Transkrip:
Salam damai dan sejahtera...
Pada tanggal 6 September 2025, sekitar 1000 orang dari komunitas LGBT berjalan dengan gaya mereka yang seenaknya dan rasa bangga akan pilihan gaya hidup mereka yang menyimpang, berjalan melalui PORTA SANCTA atau Gerbang Suci dan memasuki Basilika St. Petrus. Ya, PORTA SANCTA yang hanya dibuka pada waktu-waktu khusus seperti tahun yubilium, pada hari itu bisa dimasuki oleh komunitas yang dengan bangga mengidentifikasikan diri mereka dengan dosa yang dikutuk sangat keras dalam Kitab Suci, dimana dua buah kota yaitu Sodom dan Gomorah harus dihancurkan Tuhan karenanya.
Selanjutnya, komunitas ini melakukan Misa atas restu Paus Leo XIV, di sebuah gereja milik Yesuit di Vatikan. Ini adalah sebuah skandal yang sangat mencolok dan menjijikkan! Mungkin ini adalah kekejian yang membinasakan seperti yang dikatakan Tuhan kita sebagai tanda-tanda datangnya akhir jaman (Mat.24:15).
Gereja Katolik memang harus terbuka bagi semua orang, bahkan untuk orang berdosa. Tapi mereka yang berdosa diterima oleh Gereja untuk bertobat, bukan untuk membanggakan dosa-dosa mereka! Apa yang terjadi pada hari itu adalah: Gereja Katolik menerima mereka bersama dosa-dosa mereka yang menjijikkan, di jantung kekudusan Gereja tanpa terlihat adanya semangat pertobatan. Dengan kejadian tersebut mereka seperti sedang menantang dan mengolok-olok Tuhan.
Peziarahan komunitas LGBT tersebut memang sudah tercantum dalam agenda resmi tahun yubileum Gereja Katolik dan diselenggarakan oleh komunitas "La Tenda di Gionata" (atau Tenda Yonatan) sebuah komunitas LGBT Katolik global, bersama dengan komunitas "Outreach" yaitu komunitas LGBT di yang dipimpin oleh Fr. James Martin SJ.
Uskup Athanasius Schneider dari Kazakhstan mengecam keras kegiatan tersebut dan mengomentari otoritas Vatikan yang telah mengijinkannya, “Mereka berdiri diam, dan membiarkan Tuhan diolok-olok dan perintah-perintah-Nya diabaikan dengan penuh penghinaan..."
Ketika ditanya tentang perbandingannya dengan skandal Pachamama, Uskup Athanasius Schneider mengatakan, “Keduanya harus diperbaiki secara terbuka oleh Paus sendiri. Hal itu sangat dibutuhkan, sebelum terlambat, karena Tuhan tidak dapat diolok-olok.”
Yang sangat menyedihkan bagi kita, tak ada satu klerus pun di Indonesia yang angkat bicara soal itu. Padahal umat Katolik di Indonesia pasti ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada skandal menjijikkan di Vatikan yang sudah diberitakan luas oleh banyak media global. Memang, ini kejadian yang sangat tidak mengenakkan bagi siapapun yang masih percaya pada iman Katolik. Tapi skandal ini harus diakui dan disesali agar dapat diperbaiki.
Kejadian ini, bersama dengan dokumen Fiducia Supplicans yang membenarkan pemberkatan bagi pasangan LGBT, semakin menunjukkan sikap permisif Gereja Katolik terhadap perilaku dan gaya hidup menyimpang LGBT. Tak ada keraguan lagi bahwa Gereja Katolik memang mulai menganggap perilaku LGBT sebagai bagian dari keragaman perilaku manusia yang harus diterima tanpa stigma dosa. Padahal Kitab Suci sudah mengajarkan bahwa perbuatan homoseksual adalah dosa berat yang menuntut pembalasan dari surga.
Akui saja Gereja Katolik pasca-konsili, memang sedang bergeser menjauhi ajaran iman para Rasul! Itu akan lebih baik bagi kita semua.
Dalam Injil Tuhan sudah mengingatkan, "Pada petang hari karena langit merah, kamu berkata: Hari akan cerah, dan pada pagi hari, karena langit merah dan redup, kamu berkata: Hari buruk. Rupa langit kamu tahu membedakannya tetapi tanda-tanda zaman tidak." (Mat.16:2-3)
Maka, mari kita bersikap bijak dengan melihat skandal mencolok yang menjijikkan ini sebagai bagian dari tanda-tanda jaman yang sudah di sebut dalam Kitab Suci.
Peziarahan kaum LGBT di Vatikan ini tidak muncul begitu saja. Ini adalah rangkaian dari banyak skandal mencolok sebelumnya, seperti:
- Skandal doa bersama semua agama di Asisi tahun 1986, yang dipimpin oleh Paus Yohanes Paulus II.
- Skandal Paus Yohanes Paulus II mencium Quran pada tahun 1999.
- Skandal penghormatan berhala Pachamama di Vatikan oleh Paus Fransikus tahun 2019.
Jadi skandal peziarahan komunitas LGBT yang menghina kekudusan Tuhan di jantung Gereja Katolik di Vatikan, yang kali ini ada di bawah pengawasan Paus Leo XIV, hanyalah bagian dari rangkaian berbagai skandal yang sudah dibuat oleh para Paus sebelumnya. Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari Paus Leo XIV maupun dari otoritas Gereja lainnya di Vatikan, yang menyesalkan skandal ini. Itu artinya, rangkaian skandal ini akan terus berlanjut dan kita akan melihat skandal-skandal lain yang menunjukkan satu hal penting: yaitu Gereja Katolik sudah meninggalkan ajaran iman para Rasul!
Inilah apa yang disebut Rasul Paulus sebagai kemurtadan yang mendahului kedatangan Antikristus sebelum kedatangan Tuhan (2 Tes.2:3).
Banyak orang Katolik, terutama para pendukung KV2, pasti berusaha menyangkal, "Bagaimana mungkin seorang Paus Gereja Katolik bisa jatuh ke dalam penyesatan seperti ini?"
Kenapa tidak?
Bukankah Yudas, salah seorahng Rasul yang dipilih sendiri oleh Yesus, telah mengkhianati Tuhan? Bukankah Petrus, yang ditunjuk sebagai kepala para Rasul, telah menyangkal Tuhan hingga tiga kali? Bukankah semua rasul kecuali Yohanes, lari meninggalkan Tuhan yang harus menjalani penderitaan sampai mati di kayu salib? Karena para Uskup dan Paus tidak lebih baik dari rasul-rasul Yesus yang pertama, mereka juga bisa jatuh ke dalam kesesatan, termasuk menyangkal dan meninggalkan Tuhan karena berbagai alasan.
Kembali pada nubuat kemurtadan besar...
Nubuat itu hanya mungkin digenapi jika kesesatan yang terjadi tidak hanya menghinggapi para imam atau uskup saja, tapi juga pimpinan hirarki tertinggi, yaitu Paus. Kalau cuma imam yang jatuh dalam kesesatan, misalnya seperti Arius atau Martin Lurher, dengan mudah kesesatan itu disingkirkan dengan cara mengadakan konsili dan meng-anathema para penyesat yang membandel. Begitu juga jika hanya Uskup yang jatuh dalam kesesatan, seperti misalnya Patriark Nestorius dari Konstantinopel. Dengan konsili dan anathema maka kesesatan itu sudah dijauhkan dari Gereja Katolik.
Tapi jika Paus bersama-sama sebagian besar Uskup atau kardinal yang terjatuh dalam kesesatan, seperti yang terjadi di Gereja Katolik setelah KV2, kesesatan itu akan terus bertahan dan berkembang sehingga menggiring Gereja Katolik semakin menjauhi ajaran iman para Rasul. Jadi pengkhianatan Paus dan hirarki memang harus menjadi bagian di dalam kemurtadan besar yang dinubuatkan oleh Rasul Paulus. Tanpa pengkhianatan Paus dan hirarki, tidak akan pernah ada kemurtadan besar di Gereja.
Dengan melihat berbagai rangkaian skandal dan kesesatan yang terjadi setelah KV2 sampai hari ini, sudah cukup alasan bagi kita untuk percaya bahwa kemurtadan yang dinubuatkan Rasul Paulus itu memang sedang terjadi sebagai bagian dari rangkaian kesesatan di Gereja Katolik setelah Konsili Vatikan II. Mereka yang menyangkal adanya kemurtadan ini, atau tidak menyadarinya, akan terus terjebak di dalamnya dan ikut terseret ke dalam kebinasaan yang menjadi ujungnya. Tapi mereka yang sadar atas kemurtadan yang sedang terjadi, akan dapat melepaskan diri dari semua kesesatan tersebut dengan menolak KV2 dan memilih setia pada ajaran iman para Rasul.
Mari gunakan akal sehat, dan melihat skandal peziarahan LGBT ini sebagai bagian dari tanda-tanda jaman yang menunjukkan bahwa kemurtadan besar sedang terjadi di Gereja Katolik sesuai nubuat. Dengan cara demikian kita tahu bahwa kita harus meninggalkan kemurtadan yang diakibatkan KV2 ini dan memilih menjadi sisa umat. Pilihan ini juga seperti yang sudah dinubuatkan oleh Rasul Paulus (Rm.11:2-5).
Satu hal yang harus diingat, kemurtadan di dalam Gereja ini tidak berarti Gereja Katolik bukanlah Gereja Kristus dan kita harus mengikuti gereja lain. Justru kemurtadan itu terjadi sesuai nubuat karena Gereja Katolik adalah Gereja Kristus yang harus mengalami ujian terakhirnya, sama seperti Yesus Kristus yang harus mengalami penderitaan salib. Kemurtadan yang dinubuatkan Rasul Paulus tidak akan terjadi di gereja-gereja lain, baik Ortodoks maupun protestan, karena mereka bukanlah Gereja Kristus. Jadi, jangan pernah pindah ke gereja-gereja tersebut untuk menghindarkan kemurtadan.
Menjadi bagian dari sisa umat yang setia sesuai nubuat Rasul Paulus bukanlah meninggalkan Gereja Katolik yang sedang mengalami fase kemurtadan, tapi menolak kesesatan yang muncul akibat KV2 dengan tetap berada di dalam Gereja Katolik. Seperti Yohanes dan Bunda Maria yang setia menemani Tuhan Yesus untuk menderita di kayu salib, kita pun harus tetap setia di dalam Gereja Katolik dengan berpegang erat pada ajaran iman para Rasul. Hanya dengan cara demikian kita menjadi bagian dari pemenuhan janji Tuhan, bahwa Gereja-Nya tidak akan terkalahkan oleh gerbang alam maut!
Terima kasih atas perhatian anda...
Viva Christo Rey!
0 Komentar