Polemik Trin itras #2 - Konsep Trinitas Versi Katolik (Dengan Filioque)

 

Setelah di video pertama saya membongkar dan menunjukkan secara mutlak kesesatan pandangan unitarian, pada bagian yang kedua ini giliran saya menjelaskan kebenaran konsep trinitas secara mutlak juga.

Simak baik-baik video ini sampai akhir karena saya akan menjelaskan kebenaran konsep trinitas ini dengan cara yang sedikit berbeda dari penjelasan-penjelasan lain yang sudah diberikan oleh channel-channel Kristen lainnya. Saya berharap penjelasan tersebut dapat memperkaya dan memperteguh pemahaman anda tentang kebenaran konsep trinitas.

Sebagai seorang Katolik, saya akan menjelaskan konsep trinitas ini sesuai dengan ajaran iman Katolik yang menyertakan kata "filioque" dalam rumusannya. Dalam bahasa latin 'filioque' kurang lebih artinya "dan Putra".

Memang benar rumusan kredo Nikea yang asli tidak menyertakan 'filioque'. Dalam rumusan tersebut Roh Kudus berasal dari Bapa tanpa ada penyebutan Roh Kudus juga berasal dari Putra. Tapi setelah ajaran arianisme dinyatakan sesat dalam Konsili Nikea, di Gereja Barat ajaran bidat ini ternyata masih terus berkembang dan merongrong kekristenan. Maka pada abad ke 6 Gereja Barat mulai menambahkan kata "filoque" dalam pemahaman konsep trinitas sebagai respon atas pandangan bidat arianisme yang masih tersisa. Dengan penambahan ini maka dalam rumusan trinitas versi Gereja Katolik, Roh Kudus berasal dari Bapa dan juga dari Putra.

Penambahan ini sebenarnya tidak mengubah konsep trinitas yang sudah dirumuskan dalam kredo Nikea. Penambahan ini justru melengkapi dan menjelaskan konsep trinitas dalam kredo Nikea dengan lebih baik. Ini sama seperti substansi kebenaran pernyataan Tuhan kita bahwa "Allah itu Esa" tidak diubah oleh kredo Nikea yang melengkapinya dengan "Allah itu Esa dalam tiga pribadi".

Selain itu penambahan kata 'filioque' inipun sejalan dengan Injil (Yoh.14:26) dan juga ajaran Bapa Gereja seperti St. Agustinus.

Lalu mengapa Gereja Timur pada masa itu menentang keras penambahan filioque?

Akar dari penolakan ini sebenarnya bukan semata-mata masalah kebenaran teologis tapi lebih banyak dipengaruhi oleh persoalan rivalitas. Sejak keberadaannya, Gereja Bizantium yang ada di Konstantinopel secara perlahan tapi pasti mulai menginginkan kesetaraan dengan Gereja Roma. Mungkin ini dipengaruhi oleh statusnya sebagai Gereja yang ada di pusat Kekaisaran Romawi Timur.

Bersama-sama dengan Gereja Timur lainnya sedikit demi sedikit mereka mulai meminggirkan posisi Paus pengganti Rasul Petrus sebagai pemimpin Gereja Universal. Mereka mulai mengembangkan pemahaman kolegialitas atau kesetaran diantara para uskup-uskup. Sebenarnya sikap tersebut sama saja dengan tindakan kudeta secara halus terhadap kepemimpinan Paus sebagai Wakil Kristus dan pemimpin Gereja Universal.

Maka ketika Gereja Barat menambahkan kata 'filioque' tanpa meminta persetujuan dari pimpinan Gereja-gereja Timur, mereka merasa tersinggung dan tidak bisa menerimanya. Soal ketersingungan yang dipicu semangat rivalitas inilah yang kemudian meracuni Gereja-gereja Timur sehingga mereka mengembangkan pemikiran teologis keliru untuk menolak penambahan kata 'filioque". Tragisnya kekeliruan ini makin mengental dan akhirnya berpuncak pada skisma besar di tahun 1054 yang membuat Gereja Ortodoks secara resmi memisahkan diri dari Gereja Katolik sampai hari ini.

Itu tadi sekelumit latar belakang penambahan kata "filioque" dalam rumusan kredo Nikea.

Sekarang saya akan menjelaskan rumusan trinitas yang benar sesuai ajaran iman Gereja Katolik.

Cara termudah memahami trinitas adalah dengan menggunakan rumusan satu, dua, dan tiga: satu esensi, dua prosesi, dan tiga pribadi.

Ketika Tuhan kita menyebut "Allah itu esa", maka yang dimaksud adalah esensi atau substansi keallahan. Hanya ada satu esensi ALLAH dan tidak ada yang lain. Satu esensi keallahan yang tak tercipta ini dalam diri-Nya memiliki dua prosesi sebagaimana yang diajarkan oleh St. Thomas Aquinas. Kedua prosesi itu adalah KESADARAN atau INTELEK, dan KEHENDAK.

Selanjutnya Allah yang esa dalam substansi dan memiliki dua prosesi ini ada dalam tiga pribadi ilahi terpisah.

Dengan demikian sekarang kita memahami trinitas sebagai:

Satu esensi ilahi yaitu Allah Pencipta, dua prosesi yaitu intelek dan kehendak, dan tiga pribadi yaitu Bapa - Putra - dan Roh Kudus.

Biasanya kalau kita berbicara soal trinitas kita hanya berbicara soal satu Allah dengan tiga pribadi. Seringkali pernyataan tersebut menimbulkan kebingungan bagi banyak orang, tidak hanya bagi non-Kristen tapi juga bagi orang Kristen sendiri. Dengan menambahkan pengertian "dua prosesi", kita akan memahami konsep trinitas ini secara lebih baik.

Ketika Tuhan menampakkan diri kepada Musa dalam rupa api yang menyala di semak-semak, Dia menyatakan identitas-Nya kepada Musa. Dalam terjemahan LAI tertulis Allah menyatakan identitas-Nya sebagai "AKU ADALAH AKU" (Kel. 3:14). Tapi ini terjemahan dari teks Alkitab versi King James yang sebenarnya kurang tepat, "I AM WHO I AM".

Kalau kita mengacu pada terjemahan latin vulgata maka Tuhan menyatakan Diri-Nya kepada Musa sebagai "Ego sum qui sum" atau dalam terjemahan bahasa Inggris versi Dhouay-Rheims  "I AM who AM". Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi "Aku yang ADA".

Ini terjemahan yang lebih cocok dan akan sangat membantu kita untuk memahami konsep trinitas. Di ayat tersebut Tuhan mengidentifikasikan Diri-Nya sebagai Sang Eksistensi atau Sang Keberadaan Mutlak, Dia yang ADA dengan sendirinya dan tanpa sebab.

Sebagaimana sudah disebutkan tadi, Allah memiliki dua prosesi yaitu intelek (kesadaran) dan kehendak. Sekarang kita akan membahas prosesi yang pertama: intelek atau kesadaran....

Apakah pikiran atau kesadaran pertama yang dimiliki Allah dalam keberadaan-Nya? Karena tidak ada apapun selain Diri-Nya maka kesadaran atau pikiran pertama yang muncul dalam Diri Allah adalah kesadaran tentang Diri-Nya sendiri. Pikiran atau kesadaran Allah tentang Diri-Nya ini sangat sempurna. Sedemikian sempurnanya sehingga pikiran atau kesadaran ALLAH itu identik dengan Diri-Nya sendiri. Inilah LOGOS atau SABDA yang keluar dari ALLAH dan memiliki esensi yang tepat sama dengan ALLAH namun keduanya dapat dibedakan sebagai DUA pribadi terpisah.

Karena tidak pernah ada waktu dimana Allah tidak memiliki kesadaran tentqang Diri-Nya, maka kita bisa katakan bahwa Allah dan Sabda-Nya ada bersama-sama sejak semula. Dengan tepat Rasul Yohanes merumuskan ini dalam Injil: Sabda itu bersama-sama dengn Allah dan Sabda itu adalah Allah (Yoh.1:1).

Pribadi Allah yang keberadaan-Nya tidak berasal dari siapapun kita kenal sebagai BAPA, sedangkan LOGOS atau Sang Sabda yang keluar dari Bapa kita sebut sebagai PUTRA. Keduanya pribadi ilahi yang berbeda namun memiliki satu substansi ilahi yang tepat sama.

Selanjutnya kita masuk pada prosesi yang kedua dari ALLAH, yaitu kehendak...

Dengan adanya dua pribadi ilahi, BAPA dan PUTRA, pasti ada relasi diantara keduanya. Dan relasi yang ada adalah relasi paling sempurna yaitu KASIH dimana BAPA menghendaki yang terbaik bagi PUTRA dan sebaliknya PUTRA juga menghendaki yang terbaik bagi BAPA. Hal terbaik apa yang dapat diberikan Bapa kepada Putra? Tentu Diri-Nya sendiri. Demikian juga hal terbaik yang dapat diberikan Putra kepada Bapa adalah Diri-Nya sendiri.

Kasih sempurna dari Bapa dan Putra berupa pemberian Diri masing-masing inilah yang kemudian menghasilkan pribadi ilahi lain. Bukan dua tapi satu pribadi karena kasih itu mempersatukan. Dan karena dalam relasi kasih ini Bapa dan Putra masing-masing memberikan seluruh Diri-Nya, maka pribadi ilahi yang ketiga inipun memiliki esensi yang identik sama dengan Bapa dan Putra. Pribadi ilahi ketiga inilah yang kita kenal sebagai Roh Kudus.

Jika kita dapat memahani bahwa kesadaran/pikiran sempurna yang keluar dari Bapa menghasilkan satu pribadi ilahi lain yaitu Putra, maka kita juga tentu dapat memahami bahwa kehendak sempurna yang berasal dari Bapa dan Putra juga menghasilkan satu pribadi ilahi yang lain, yaitu Roh Kudus.

Karena tidak pernah ada waktu dimana Bapa dan Putra ada bersama tanpa mengasihi satu dan yang lain maka Roh Kudus yang dihasilkan dari relasi kasih antara Bapa dan Putra ini ada bersama Bapa dan Putra sejak semula dan adalah Allah juga.

Disinilah Gereja Katolik merumuskan dengan sangat tepat bahwa Roh Kudus tidak hanya berasal dari Bapa, tapi juga dari Putra. Dengan kata lain Roh Kudus berasal dari relasi antara Bapa dan Putra.

Sebaliknya, dengan memahami konsep trinitas sebagaimana yang tadi sudah dijelaskan,  kita bisa simpulkan bahwa pandangan Gereja Ortodoks yang menolak 'filioque' adalah pandangan yang salah. Mengingat perbedaan ini telah menghasilkan tragedi perpecahan Gereja selama hampir satu milenium yang belum dapat dipulihkan hingga sekarang, tentu ini bukan perbedaan yang sepele. Berdasarkan buahnya berupa skisma yang memecah Gereja, ini kesalahan yang besar dan tidak dapat dianggap remeh!

Lalu mengapa konsep trinitas versi Gereja Ortodoks keliru dan bermasalah?

Menurut Gereja Ortodoks, Roh Kudus hanya berasal dari Bapa saja dan tidak dari Putra. Ini menimbulkan pertanyaan besar. Apa yang membedakan Putra dan Roh Kudus jika keduanya sama-sama berasal dari Bapa saja? Bagaimana mungkin relasi yang sama ini, yaitu sama-sama keluar dari Bapa saja, dapat menghasilkan dua pribadi ilahi yang berbeda? Mengapa Roh Kudus tidak disebut Putra Bapa juga? Mengapa Putra disebut Anak Tunggal?

Dan yang terakhir dan terpenting, mengapa hanya ada tiga pribadi ilahi dalam Allah Tritunggal? Bukankah jika dari Bapa berasal Putra dan juga Roh Kudus, maka Bapa bisa juga menghasilkan pribadi-pribadi ilahi lainnya yang jumlahnya tidak terbatas? Jadi mengapa Allah harus dibatasi hanya trinitas?

Pertanyaan terakhir itu hanya mungkin terjawab dengan sempurna dan tuntas dalam konsep trinitas sebagaimana diajarkan oleh Gereja Katolik. Dalam konsep trinitas ini ketiga pribadi ilahi memiliki relasi yang unik satu sama lain. Bapa adalah pribadi ilahi pertama yang tidak berasal dari siapapun. Putra adalah pribadi ilahi kedua yang secara unik berasal dari Bapa melalui prosesi kesadaran atau intelek. Dan Roh Kudus adalah pribadi ilahi ketiga yang secara unik berasal dari Bapa dan Putra melalui prosesi kehendak. Selanjutnya tidak dimungkinkan ada lagi pribadi ilahi yang lain karena sudah tidak ada lagi relasi unik yang mungkin muncul diantara ketiga pribadi ilahi.

Lebih dari itu Rasul Yohanes dalam Kitab Wahyu mencatat demikian:

Lalu ia menunjukkan kepadaku sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan kristal, dan mengalir ke luar dari takhta Allah DAN takhta Anak Domba itu. (Why.22:1).

Sungai air kehidupan adalah perlambang dari Roh Kudus yang keluar atau berasal dari Takhta Allah sebagai perlambang Bapa DAN Takhta Anak Domba yang melambangkan Putra. Dengan demikian Sabda Tuhan dalam Kitab Wahyu dengan tegas mengkonfirmasi bahwa Roh Kudus memang berasal dari Bapa dan Putra, tepat sama seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik!

Lalu apakah ada upaya untuk menyelesaikan perbedaan ini?

Ada, salah satunya yang terpenting adalah Konsili Ferrara-Florence pada tahun 1438-1445. Pada Konsili ekumenis tersebut utusan dari Gereja-gereja Ortodoks yang diundang sepakat untuk menerima penambahan "filioque". Artinya, dalam konsili tersebut Gereja Ortodoks sudah mengakui kekeliruan konsep trinitas mereka dan menerima konsep trinitas dari Gereja Katolik. Ini juga sekaligus menjadi solusi atas keberatan Gereja Timur yang menuntut penambahan kata 'filioque' harus dilakukan melalui konsili. Pada Konsili Ferrara-Florense keberatan tersebut diselesaikan dengan tuntas.

Tidak hanya itu saja, mereka bahkan setuju untuk mengakui kepemimpinan Paus atas seluruh Gereja dan mengakui dogma-dogma Gereja Katolik seperti ajaran mengenai Api Pencucian / Purgatori. Dengan kata lain Gereja Ortodoks sudah mengakui kesalahan-kesalahan  mereka yang menyebabkan perpecahan, dan bersedia kembali bersatu dengan Gereja Katolik. Ini fakta sejarah!

Tapi sayang sekali ketika para delegasi tersebut kembali ke tempatnya masing-masing mereka ditentang keras dan dianggap berkhianat. Karena tekanan ini Gereja Ortodoks membatalkan kesepakatan yang telah mereka setujui sebelumnya. Akibatnya persatuan Gereja yang sudah diupayakan dengan susah payah menjadi sia-sia.

Pembangakangan Gereja Ortodoks atas keputusan konsili tersebut adalah penolakan terhadap karya Roh Kudus, dan sikap itu jelas tidak berkenan bagi Tuhan. Pada tanggal 29 Mei 1453, tepat pada Hari Raya Pentakosta, Kota Konstantinopel jatuh ke tangan muslim dan Katedral Hagia Sophia yang megah akhirnya diubah menjadi mesjid.

Suatu kebetulankah? Saya yakin tidak.
Bait Allah di Yerusalem dihancurkan oleh bangsa Babel dan juga oleh bangsa Romawi bukan tanpa sebab. Demikian juga jatuhnya Konstantrinopel dan Hagia Sophia.

Semoga penjelasan sederhana ini bisa menjadi berkat bagi kita semua....

Terima kasih atas perhatian anda...

Viva Christo Rey!

Posting Komentar

0 Komentar