Tepat di hari Kamis Putih yang lalu sebuah skandal kembali terjadi di Vatikan. Kali ini surat kabar resmi Vatikan L'Osservatore Romano menampilkan cover berupa lukisan Yudas Iskariot sedang dilayani oleh Tuhan kita yang baru bangkit dari kematian. Cover tersebut adalah foto dari sebuah lukisan yang dipajang di ruang studi Paus Fransiskus.
Lukisan tersebut secara implisit ingin menunjukkan bahwa Yudas Iskariot juga diselamatkan oleh karya penebusan salib Kristus. Tidak cukup hanya menampilkan lukisan Yudas Iskariot di halaman depan, surat kabar tersebut juga mendedikasikan tiga halaman pertamanya bagi Yudas Iskariot! Sebagaimana yang ditulis oleh surat kabar tersebut, lukisan itu terinspirasi dari salah satu buku yang ditulis oleh Paus Fransiskus berjudul "Quando pregate dite Padre Nostro" (terjemahannya, "Jika kamu berdoa, ucapkanlah 'Bapa Kami'").
Jika kita mengamati pandangan-pandangan Paus Fransiskus, skandal ini sebenarnya bukan hal yang mengejutkan. Dalam beberapa kesempatan Paus Fransiskus memang kerap menunjukkan simpatinya pada Yudas bahwa ia juga diselamatkan oleh karya penebusan salib Kristus.
Bahkan gagasan bahwa Yudas diselamatkan juga ditegaskan oleh Mgr. Vincenzo Paglia, seorang yang dekat dengan Paus Fransiskus dan menjadi presiden dari Akademi Kepausan Untuk Kehidupan. Dia mengatakan secara eksplisit bahwa anggapan Yudas ada di neraka adalah pandangan bidat.
Ini tentu saja keliru...
Gagasan bahwa Yudas diselamatkan dari neraka justru bertentangan dengan ajaran Kitab Suci dimana Tuhan kita dengan amat jelas berkata tentang Yudas, "...celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan." (Mrk.14:21). Artinya pengkhianatan Yudas mendatangkan hukuman yang sangat berat bagi jiwanya. Ditambah dengan fakta bahwa Yudas mati bunuh diri, kita dapat menyimpulkan bahwa Kitab Suci menyatakan dengan tegas Yudas harus menerima hukuman yang berat di neraka!
Pandangan yang mengatakan bahwa Yudas menerima hukuman kekal di neraka juga sejalan dengan pemikiran St. Agustinus, St. Thomas Aquinas, dan juga pernyataan Konsili Trente. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa gagasan Yudas ikut diselamatkan oleh penebusan salib Kristus, bertentangan dengan Kitab Suci dan juga ajaran tradisional Gereja Katolik!
Gagasan bahwa Yudas diselamatkan oleh penebusan salib Kristus sebenarnya bukan pandangan baru. Gagasan itu sudah dilontarkan oleh Origen dari Aleksandria di abad ketiga. Bahkan pandangan Origen ini sangat ekstrim, 'konon katanya' dia juga menyebutkan bahwa iblis sekalipun ikut dipulihkan oleh karya penebusan Kristus! Tentu saja pandangannya dinyatakan bidat oleh Gereja.
Di abad 20 pandangan ini dikemukakan kembali oleh seorang Yesuit bernama Hans Urs von Balthazar yang diangkat menjadi Kardinal oleh Paus Yohanes Paulus II. Dan sekarang, pandangan menyimpang tersebut tampaknya sedang dipopulerkan oleh Yesuit lainnya, yaitu Paus Fransiskus...
Pertanyaannya, mengapa ada upaya dari sebagian hirarki Gereja Katolik untuk merehabilitasi status Yudas Iskariot?
Adalah keliru kalau kita menganggap skandal lukisan Yudas Iskariot ini sekedar ungkapan dari semangat liberal Paus Fransiskus. Sebaliknya, kita akan bisa memahami masalah ini dengan lebih baik jika menempatkan skandal tersebut dalam gambar yang lebih besar, yaitu melihatnya sebagai bagian dari upaya hirarki Gereja Katolik pasca-KVII untuk mengembangkan teologi baru yang bertujuan mendukung ekumenisme global!
Mengapa begitu?
Kalau Yudas yang berkhianat dan bunuh diri juga mendapatkan keselamatan karena penebusan salib Kristus, tentu logikanya semua orang-orang berdosa yang tidak bertobat juga pada akhirnya diselamatkan.
Lebih jauh lagi, ini juga akan mengarah pada kesimpulan bahwa semua orang yang tidak mengenal Yesus Kristus, atau bahkan menolak-Nya juga dapat memperoleh keselamatan melalui karya penebusan salib Kristus! Atau dengan kata lain keselamatan juga tersedia di dalam semua agama lain berkat karya penebusan salib Kristus! Nah, dengan cara demikian maka ekumenisme global yang mempersatukan semua agama mendapatkan pembenarannya!
Kalau sudah begini masihkah kita berani mengatakan dogma "Extra Ecclesiam Nulla Salus" tetap berlaku? Sekalipun secara formal dogma tersebut tetap diakui Gereja Katolik dan belum dihapuskan, namun dalam kenyataannya setelah KVII dogma tersebut sudah diabaikan dan tidak berarti lagi!
Teologi baru yang beranggapan semua orang tanpa kecuali MENERIMA KESELAMATAN berkat penebusan salib Kristus ini kita sebut saja sebagai Teologi Kerahiman Ilahi Tanpa Syarat. Karena teologi ini pada akhirnya menyangkal dogma "extra ecclesiam nulla salus", saya tidak ragu menyebut teologi ini sebagai teologi sesat!
Memang benar kerahiman Tuhan itu tidak terbatas dan tercurah tanpa syarat pada semua ciptaan-Nya. Bukankah Tuhan mengajarkan kita untuk mengasihi orang berdosa dan juga mengasihi musuh kita? Tapi keselamatan itu jelas ada syaratnya. Itu seperti yang tertulis dalam Injil Markus, "Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum." (Mrk.16:18). Kerahiman Tuhan dan keselamatan adalah dua hal yang berbeda! Inilah yang sengaja dilupakan oleh Teologi Kerahiman Ilahi Tanpa Syarat.
Teologi sesat ini juga 'klop' dengan tindakan hirarki Gereja Katolik pasca-KVII yang mengubah rumusan konsekrasi " .. inilah Piala Darah-Ku... yang ditumpahkan bagimu dan bagi BANYAK orang" menjadi "..inilah Piala Darah-Ku... yang ditumpahkan bagimu dan bagi SEMUA orang."
Dan tentu saja teologi ini juga sejalan dengan semangat yang dikembangkan melalui Devosi Kerahiman Ilahi dari Sr. Faustina. Devosi tersebut beberapa puluh tahun lalu dipopulerkan oleh Paus Yohanes Paulus II. Kebetulan hari minggu kemarin juga sudah lama ditetapkan Gereja sebagai Minggu Kerahiman Ilahi.
Dalam Doa Kerahiman terdapat teks seperti ini, "..Allah yang Kudus, Kudus dan berkuasa, Kudus dan kekal, kasihanilah kami, dan seluruh dunia..." Doa ini secara implisit dapat diartikan memohon belas kasih dan rahmat penebusan dosa untuk semua orang tanpa kecuali, entah mereka bertobat atau tidak, entah mereka mengenal Kristus atau justru menolak-Nya.
Jika (sekali lagi 'JIKA') konsep kerahiman semacam itu yang dimaksudkan, maka doa ini memiliki semangat yang bertentangan dengan kehendak Tuhan! Sebagaimana yang tercatat dalam Injil Tuhan kita berdoa demikian kepada Bapa-Nya, "Aku berdoa untuk mereka. BUKAN UNTUK DUNIA Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu..." (Yoh.17:9). Dalam ayat ini Yesus Kristus Tuhan kita jelas membedakan antara orang-orang yang menerima Dia dan orang-orang yang menolak Dia.
Persoalan yang sama juga berlaku bagi rumusan konsekrasi baru dimana kata-kata yang seharusnya "bagi banyak orang" sengaja diubah menjadi "bagi semua orang". Kalau karya penebusan salib Kristus yang setiap kali dikenang kembali pada saat konsekrasi dalam Misa dimaksudkan bagi semua orang tanpa kecuali, entah mereka percaya atau tidak, tentu itu rumusan konsekrasi yang keliru dan tidak sejalan dengan kehendak Tuhan.
Sekali lagi, kita harus bisa membedakan kedua hal ini: kerahiman Tuhan memang tercurah bagi semua orang tanpa syarat TAPI keselamatan tetap memiliki syarat yang tegas. Injil tidak pernah mengajarkan semua orang diselamatkan, "Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum." ItulaH yang diajarkan Injil kepada kita!
Mungkin perubahan rumusan konsekrasi dan juga Devosi Kerahiman Ilahi bagi sebagian besar orang Katolik tidak masalah. Tampaknya tidak ada yang keliru dengan kedua hal tersebut. Bahkan Devosi Kerahiman Ilahi sudah sangat populer dikalangan umat Katolik. Tapi sekarang kita tahu itu semua adalah bagian dari upaya sistematis hirarki Gereja Katolik pasca-KVII untuk mengajarkan Teologi Kerahiman Ilahi Tanpa Syarat yang tujuannya tidak lain guna mendukung ekumenisme global!
Dengan demikian kita yang mengikuti Misa Novus Ordo dengan rumusan konsekrasi yang sudah direvisi, apalagi rajin ikut berdevosi Kerahiman Ilahi, sebenarnya sedang dijebak untuk sedikit demi sedikit menerima dan membenarkan Teologi Kerahiman Ilahi Tanpa Syarat ini. Akibatnya sebagian besar orang Katolik, baik awam maupun hirarki, nantinya akan sulit untuk menolak ekumenisme global yang menjadi tujuan utama dari Konsili Vatikan II.
Kembali ke masalah Yudas....
Apabila Yudas yang mengkhianati Tuhan kita dan tidak bertobat tetap diselamatkan bukankah itu berarti tidak ada lagi dosa yang dapat membawa manusia pada hukuman kekal di neraka? Jika sudah demikian maka semua hukum-hukum Tuhan menjadi tidak berarti lagi karena sudah kehilangan kekuatannya. Selanjutnya yang akan menggantikan adalah hukum-hukum buatan manusia!
Tidak perlu heran kalau suatu saat aborsi dianggap hal biasa, kontrasepsi itu baik, gaya hidup LGBT adalah hak asasi manusia, kawin-cerai itu urusan pribadi, dan sebagainya. Sementara itu yang dianggap berdosa adalah melakukan pencemaran lingkungan, tidak pakai masker, menolak vaksinasi, rasisme, intoleransi, dan lain-lain...
Akhirnya hukum Tuhan menjadi tidak penting dan digantikan oleh hukum-hukum manusia! Atau dengan kata lain, ajaran iman Kristen yang benar diabaikan dan digantikan oleh humanisme! Itulah yang akan menjadi buah manakala kita menerima Teologi Kerahiman Ilahi Tanpa Syarat yang kini mulai dipopulerkan oleh hirarki Gereja Katolik pasca-KVII!
Bersama-sama dengan ekumenisme global yang juga didukung oleh Teologi Kerahiman Ilahi Tanpa Syarat, itu semua adalah bagian dari agenda "New World Order" untuk menguasai dunia! Ya, tujuan akhirnya adalah mendukung "New World Order" untuk berkuasa di dunia.
Ini menarik sekali!
Mari kita kembali ke 2000 tahun yang lalu dimana iblis mencobai Tuhan kita di padang gurun. Iblis menawarkan kekuasaan atas dunia dan segala kemegahannya dengan satu syarat, yaitu bersedia menyembahnya. Tentu saja Tuhan kita menolak.
Tapi sekarang kita tahu "New World Order" sedang mewujudkan cita-citanya untuk menjadi penguasa dunia. Pertanyaannya, apakah "New World Order" dapat menguasai dunia dengan kekuatannya sendiri? Tentu saja tidak! Kekuatan iblis yang tak terlihat pasti ada di baliknya!
Jika kita kaitkan dengan tawaran iblis di padang gurun, maka kekuasaan "New World Order" atas dunia akan dapat terwujud karena satu syarat ini terpenuhi: yaitu bersedia menyembah iblis! Itu artinya, semua pendukung "New World Order" tanpa kecuali pada akhirnya akan menyembah iblis!
Maka hirarki Gereja Katolik pasca-KVII yang mendukung agenda "New World Order" melalui humanisme dan ekumenisme global, pada akhirnya juga akan jatuh pada penyembahan iblis bersama-sama dengan semua pendukung "New World Order" lainnya!Itulah pemenuhan dari nubuat Rasul Paulus tentang kemurtadan besar yang akan terjadi menjelang kedatangan Tuhan kita!
Hanya ada satu cara untuk terhindar dari kemurtadan besar yang kini sedang diwujudkan oleh hirarki Gereja Katolik pasca-KVII! Ikuti perintah Tuhan kita di Kitab Wahyu: "Pergilah kamu, hai umat-Ku, pergilah dari padanya supaya kamu jangan mengambil bagian dalam dosa-dosanya, dan supaya kamu jangan turut ditimpa malapetaka-malapetakanya..." (Why.18:4).
Yang dimaksud tentu saja bukan keluar dari Gereja Katolik melainkan keluar dari semangat KVII yang sedang terarah pada kemurtadan. Hanya dengan cara itu kita akan menjadi bagian dari sisa umat yang setia seperti yang juga dinubuatkan oleh Rasul Paulus!
Terima kasih atas perhatian anda...
Viva Christo Rey!
0 Komentar