Rangkuman Debat KVII - Kontroversi LUMEN GENTIUM 16

 



Pax vobis, salam damai bagi kita semua...

Banyak orang, umumnya para pendukung KVII, mengatakan channel CN hanya berani beropini menentang Konsili Vatikan II secara monolog dan tidak berani mempertanggungjawabkan pandangannya dalam debat atau diskusi langsung.

Kami membantah pandangan tersebut dengan dua cara....

Pertama, kami membuat program webinar secara rutin yang memberi kesempatan siapapun untuk ikut berdiskusi membahas berbagai topik tentang KVII. Yang kedua, kami juga sengaja ikut ambil bagian dalam debat atau diskusi online tentang KVII yang diadakan oleh channel lain.

Untuk webinar, anda bisa melihat video-videonya di channel ini. Sedangkan untuk debat di luar kandang, anda bisa langsung melihat video-videonya di channel penyelenggara debat/diskusi. Jadi mereka yang tidak setuju dengan pandangan CN, baik dari kalangan klerus maupun awam seperti saya, bisa langsung berdiskusi dengan CN, baik di webinar yang diselenggarakan CN maupun di ajang debat pada channel lain.

Sejauh ini debat tentang Konsili Vatikan II di channel De Ghea's Official sudah dilaksanakan dua kali. Karena topiknya cukup seru maka durasi tiap debat pun cukup panjang, lebih dari 4 jam. Untuk memudahkan kita memahami pokok-pokok diskusi/debat, saya akan membuatkan ringkasannya dalam video ini.

Fokus pada debat yang pertama adalah pernyataan dalam dokumen Lumen Gentium 16:

Namun rencana keselamatan juga merangkum mereka, yang mengakui Sang Pencipta; di antara mereka terdapat terutama kaum muslimin, yang menyatakan bahwa mereka berpegang pada iman Abraham, dan bersama kita bersujud menyembah Allah yang tunggal dan maha rahim, yang akan menghakimi manusia pada hari kiamat.

Saya berpendapat bahwa teks tersebut mengandung kesalahan yang mencolok dan tidak bisa diterima oleh iman Katolik.

Jika teks tersebut berbunyi:
...di antara mereka terdapat terutama kaum muslimin, yang menyatakan bahwa mereka berpegang pada iman Abraham, dan bersujud menyembah Allah yang tunggal dan maha rahim...

... maka teks tersebut benar. Memang muslim mengakui berpegang pada iman Aberaham dan menyembah Allah yang tunggal dan maha rahim. Itu sama sekali tidak masalah.

Tetapi karena ada tambahan kata "..bersama kita..." maka kalimat tersebut menyatakan kita dan muslim menyembah Allah yang sama! Ini membuat kalimat tersebut menjadi salah karena kita menyembah ALLAH TRITUNGGAL sedangkan muslim menyangkal ALLAH TRITUNGGAL. Kita menyembah Yesus sebagai TUHAN tetapi muslim menolak mengakui Yesus sebagai TUHAN. Jelas sekali kita dan muslim tidak menyembah ALLAH yang SAMA.

Argumen dari pendukung KVII mengatakan bahwa yang dimaksud teks LG 16 adalah pandangan muslim, bukan pandangan kita.

Argumen ini memiliki dua kelemahan...

Yang pertama, Islam jelas mengajarkan mereka menyembah Allah yang berbeda dengan Kristen. Dasarnya adalah dari teks Quran:

Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih putra Maryam.”.. (Al Maidah Q5:72)

Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan, bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan selain Allah Yang Esa. (Al Maidah Q5:73)

Berdasarkan Quran, Islam menempatkan orang Kristen yang menyembah Yesus sebagai Tuhan dan sekaligus percaya pada ALLAH TRITUNGGAL sebagai kafir! Selanjutnya, inilah pandangan Quran tentang orang kafir:

Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (Al Kafirun Q 109:1-6).

Jadi jelas sekali Quran mengajarkan Muslim dan Kristen menyembah ALLAH yang berbeda! Dengan demikian pandangan pendukung konsili yang menyatakan teks LG 16 adalah pandangan kaum muslim, terbantahkan oleh teks Quran sendiri.

Kelemahan yang kedua, jika teks tersebut mengungkapkan pandangan muslim dan pernyataan itu berbeda dengan pandangan konsili, maka seharusnya ada kalimat yang menunjukkan pernyataan tersebut tidak sesuai dengan iman Katolik. Tapi faktanya kita tidak melihat teks semacam itu dalam seluruh dokumen konsili. Maka dengan mudah dapat kita simpulkan bahwa pernyataan LG 16 yang menyatakan "..dan bersama kita bersujud menyembah Allah yang tunggal dan maha rahim.." adalah pernyataan dari Konsili Vatikan II!

Ini dikonfirmasi oleh pernyataan Paus Paulus VI di Betlehem tanggal 6 Januari 1964:
“We address this reverent greeting in particular to those who profess monotheism and with us direct their religious worship to the one true God, most high and living, the God of Abraham..."

(“Kami menyampaikan salam hormat ini khususnya kepada mereka yang menganut monoteisme dan BERSAMA KAMI MENGARAHKAN IBADAH MEREKA KEPADA SATU-SATUNYA TUHAN YANG BENAR, yang maha tinggi dan hidup, Allah Abraham …”)

Dan juga pernyataan Paus Yohanes Paulus II pada orang-orang muda muslim Maroko tanggal 19 Agustus 1985: "We believe in the same God, the one God, the living God, the God who created the world and brings his creatures to their perfection....."

("Kita percaya pada TUHAN YANG SAMA, Tuhan yang satu, Tuhan yang hidup, Tuhan yang menciptakan dunia dan membawa makhluk-Nya menuju kesempurnaan mereka .....")

Amat sangat jelas bahwa Konsili Vatikan II memang mengajarkan Islam dan Kristen menyembah ALLAH YANG SAMA! Tidak perlu ada kontroversi lagi, seharusnya ini sudah final.

Para pendukung konsili masih berupaya mendukung pernyataan LG 16 dengan berdalih bahwa teks tersebut didasarkan pada pernyataan Paus Gregorius VII dalam surat diplomatiknya kepada seorang penguasa muslim pada tahun 1076:

"You and we owe this charity to ourselves especially because we believe in and confess one God, admittedly, in a different way, and daily praise and venerate him..."

("Anda dan kami berhutang kebaikan ini kepada kita masing-masing terutama karena kita percaya dan mengakui satu Tuhan, meskipun dengan cara yang berbeda, dan setiap hari memuji dan memuliakan Dia...")

Ada dua hal yang perlu diperhatikan disini. 

Yang pertama, itu kutipan dari sebuah surat diplomatik yang tentu saja tidak bisa menjadi rujukan pernyataan iman yang infallible. Sama seperti kita tidak bisa menjadikan pernyataan Paus Fransiskus dalam sebuah konferensi pers sebagai rujukan pernyataan iman yang infallible.

Yang kedua, Paus Gregorius VII hanya menyebutkan bahwa kita dan muslim menyembah satu Tuhan. Pernyataan ini sama sekali tidak salah karena muslim memang menyembah satu Tuhan saja. Tapi ada satu hal yang dilupakan para pendukung konsili, yaitu Paus Gregorius VII tidak mengatakan bahwa kita dan muslim menyembah SATU TUHAN YANG SAMA!

Bandingkan ini dengan pernyataan LG 16 yang dikonfirmasi oleh Paus Paulus VI dan Paus Yohanes Paulus II.

Selanjutnya pendukung konsili masih berusaha melakukan akrobat argumen dengan menempatkan pernyataan LG 16 pada konteks ontologis, yaitu Tuhan dalam konteks keberadaan-Nya. Dalam konteks ontologis memang hanya ada satu Tuhan yang menciptakan seluruh manusia, tidak peduli apapun agamanya. Seperti kurang lebih pernyataan sila pertama Pancasila: Ketuhanan yang maha esa... itu pernyataan ontologis. 

Tapi dalam debat ke dua, argumen ini segera menjadi runtuh berantakan ketika didesak dengan pertanyaan, "Tunjukkan dimana dalam dokumen Konsili Vatikan II yang dengan jelas dan tegas menyatakan teks LG 16 tersebut harus dipahami secara ontologis?"

Terhadap pertanyaan tersebut pada pendukung konsili tidak dapat memberikan jawaban, karena pernyataan seperti itu memang tidak ada. Itu artinya pengunaan kategori ontologis untuk teks LG 16 hanyalah upaya putus asa dari para pendukung konsili untuk menyelamatkan muka mereka.

Dengan demikian pernyatan LG 16, termasuk juga pernyataan Paus Paulus VI dan Paus Yohanes Paulus II, memang dimaksudkan untuk dimaknai secara epistemologis, yaitu Tuhan sebagaimana yang dipahami oleh masing-masing agama. Ini sama seperti teks-teks Kitab Suci ketika menyebut soal allah-allah lain, teks-teks tersebut juga bermakna epistemologis. 

Dalam konteks materi debat, Tuhan yang dipahami Kristen dan dipahami Islam itulah yang dinyatakan sama oleh teks LG 16, Paus Paulus VI, dan Paus Yohanes Paulus II.

Dengan demikian maka kita bisa menyimpulkan secara sangat meyakinkan bahwa teks LG 16 tersebut mengandung kekeliruan fatal karena mustahil ALLAH TRITUNGGAL yang diimani Kristen sama dengan ALLAH YANG BUKAN TRITUNGGAL sebagaimana yang diimani muslim!

Jika tidak ada sanggahan lain yang signifikan maka pada titik ini harus diterima fakta bahwa KVII memang mengajarkan Islam dan Kristen menyembah ALLAH yang satu dan sama! Ini kekeliruan fatal yang mengubah pandangan Gereja Konsili terhadap bukan hanya Islam tapi juga semua agama-agama lain! 

Karena apabila Allah Tritunggal yang kita imani bisa diakui SAMA dengan Allah bukan Tritunggal yang diimani Islam meskipun kedua konsep tersebut secara diametrikal jelas-jelas bertentangan, maka dengan mudah semua allah-allah yang diimani agama lain, apapun konsepnya, juga dapat dianggap sama. Dengan mengikuti logika ini dapat kita katakan Konsili Vatikan II mengajarkan kita bahwa semua agama menyembah ALLAH yang SATU dan SAMA dengan cara dan gradasi pemahaman yang berbeda-beda!

Dari kesesatan pandangan inilah kita melihat buah-buahnya yang tragis selama 50 tahun terakhir!

Antara lain Paus Yohanes Paulus II tanpa rasa bersalah mengadakan kegiatan doa bersama semua agama di Asisi tahun 1986 dan selanjutnya juga mencium Quran yang diabadikan menjadi foto paling memalukan dalam sejarah kekristenan. Demikian juga sekarang ini bukan hal yang aneh jika di dalam gereja-gereja Katolik, bahkan di Vatikan dikumandangkan suara azan! Dan yang terakhir, skandal Pachamama di Basilika St. Petrus yang sangat menjijikan dan mendatangkan kutukan pandemi tiada akhir bagi seluruh dunia!

Semua buah-buah busuk tersebut adalah akibat langsung atau tidak langsung dari kesesatan pandangan Konsili yang mengajarkan semua agama menyembah ALLAH yang sama!

Selanjutnya pada debat kedua dibahas apakah Konsili Vatikan II, khususnya teks LG 16, berbeda dari ajaran para rasul?

Pandangan CN sudah jelas YA. 

Kitab Suci mengajarkan ALLAH yang EKSKLUSIF. Ini ditandai dengan adanya empat lapis filter eksklusivitas untuk sampai ALLAH yang benar. 

Filter pertama, Allah yang benar adalah Allah yang esa, Allah Abraham, Ishak, dan Yakub. Selain itu bukan ALLAH yang benar."Jangan ada allah lain di hadapan-Ku" (Kel.20:3), itu perintah Allah yang pertama kepada Musa. Allah bangsa-bangsa lain adalah iblis (Mzm.95:5), itu juga kata Kitab Mazmur.

Filter kedua, melalui Yesus Kristus. Dengan demikian allah-allah yang dikenal dan disembah tanpa melalui Yesus adalah allah-allah palsu. "Iblislah yang menjadi bapamu" (Yoh.8:44), itu kata Tuhan kita kepada orang-orang farisi yang menolak-Nya.

Filter ketiga, di dalam Gereja Katolik. "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Mat.7:22-23), itulah yang dikatakan Tuhan kita kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya namun ada di luar Gereja Katolik dan terus membenarkan dirinya.

Dan filter keempat, harus seusai dengan ajaran para rasul. Kepada orang yang mengajarkan Injil atau ajaran yang berbeda dari apa yang telah diajarkan para rasul, Rasul Paulus mengatakan "terkutuklah dia!" (Gal.1:8-9).

Adanya filter empat lapis itu menunjukkan Allah yang diajarkan Gereja Katolik adalah ALLAH yang EKSKLUSIF!

Sementara itu dari teks LG 16 jelas Konsili Vatikan II telah mengajarkan ALLAH yang INKLUSIF, yaitu ALLAH yang tidak hanya dipahami dengan benar dalam iman Kristen saja tapi juga dipahami dengan benar oleh Islam dan juga semua agama lain. Ajaran yang seperti ini jelas bertentangan dengan ajaran iman para rasul!

Singkatnya, para rasul mengajarkan ALLAH yang EKSKLUSIF tapi Konsili Vatikan II mengajarkan ALLAH yang INKLUSIF!

Sementara itu pemateri dari pihak pendukung konsili mencoba membuktikan Konsili Vatikan II tidak mengubah ajaran iman para Rasul dengan berdasarkan pada pernyataan dokumen Konsili Vatikan II dan pengakuan bapa-bapa Konsili.

Tentu saja argumen semacam ini tidak berarti apa-apa karena hanya berdasarkan pada klaim sepihak!

Klaim tersebut saya bantah dengan memberikan dua pertanyaan:

1. Konsili Vatikan II dalam LG 8 menyatakan bahwa Gereja Kristus ADA DI DALAM Gereja Katolik, sementara ajaran Gereja Katolik sebelum Konsili menyatakan Gereja Kristus ADALAH Gereja Katolik. Bagaimanakah kedua pandangan tersebut dapat dikatakan sama?

2. Konsili Vatikan II dalam dokumen Unitatis Redintegratio mendorong persatuan Kristen melalui ekumenisme dialog. Jika ajaran Konsili Vatikan II sama dengan ajaran iman para rasul, tunjukkan ajaran para rasul dan bapa-bapa Gereja yang mengajarkan persatuan Kristen melalui ekumenisme dialog?

Sayangnya kedua pertanyaan ini tidak dapat dijawab dengan baik oleh pemateri. Orang tersebut bahkan mengkaitkan ekumenisme dengan penginjilan, lalu dengan kasih, yang keduanya tidak ada hubungannya dengan persoalan ekumenisme yang ditanyakan. Ini menunjukkan para pendukung konsili dalam debat tersebut adalah orang-orang yang tidak memahami persoalan. Mereka cuma orang-orang Katolik yang taat buta, tidak lebih.

Malah salah satu pendukung konsili akhirnya mengakui Konsili Vatikan II memang mengajarkan konsep persatuan Kristen yang berbeda dari ajaran sebelumnya. Meski yang diakui adalah caranya, tapi itu sudah cukup membuat banyak perbedaan. Pendukung konsili tersebut juga tidak bisa mengelak fakta bahwa Konsili Vatikan II telah mengadopsi pandangan machiavelian yang menghalalkan cara demi mencapai tujuan, yaitu menggunakan ekumenisme dialog yang bertentangan dengan ajaran iman Katolik demi mewujudkan persatuan Kristen.

Dalam ajaran Gereja Katolik persatuan Kristen dilakukan dengan cara konversi, yaitu semua yang ada di luar Gereja Katolik mengakui kesalahan dan kembali bergabung ke dalamnya. Ini seperti yang dikatakan Tuhan dalam Injil dimana domba-domba di luar kandang dibimbing Tuhan untuk masuk kembali ke dalam kandang (Yoh.10:16). 

Contohnya adalah Konsili Ferrara-Florence dimana untuk kembali bersatu dengan Gereja Katolik, delegasi Gereja Ortodoks bersedia kembali mengakui primat Paus, mengakui penambahan filioque dalam sahadat iman, dan mengakui semua dogma-dogma Gereja Katolik lainnya. Sayangnya pengakuan ini kemudian dibatalkan secara sepihak oleh Gereja Ortodoks.

Sementara persatuan Kristen menurut Konsili Vatikan II adalah melalui ekumenisme-dialog yang kompromistis. Dengan konsep persatuan ini Gereja Konsili mulai mengakui beberapa doktrin protestan, menciptakan Misa Novus Ordo yang dirancang untuk semakin mirip dengan ibadat Protestan dan sekaligus menggantikan Misa Latin Tradisional yang sangat Katolik, dan juga sengaja menghapus kata 'filioque' ketika merayakan Misa bersama Gereja Ortodoks. Itu semua adalah buah-buah kompromi dari ekumenisme dialog.

Dalam persatuan ekumenis ini bukan domba-domba di luar kandang yang digiring masuk ke dalam kandang, tapi kandangnya yang diperluas! Itu jelas berbeda dari ajaran Gereja Katolik sebelumnya.

Jadi sudah terbukti dengan sangat meyakinkan bahwa Konsili Vatikan II mengajarkan ajaran yang berbeda dari ajaran iman para Rasul dan bapa-bapa Gereja. Selama tidak ada argumen bantahan lain yang meyakinkan, maka fakta ini harus diterima dengan legowo...

Sempat terjadi perdebatan berkepanjangan mengenai masalah dialog. Pendukung konsili berkeras bahwa Tuhan kita dan para rasul membenarkan dialog dengan mengambil contoh pembicaraan Tuhan kita dengan wanita Samaria atau juga dengan Nikodemus.

Ini logika orang-orangan sawah... karena yang dimaksud dalam ekumenisme dialog pada dokumen Unitatis Redintegratio bukan dialog semacam itu itu melainkan dialog iman. Dalam dialog iman kedua pihak bersedia mencari kompromi iman untuk mencapai kesepakatan demi terwujudnya persatuan Kristen.

Tuhan kita dan juga para rasul tidak pernah membenarkan adanya dialog iman! Sayang sekali karena situasi debat saat itu cukup ramai dan emosional saya tidak sempat menjelaskan hal ini lebih jauh.

Pada video ini saya akan menjelaskan mengapa Gereja Katolik tidak membenarkan dialog iman. Dasarnya adalah pernyataan Tuhan kepada para murid-Nya yang diutus untuk mewartakan Injil:

"Dan kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di kakimu sebagai peringatan bagi mereka." (Mrk.6:11)

Para murid dilarang untuk berdialog dengan orang-orang yang tidak mau menerima Injil! Dialog pada akhirnya akan menghasilkan kompromi dan Tuhan tidak ingin Injil dikompromikan dengan alasan apapun!

Terakhir, saya sempat menyinggung masalah status dokumen-dokumen Konsili Vatikan II yang tidak infallibel sebagai dasar mengapa kita boleh tidak taat pada ajaran Konsili. Dasar yang saya gunakan adalah pernyataan Paus Paulus VI pada tanggal 12 Januari 1966:

“There are those who ask what authority, what theological qualification the Council intended to give to its teachings, knowing that it avoided issuing solemn dogmatic definitions engaging the infallibility of the ecclesiastical Magisterium. The answer is known by whoever remembers the conciliar declaration of March 6, 1964, repeated on November 16, 1964: given the Council’s pastoral character, it avoided pronouncing, in an extraordinary manner, dogmas endowed with the note of infallibility.” 

(“Ada orang-orang yang bertanya otoritas apa, kualifikasi teologis apa yang dimaksudkan Konsili untuk diberikan kepada ajaran-ajarannya, karena mengetahui bahwa Konsili menghindari untuk mengeluarkan definisi dogmatis yang melibatkan infalibilitas Magisterium gerejawi. Jawabannya diketahui oleh siapa pun yang mengingat deklarasi konsili 6 Maret 1964, yang diulang pada 16 November 1964: mengingat karakternya yang pastoral, Konsili menghindari penetapan, dengan cara yang luar biasa, dogma-dogma dengan catatan infalibilitas.”)

Lalu juga pernyataan Paus Benediktus XVI:
"The truth is that this particular Council defined no dogma at all, and deliberately chose to remain on a modest level, as a merely pastoral council; and yet many treat it as though it had made itself into a sort of superdogma which takes away the importance of all the rest..."

(“Yang benar adalah Konsili ini tidak mendefinisikan dogma sama sekali, dan sengaja memilih untuk tetap pada tingkat yang sederhana, yaitu sebagai konsili pastoral belaka; namun banyak yang memperlakukannya seolah-olah itu semacam superdogma yang menghilangkan pentingnya semua ajaran yang lain ...")

Dari pernyataan kedua Paus tersebut amat jelas Konsili Vatikan II memang bersifat pastoral dan tidak infallibel. Dengan demikian tidak ada kewajiban bagi orang Katolik, baik awam maupun klerus, untuk menaatinya.

Ada pendukung konsili yang menyanggah ini dengan mengatakan pernyataan Paus yang saya kutip tidak lengkap. Jika seluruh pernyataan disertakan maka jelas Paus Paulus VI maupun Paus Benediktus XVI menghendaki Konsili Vatikan II ditaati oleh semua orang Katolik.

Sayang sekali karena serunya jalan perdebatan, masalah ini malah sama sekali luput dari tanggapan saya. Untuk itu saya akan menanggapinya pada video ini.

Benar saya hanya mengutip sebagian pernyataan para Paus tersebut karena memang hanya pernyataan tentang karakter konsili yang pastoral dan tidak infallibel itulah yang saya butuhkan. Pernyataan lain yang menunjukkan Konsili Vatikan II wajib ditaati sudah tidak menjadi penting lagi.

Mengapa?

Infallibel artinya bebas dari kesesatan. Maka jika bapa-bapa Konsili menolak untuk menetapkan dokumen-dokumen konsili dengan status infallible artinya dokumen-dokumen tersebut TIDAK DIJAMIN BEBAS DARI KESESATAN, atau dengan kata lain ada kemungkinan mengandung kesalahan. Apakah mungkin kita wajib taat pada ajaran yang ada kemungkinan mengandung kekeliruan/kesesatan? Jelas tidak mungkin!

Ini seperti vaksin yang tidak memiliki tanda lolos uji BPOM. Apakah pemerintah bisa mewajibkan vaksin semacam itu kepada masyarakat? Jelas tidak bisa karena dapat berbahaya bagi kesehatan.

Demikian juga dokumen Gereja yang tidak infallibel tidak wajib ditaati karena dapat membahayakan keselamatan jiwa. Terbukti Konsili Vatikan II dalam LG 16 memiliki kesalahan fatal karena menyatakan kita dan muslim menyembah ALLAH yang sama. 

Saya jelas menolak untuk mengakui Allah SWT yang disembah muslim sama dengan ALLAH TRITUNGGAL.

Kalau ada pendukung konsili yang tetap menyatakan Konsili Vatikan II wajib ditaati, maka orang itu harus mengimani ALLAH SWT yang disembah muslim sebagai ALLAH yang benar. Dan konsekuensinya harus juga percaya bahwa Quran yang diturunkan Allah SWT adalah kitab suci yang benar. Jika mereka menolak mengakui itu, maka ada satu kata yang tepat untuk mereka: yaitu HIPOKRIT alias MUNAFIK.

Demikanlah kurang lebih masalah-masalah yang didiskusikan dalam dua debat yang sudah dilaksanakan. Kegiatan debat ini masih akan berlangsung karena masih banyak kontroversi Konsili Vatikan II yang menarik untuk diperbincangkan.

Ini kesempatan luar biasa bagi umat Katolik di Indonesia.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah kekatolikan di Indonesia, Konsili Vatikan II dibahas secara terbuka antara mereka yang pro dan kontra. Debat ini juga bisa menjadi masukan bagi kita semua dalam Sinode Untuk Sinodalitas, yang proses persiapannya sedang berlangsung sampai tahun 2023 nanti.

Sejauh ini saya juga belum melihat debat terbuka yang berkelanjutan tentang Konsili Vatikan II dilakukan di tempat lain. Dr. Taylor Marshall belum melakukannya, juga Michael J. Matt dari The Remnant, ataupun Michael Vorris dari Church Militant.

Semoga apa yang kita lakukan di Indonesia ini dapat menular ke tempat lain sehingga pada akhirnya debat yang terbuka, berbobot, dan jujur tentang Konsili Vatikan II pada lingkup yang lebih luas dapat diwujudkan demi kemuliaan Tuhan dan dipulihkannya Gereja Kristus!

Terima kasih atas perhatian anda...

Viva Christo Rey!

Posting Komentar

0 Komentar