di bawah sayap luas Gereja Katolik seluruh warisan Tuhan kita Yesus Kristus. Tugas utamanya akan berkaitan dengan kondisi dan modernisasi (aggiornamento) Gereja setelah 20 abad kehidupannya. …” 

Pernyatan ini secara implisit menunjukkan niat Paus Yohanes XXIII untuk mengubah ajaran iman Gereja mengikuti perkembangan jaman. Hal tersebut tentu saja telah melanggar SUMPAH MELAWAN MODERNISME yang telah diucapkannya dalam nama Tuhan!

Pelanggaran ini makin jelas ketika Paus Yohanes XXIII menolak draft konsili yang sudah dipersiapkan oleh kaum konservatif dan menggantinya dengan draaft yang secara diam-diaam dipersiapkan oleh kaum liberal dan modernis.

Perlu diketahui bahwa dua tahun sebelum konsili, Paus Yohanes XXIII secara resmi menunjuk sebuah komite persiapan yang beranggotakan para klerus yang konservatif seperti Mgr. Marcel Lefebvre, Kardinal Ottaviani dan lain-lain. Tapi di saat yang sama, Paus Yohanes XXIII secara diaam-diam juga menunjuk komite bayangan yang berisi kaum modernis dan liberal. Hanya beberapa saat menjelang konsili, draft konsili yang sudah dipersiapkan oleh komite resmi ini ditolak dan diganti oleh draft konsili yang sudah dipersiapkan oleh komite bayangan!

Akibatnya KVII mengikuti agenda konsili yang sudah dirancang oleh kaum liberal dan modernis untuk melakukan banyak perubahan dalam ajaran Gereja! Dan ini tentunya melanggar Sumpah Melawaan Modernisme yang sudah ditetapkan oleh Paus St. Pius X.

Jadi KVII memang dimulai dari ketidaktaatan!

Seperti si Ular Tua (yang jatuh karena ketidaktaatan) telah menipu Hawa agar memakan buah terlarang dan melanggar Perintah Allah… demikian juga bapa-bapa konsili yang tidak taat pada sumpahnya, yaitu kaum modernis dan liberal, menipu sebagian besar hirarki Gereja dengan tawaran manis ‘aggiornamento’ melalui Konsili Vatikan II. Tujuannya sama, jika penipuan si ular bertujuan agar manusia melanggar perintah Tuhan, demikian juga kaum modernis dan liberal menawarkan semangat 'aggiornamento' KVII agar semua hirarki lainnya terjerumus melanggar ajaran Tuhan yang dipercayakan kepada para Rasul dan diteruskan dengan setia oleh bapa-bapa Gereja!

Selanjutnya, seperti Adam yang terbujuk oleh Hawa untuk ikut memakan buah terlarang, demikian juga umat Katolik terbujuk oleh hirarki yang sudah jatuh ke dalam perangkap konsili ikut terjatuh dalam kesesatan dengan meninggalkan ajaran tradisional Gereja! 

Adam begitu mudah terjatuh dalam pelanggaran karena Hawa adalah istrinya, begitu juga umat Katolik begitu mudah terjatuh dalam perangkap konsili dan meninggalkan ajaran tradisional Gereja karena yang mendorong mereka untuk melakukan itu adalah para klerus yang mereka hormati dan mereka taati!

Dari tipologi kejatuhan manusia di Taman Eden inilah kita bisa memahami mengapa sebagian besar klerus dan kaum awam terjatuh dalam jebakan KVII dan meninggalkan ajaran Gereja yang benar!

Sekarang kita bisa melihat begitu banyak buah-buah buruk yang muncul setelah KVII dan makin lama makin menghancurkan Gereja Katolik. Itu semua terjadi karena sebagian besar orang Katolik, baik klerus maupun awam terjatuh dalam KETAATAN PALSU!

Hirarki taat buta pada Konsili Vatikan II serta penyesatannya, dan umat taat buta pada hirarki yang sudah tersesat! Ironisnya, justru mereka semua TIDAK TAAT pada ajaran Gereja yang benar yang telah diajarkan oleh para Rasul dan bapa-bapa Gereja!

Lalu bagaimanakah caaranya agar kita tidak terjebak dalam ketaatan palsu terhadap KVII  yang menyesatkan kita?

Gampang... kita ikuti nasehat Kitab Suci, UJILAH SETIAP ROH (1Yoh.4:1).

Bukankah para pendukung konsili percaya KVII teruinspirasi oleh Roh Kudus? Maka berdasarkan nasehat Kitab Suci kita perlu menguji roh yang menginspirasi KVII atau ajaran apapun, apakah sungguh Roh Kudus atau bukan.

Maka sebelum kita menerima suatu perintah atau ajaran yang berkaitan dengan iman/moral, bahkan yang berasal dari hirarki sekalipun, kita HARUS mengujinya terlebih dahulu dengan AKAL SEHAT!

Nah... untuk itu kita membutuhkan karunia HIKMAT-PENGERTIAN yang berasal dari Tuhan sehingga kita dapat membedakan mana ajaran yang berasal dari TUHAN dan mana yang bukan!

Seperti halnya batu kriptonit yang mampu mengalahkan Superman yang perkasa, begitu juga akal sehaat dan hikmat-pengertian menjadi 'batu kriptonit' bagi iblis. Hal itu terjadi karena segala tipu daya iblis sang bapa segala dusta akan dapat terbongkar melalui akal sehat dan hikmat-pengertian.

Kalau kita menggunakan akal sehat dan memiliki karunia hikmat-pengertian maka kekuatan utama iblis, yaitu tipu-dayanya menjadi tidak berarti! Di masa penuh penyesatan sekarang ini kita sangat membutuhkan AKAL SEHAT dan karunia HIKMAT-PENGERTIAN untuk dapat tetap setia pada ajaran TUHAN!

Itu sebabnya melalui channel CN kami selalu mendorong setiap orang Katolik yang ingin tetap setia pada ajaran Gereja untuk mempraktekkan Doa Mazmur Yesus. Kami percaya, jika doa ini dilakukan dengan sungguh-sungguh, Tuhan akan menganugerahkan kita karunia hikmat-pengertian yang akan memampukan kita untuk memahami ajaran Tuhan dan mengenali berbagai kesesatan. Itulah karunia khas yang ada dalam Doa Mazmur Yesus...

Selanjutnya... bagaimanakah kita dapat hidup dalam kesetiaan iman kepada Tuhan sementara saat ini praktis seluruh klerus dan umat awam yang ada di sekeliling kita sudah jatuh dalam kesesatan KVII?

Jwabannya juga ada dalam Kitab Suci... teladanilah hidup Nabi Daniel!

Dia hidup dalam pembuangan di tengah-tengah bangsa Babel yang kafir dan mengabdi serta taat pada raja kafir! Tapi lebih dari semuanya itu Daniel lebih taat pada ajaran TUHAN, meski untuk itu ia harus membangkang perintah raja dan mendapat hukuman!

Kita pun demikian... sebagai umat Katolik yang setia kita harus hidup berbaur dengan umat Katolik lainnya dan mengakui otoritas seluruh hirarki mulai dari para imam, uskup, dan Paus. Tapi di atas semuanya itu, kita lebih taat kepada Tuhan dan ajaran Gereja yang diajarkan oleh para rasul dan bapa-bapa Gereja. Jadi... jika ada ajaran atau perintah apapun yang bertentangan dengan ajaran Tuhan dan ajaran Gereja, kita akan tegas menolaknya.

Semangat itulah yang bisa kita ambil dari teladan hidup Nabi Daniel.

Santo Daniel... doakanlah kami.

Sekian presentasi saya pada webinar kali ini, terima kasih...










 

Posting Komentar

0 Komentar